JERMAN

Tarif Pajak Karbon Dinilai Masih Terlalu Rendah

Redaksi DDTCNews | Senin, 04 Januari 2021 | 16:05 WIB
Tarif Pajak Karbon Dinilai Masih Terlalu Rendah

Ilustrasi. (DDTCNews)

BERLIN, DDTCNews – Climate Alliance berpandangan besaran pungutan pajak yang ditetapkan Pemerintah Jerman pada tahun ini masih terlalu rendah untuk membantu mengatasi perubahan iklim dan pemanasan global.

Direktur Climate Alliance Christiane Averbeck mengatakan penetapan pajak karbon sebesar €25 atau setara dengan Rp425.800 untuk setiap ton emisi dari kendaraan bermotor dan pemanas ruangan tidak banyak membantu Jerman memenuhi komitmen dalam Kesepakatan Iklim Paris 2015.

"Pajak karbon dipatok terlalu rendah untuk bisa benar-benar mengubah perilaku," katanya dikutip Senin (4/1/2020).

Baca Juga:
Negara Ini Bakal Pangkas Tarif Bea Masuk Minuman Beralkohol

Averbeck menilai regulasi pajak karbon Jerman masih membuka ruang lebar untuk pengecualian pajak bagi industri tertentu. Menurutnya, hal tersebut menjadi tantangan untuk agenda ambisius Jerman melakukan transformasi ekonomi hijau.

Agenda yang dimaksud adalah mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 55% dari tingkat emisi pada 1990. Agenda ini ditargetkan mampu dicapai pada 2030. Kemudian membuat 65% sumber kebutuhan listrik nasional berasal dari energi baru dan terbarukan.

Pemerintah Angela Merkel menetapkan pajak karbon €25 per ton emisi karbon dioksida melalui perdebatan politik panjang. Pada tahap awal, pemerintah hanya mematok pajak karbon untuk emisi sektor transportasi dan pemanas ruangan sebesar €10 per ton emisi.

Baca Juga:
Ramai Lapor ke Otoritas, WP di Negara Ini Muak dengan Tax Evasion

Usulan kebijakan tersebut ditentang keras karena dinilai terlalu rendah. Koalisi pemerintah akhirnya menetapkan pajak karbon sebesar €25 per ton mulai 1 Januari 2021 dan akan naik secara bertahap. Besaran pajak karbon akan menyentuh angka €55 per ton emisi pada 2025.

"Pajak karbon diharapkan mampu mengumpulkan penerimaan €56,2 miliar dari perusahaan yang menghasilkan emisi karbondioksida selama 4 tahun ke depan," tutur pemerintah seperti dilansir thelocal.de.

Selain pajak karbon, upaya transformasi ekonomi hijau juga dilakukan dengan menutup pembangkit listrik tenaga batubara. Per 1 Januari 2021, pembangkit listrik 300 megawatt dari batubara yang sudah beroperasi sejak 1968 ditutup secara permanen. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Minggu, 20 Oktober 2024 | 14:00 WIB HONG KONG

Negara Ini Bakal Pangkas Tarif Bea Masuk Minuman Beralkohol

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN