Ilustrasi. Pemandangan gedung-gedung bertingkat tampak dari Petamburan, Jakarta, Selasa (28/7/2020). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/foc.
JAKARTA, DDTCNews – Ada 7 kondisi yang membuat pelaksanaan tindakan penagihan pajak terhadap penanggung pajak atas wajib pajak badan tidak dilakukan secara berurutan.
Dalam Pasal 7 ayat (4) PMK 189/2020 disebutkan pelaksanaan tindakan penagihan pajak dilakukan terhadap penanggung pajak atas wajib pajak badan secara berurutan. Untuk perincian penanggung pajak, dapat dilihat pada artikel ‘Ini Perincian Pengurus yang Jadi Penanggung Pajak WP Badan’.
“Penagihan pajak dilakukan terhadap penanggung pajak … atas wajib pajak badan,” demikian bunyi penggalan Pasal 5 PMK yang berlaku sejak 27 November 2020 ini.
Namun, urutan penanggung pajak atas wajib pajak badan untuk dilakukan tindakan penagihan tidak berlaku dalam 7 kondisi. Pertama, objek sita tidak dapat ditemukan. Kedua, dilakukan tindakan penagihan seketika dan sekaligus.
Ketiga, utang pajak sebagai dasar penagihan pajak mendekati daluwarsa penagihan. Keempat, berdasarkan data dan informasi terdapat indikasi penanggung pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu.
Kelima, terdapat tanda-tanda badan akan dibubarkan atau dilakukan perubahan bentuk lainnya. Keenam, terdapat tanda-tanda kepailitan dan/atau dalam keadaan pailit.
Ketujuh, penanggung pajak dapat meyakinkan pejabat dengan membuktikan kedudukannya tidak dapat dibebani utang pajak dan biaya penagihan pajak.
Dalam hal terdapat perubahan atau penggantian pengurus, sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (6), penagihan pajak dilakukan terlebih dahulu terhadap pertama, pengurus yang namanya tercantum dalam akta perubahan. Kedua, pengurus sebelumnya. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.