Ilustrasi. (foto: Antara)
JAKARTA, DDTCNews - Anggota Komisi XI dari Fraksi Partai Gerindra, Heri Gunawan menyebut kenaikan tarif cukai rokok 2023 dan 2024 yang diumumkan oleh pemerintah ternyata belum dibahas bersama dengan Komisi XI DPR.
Dalam rapat APBN 2023 antara pemerintah dan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, telah disepakati pembahasan tarif cukai rokok perlu dilakukan di Komisi XI DPR paling lama 60 hari setelah APBN 2023 disetujui DPR dalam rapat paripurna.
"Belum [dibahas]. Baru saja masuk masa sidang," ujar Heri, Jumat (4/11/2022).
Senada, Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PKS Anis Byarwati mengatakan Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022-2023 baru dimulai pada 2 November 2022. Nanti, tergantung pimpinan Komisi XI DPR yang menentukan kenaikan tarif cukai rokok dibahas atau tidak.
"Kemungkinan akan dibahas di masa sidang ini atau tidak, tergantung pimpinan Komisi XI. Menurut Fraksi PKS, sebaiknya masalah ini [tarif cukai rokok] dibahas dulu," ujarnya.
Seperti diketahui, pemerintah baru saja mengumumkan rata-rata kenaikan tarif cukai hasil tembakau untuk 2 tahun sekaligus sebesar 10% pada 2023 dan 2024.
Pada sigaret kretek mesin (SKM) golongan I dan II, rata-rata kenaikan tarif cukai 11,5% hingga 11,75%. Untuk sigaret putih mesin (SPM) golongan I dan SPM II, tarif cukai naik 11% hingga 12%. Lalu, untuk sigaret kretek tangan (SKP) golongan I, II, dan III, tarif cukai naik 5%.
Selain rokok, kenaikan tarif cukai juga terjadi pada rokok elektrik dan hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL). Kenaikan tarif cukai rokok elektrik dan HPTL akan dilakukan dalam 5 tahun ke depan. Rata-rata tarif cukai rokok elektrik naik 15% dan HPTL naik 6% setiap tahun.
Menurut Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara, kenaikan tarif cukai rokok secara sekaligus untuk 2023 dan 2024 diperlukan untuk memberikan kepastian bagi masyarakat. "Kan bagus dengan dibikin begini. Menciptakan kepastian," ujar Suahasil.
Tarif cukai rokok ditingkatkan dengan mempertimbangkan berbagai aspek mulai dari prevalensi merokok, aspek ketenagakerjaan, hingga industri.
Salah satu masalah yang disoroti pemerintah adalah tingginya konsumsi rokok pada masyarakat miskin. Konsumsi rokok menempati posisi kedua terbesar pada rumah tangga miskin setelah beras, yaitu 12,21% untuk masyarakat miskin perkotaan dan 11,63% untuk masyarakat perdesaan.
Dengan kenaikan tarif cukai, keterjangkauan rokok diharapkan makin menurun dan prevalensi merokok dapat terus ditekan. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.