BAHRAIN

Tunda Pungutan Pajak Baru, Negara Teluk Ini Fokus Pulihkan Ekonomi

Muhamad Wildan | Jumat, 11 Desember 2020 | 17:00 WIB
Tunda Pungutan Pajak Baru, Negara Teluk Ini Fokus Pulihkan Ekonomi

Ilustrasi. (DDTCNews)

MANAMA, DDTCNews – Di tengah pandemi virus Corona atau Covid-19, Bahrain berkomitmen untuk tidak menerapkan atau memungut jenis-jenis pajak baru dan fokus untuk memulihkan kondisi dunia usaha.

Keputusan Bahrain tersebut berbanding terbalik dengan negara-negara Gulf Cooperation Council (GCC) lainnya seperti Arab Saudi yang justru menaikkan tarif PPN hingga 15% sejak Juli 2020 atau Oman yang mulai mengenakan PPN pada tahun depan.

"Kami ingin mendorong pemulihan ekonomi sebelum menerapkan kebijakan pajak baru dalam mendukung penerimaan negara," ujar Menteri Keuangan Bahrain Sheikh Salman bin Khalifa Al-Khalifa, dikutip Jumat (11/12/2020).

Baca Juga:
Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak

Bahrain tercatat sebagai negara yang mengeluarkan stimulus relatif paling besar terhadap produk domestik bruto (PDB) negara tersebut. S&P Global Ratings mencatat stimulus yang diberikan Bahrain sepanjang pandemi setara dengan 32% dari PDB.

Akibat penerimaan negara yang turun karena pandemi Covid-19 dan penurunan harga minyak, defisit fiskal Bahrain diperkirakan mencapai double digit pada 2020. Meski begitu, pemerintah bersikukuh untuk tidak memberlakukan pajak baru.

Pemerintah Bahrain justru lebih memilih untuk mengelola belanja secara lebih pruden hingga 2022. "Kebijakan mobilisasi penerimaan pajak bisa menghambat pertumbuhan ekonomi," ujar Salman seperti dilansir gulfnews.com.

Baca Juga:
Otoritas Ini Usulkan Perubahan Aturan Pencegahan WP ke Luar Negeri

Saat ini, Bahrain sudah mampu membuka kembali aktivitas perekonomian dengan lebih cepat bila dibandingkan dengan negara-negara tetangganya. Hal ini dikarenakan berkat penerapan testing dan tracing Covid-19 yang ekstensif dan cepat.

Meski begitu, ekonomi Bahrain diekspektasikan akan terkontraksi hingga -4,9% pada 2020 dan akan tumbuh 2,3% pada 2021. "Periode terburuk pandemi sudah terlewati, sekarang kami memonitor sektor-sektor ekonomi yang masih terdampak pandemi," tutur Salman. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 09:30 WIB THAILAND

Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak

Senin, 23 Desember 2024 | 15:45 WIB STATISTIK KEBIJAKAN PAJAK

Pelayanan Kesehatan Medis Bebas PPN Indonesia, Bagaimana di Asean?

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra