KEBIJAKAN PAJAK

Tingkatkan Kontribusi WP Kaya, Perlu Solusi Administrasi dan Kebijakan

Muhamad Wildan | Kamis, 07 Maret 2024 | 11:05 WIB
Tingkatkan Kontribusi WP Kaya, Perlu Solusi Administrasi dan Kebijakan

Director Fiscal Research and Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji

JAKARTA, DDTCNews - Upaya peningkatan kontribusi dan kepatuhan wajib pajak orang kaya guna menekan ketimpangan memerlukan dukungan, baik dari sisi administrasi maupun dari sisi kebijakan perpajakan.

Director Fiscal Research and Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji mengatakan tak sedikit yurisdiksi yang berupaya untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak berpenghasilan tinggi melalui peningkatan transparansi.

"Jadi di sini bagaimana transparansi dan pemetaan secara administrasinya untuk orang-orang kaya itu menguasai modal di mana. Itu harus dioptimalkan," katanya, Kamis (7/3/2024).

Baca Juga:
WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Bawono menuturkan orang kaya memiliki akses terhadap pasar keuangan. Hal ini memungkinkan mereka menghindari pajak menggunakan skema yang kompleks. Oleh karena itu, transparansi pajak memiliki peran yang amat penting dalam upaya peningkatan kepatuhan.

Selain itu, lanjutnya, peningkatan transparansi pajak juga perlu didukung dengan perbaikan kualitas pemerintahan dan pelayanan publik. Menurutnya, aspek-aspek tersebut diperlukan untuk menciptakan kepatuhan sukarela.

Dia meyakini wajib pajak akan lebih patuh untuk membayar pajak apabila didukung dengan kepastian dalam sistem pajak, pelayanan publik yang baik, dan trust terhadap institusi pemerintahan.

Baca Juga:
DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

"Jadi, kuncinya bukan hanya di tarifnya, tetapi juga bagaimana mengagendakan kepatuhan sukarela dari wajib pajak," tuturnya.

Dari sisi kebijakan, lanjut Bawono, suatu yurisdiksi bisa mempertimbangkan untuk mengenakan pajak-pajak tertentu guna meningkatkan kontribusi dari wajib pajak orang kaya.

Contoh, kebijakan menerapkan pajak kekayaan, pajak warisan, hingga windfall tax. Saat ini, ketiga kebijakan itu mulai banyak dipertimbangkan oleh berbagai negara guna menjaga kontribusi pajak dari wajib pajak orang kaya.

Baca Juga:
Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

"Dalam skema windfall tax, ketika suatu sektor mendapatkan keuntungan yang lebih besar, misal karena commodity boom, itu ada pajak tambahan," ujar Bawono.

Di Indonesia, pemerintah juga berupaya meningkatkan kontribusi pajak dari wajib pajak-wajib pajak terkaya dengan memberlakukan tarif PPh orang pribadi sebesar 35% atas lapisan penghasilan kena pajak di atas Rp5 miliar.

Tak hanya itu, natura dan kenikmatan juga telah ditetapkan pemerintah sebagai objek pajak seiring dengan diterbitkannya UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Baca Juga:
Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Pendapatan Pasif

Lebih lanjut, Bawono menilai upaya peningkatan kontribusi pajak dari kelompok wajib pajak kaya perlu dilakukan dengan mempertimbangkan struktur penghasilan dari kelompok tersebut.

Berbeda dengan kelas menengah yang mayoritas penghasilannya berasal dari kegiatan usaha atau pekerjaan, lanjutnya, orang kaya memiliki struktur penghasilan yang kompleks.

Penghasilan yang diterima oleh wajib pajak orang kaya tidak hanya berupa upah, tetapi juga dari penghasilan pasif seperti dividen, bunga, dan royalti. Masalahnya, kebanyakan penghasilan pasif di Indonesia dikenai PPh secara final dengan tarif flat, bukan tarif progresif.

Baca Juga:
Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Untuk meningkatkan progresivitas sistem pajak, skema PPh final dengan tarif flat atas penghasilan pasif perlu ditinjau ulang.

"Ini menjadi pertanyaan dan pertimbangan di kemudian hari, apakah perlu melihat kembali skema PPh final atas penghasilan pasif? Kalau tidak, khawatirnya tarif 35% itu justru tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap penurunan ketimpangan," ujar Bawono. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja