KEBIJAKAN PEMERINTAH

Uni Eropa Bersiap Terapkan CBAM dan EUDR, Ini Dampaknya buat Indonesia

Dian Kurniati | Minggu, 11 Juni 2023 | 14:00 WIB
Uni Eropa Bersiap Terapkan CBAM dan EUDR, Ini Dampaknya buat Indonesia

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah memandang rencana implementasi Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) di Uni Eropa akan membuat produk Indonesia makin sulit menembus pasar di wilayah tersebut.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan penerapan CBAM bertujuan mengurangi emisi karbon di Uni Eropa melalui pengenaan pajak atau bea masuk. Ketentuan ini salah satunya diterapkan pada produk besi dan baja.

"Dalam CBAM ini, negara-negara yang memproduksi besi dan baja bisa dikenakan pajak lingkungan unilaterally oleh negara-negara Eropa jika di negara-negara tersebut perusahaan belum membayar pajak karbon," katanya, dikutip pada Minggu (11/6/2023).

Baca Juga:
Catat! Pengkreditan Pajak Masukan yang Ditagih dengan SKP Tak Berubah

Airlangga menuturkan Uni Eropa akan menerapkan CBAM secara penuh pada 2026. Pajak karbon pun bakal dikenakan untuk 5 jenis produk utama yakni produk besi dan baja, aluminium, semen, pupuk, serta energi.

Sebelum periode tersebut, CBAM akan menerima pelaporan soal jumlah emisi yang terkandung dalam produk tanpa pembayaran pajak karbonnya.

CBAM menjadi bagian dari upaya Uni Eropa menjadi kawasan pertama di dunia yang mencapai status bebas emisi pada 2050. Melalui CBAM, Uni Eropa ingin membatasi emisi pada barang yang masuk ke wilayahnya.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Dampak Pengesahan UU Deforestasi Uni Eropa

Selain itu, Airlangga juga menyoroti pengesahan UU Deforestasi Uni Eropa (EU Deforestation-Free Regulation/EUDR) mulai tahun ini. Kebijakan ini dinilai diskriminatif karena dapat menghambat akses pasar komoditas andalan Indonesia ke Uni Eropa seperti kakao, kopi, karet, produk kayu, dan minyak sawit.

EUDR akan menerapkan country benchmarking melalui pelabelan berbasis risiko. Pada negara yang masuk kategori risiko tinggi, produk yang diekspor juga bakal dikenakan tarif lebih besar.

"Tentu kebijakan-kebijakan tersebut akan mengganggu upaya Indonesia yang terkait dengan mitigasi perubahan iklim. Indonesia seperti negara-negara lain juga terikat dalam Paris Agreement dan UN 2030 SDGs Agenda," ujar Airlangga. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:30 WIB THAILAND

Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra