PMK 112/2022

Ternyata Ini Alasan di Balik Penolakan Implementasi NIK sebagai NPWP

Muhamad Wildan | Selasa, 23 Agustus 2022 | 13:30 WIB
Ternyata Ini Alasan di Balik Penolakan Implementasi NIK sebagai NPWP

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) mengantisipasi potensi timbulnya penolakan terhadap implementasi nomor induk kependudukan (NIK) sebagai nomor pokok wajib pajak (NPWP).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan resistensi tersebut berpotensi muncul akibat adanya kesalahpahaman masyarakat atas kebijakan tersebut.

"Ada anggapan di masyarakat bahwa dengan berlakunya NIK sebagai NPWP, maka bayi yang baru saja lahir langsung wajib membayar pajak," ujar Neilmaldrin, Selasa (23/8/2022).

Baca Juga:
Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Anggapan tersebut tidak tepat karena meski NIK sekarang berlaku sebagai NPWP, kewajiban perpajakan baru muncul ketika syarat subjektif dan syarat objektif sebagai wajib pajak telah terpenuhi.

Kedua persyaratan tersebut terpenuhi bila WNI bertempat tinggal lebih dari 183 hari dalam 12 bulan telah menerima penghasilan di atas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dalam 1 tahun.

"Risiko tersebutlah yang DJP coba mitigasi agar kebijakan ini dapat diterima dengan baik di masyarakat," ujar Neilmaldrin.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Untuk diketahui, ketentuan mengenai penggunaan NIK sebagai NPWP telah tercantum dalam UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Dengan terbitnya PMK 112/2022, NIK resmi digunakan sebagai NPWP bagi wajib pajak orang pribadi penduduk sejak 14 Juli 2022.

Penduduk adalah warga negara Indonesia (WNI) dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.

Hingga 31 Desember 2023, baik NIK maupun NPWP format 15 digit sama-sama dapat digunakan untuk keperluan administrasi pajak. Mulai 1 Januari 2024, NIK secara resmi menjadi satu-satunya sarana yang digunakan wajib pajak untuk keperluan administrasi pajak. (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 09:07 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Coretax Diterapkan 1 Januari 2025, PKP Perlu Ajukan Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN MONETER

2025, BI Beli SBN di Pasar Sekunder dan Debt Switch dengan Pemerintah

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:30 WIB KABUPATEN KUDUS

Ditopang Pajak Penerangan Jalan dan PBB-P2, Pajak Daerah Tembus Target

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Harga Tiket Turun, Jumlah Penumpang Pesawat Naik 2,6 Persen

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:00 WIB KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Pembukuan dalam bidang Kepabeanan?

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:00 WIB KELAS PPN

Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%

Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:30 WIB LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN

Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan