BERITA PAJAK HARI INI

Tarif Bea Keluar Ekspor Mineral Dipatok 10%

Redaksi DDTCNews | Selasa, 24 Januari 2017 | 09:07 WIB
Tarif Bea Keluar Ekspor Mineral Dipatok 10%

JAKARTA, DDTCNews – Pagi ini, Selasa (24/17) kabar datang dari pemerintah yang akan menaikkan batas tarif bea keluar ekspor mineral. Hal tersebut tertuang dalam revisi Peraturan Menteri Keuangan PMK 153/PMK.011/2014.

Aturan tersebut menetapkan bahwa pemerintah akan memberikan tarif maksimal 10% bagi perusahaan yang belum merealisasikan rencana pembangunan pabrik pemurnian atau smelter. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pembahasan sudah dilakukan di level teknis sesuai dengan surat Menteri ESDM.

Ia juga menambahkan akan ada perubahan pembagian layer atau tingkatan yang didasarkan pada kemajuan atau progress pembangunan smelter. Kabar lainnya datang dari berkembangnya isu SARA dan radikalisme yang menghambat repatriasi amnesti. Berikut ulasan ringkas beritanya:

Baca Juga:
Pembaruan Objek Penelitian PKP Berisiko Rendah untuk Cairkan Restitusi
  • Isu SARA dan Radikalisme Hambat Repatriasi Amnesti

Berkembangnya isu suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) dan radikalisme di Indonesia ditenggarai menjadi penyebab belum maksimalnya dana repatriasi dalam program amnesti pajak. Kepala Staf Wakil Presiden Sofjan Wanandi mengatakan pada awal pelaksanaan, pengusaha optimis terhadap amnesti pajak. Namun, setelah ada aksi demo November dan Desember 2016 di Jakarta, optimisme pengusaha menipis. Hal tersebut, membuat pengusaha yang membawa uangnya masuk ke dalam negeri juga masih menahan uangnya di perbankan dan belum menempatkannya di instrument investasi, terutama sektor riil.

  • Ditjen Pajak Ubah NPWP Jadi Uang Elektronik

Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak tengah menyiapkan langkah agar kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bisa menjadi alat transaksi keuangan. Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Pajak Yon Arsal mengatakan Ditjen Pajak akan mengubah kartu NPWP yang saat ini hanya sebagai kartu identitas wajib pajak, bisa berfungsi sebagai uang elektronik atau e-money. Oleh karena itu, selain harus menyiapkan perangkat teknologi informasi, pihaknya juga akan meminta dukungan pihak lain seperti, otoritas jasa keuangan (OJK).

  • Kebijakan Moneter Dipertahankan

Potensi kenaikan inflasi di negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia pada tahun ini diperkirakan tidak akan memantik respons masing-masing bank sentral untuk menambah dosis kebijakan moneternya. Edward Lee, Head of Asean Economic Research Standard Chartered Bank mengatakan ada dua kondisi yang membuat masing-masing bank sentral tidak akan mengetatkan kebijakan moneternya. Pertama, kenaikan inflasi masih berada pada kisaran target otoritas. Kedua, kenaikan tingkat tersebut disebabkan oleh sisi suplai terutama mulai naiknya harga komoditas.

Baca Juga:
Penjelasan DJP soal Hitung PPN dengan DPP 11/12 yang Tidak Otomatis
  • Pajak Progresif Picu Kenaikan Beban Emiten

Wacana pemerintah menerapkan kebijakan pajak progresif untuk objek lahan diperkirakan dapat mengerek beban emiten properti. Emiten menilai, penerapan pajak progresif bakal membuat biaya pengembangan menjadi lebih tinggi sehingga mengerek harga jual. Penerapan pajak progresif dinilai akan mengerek harga jual properti karena lahan merupakan bahan baku untuk pengembangan proyek. Tidak hanya itu, adanya pajak progresif ini juga akan membebani pengembang sehingga kapasitas ekspansi juga tergerus.

  • Ditjen Pajak Susuri Sektor yang Tumbuh Subur

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan akan melakukan pembedahan terkait dengan target pajak 2017. Sri Mulyani akan melihat sektor yang tumbuh tinggi, namun penerimaan pajaknya tumbuh negatif. Sehingga, tim reformasi pajak akan diminta untuk menganalisis dan membedah secara detail data pajak guna mencari potensi pajak. Menkeu juga akan melihat data-data yang basic, extra effort, hingga extraordinary effort. Setelah melihat potensinya, pemerintah juga akan melihat kemampuan otoritas pajak untuk mengejar WP potensial. (Amu)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 27 Januari 2025 | 08:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pembaruan Objek Penelitian PKP Berisiko Rendah untuk Cairkan Restitusi

Jumat, 24 Januari 2025 | 08:52 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Penjelasan DJP soal Hitung PPN dengan DPP 11/12 yang Tidak Otomatis

Kamis, 23 Januari 2025 | 13:39 WIB LITERASI PAJAK

Estafet Kepemimpinan DDTCNews, Tetap Terdepan Sajikan Informasi Pajak

Kamis, 23 Januari 2025 | 08:35 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Faktur yang Ditandatangani Melonjak, Kapasitas Unggah Coretax Naik

BERITA PILIHAN
Senin, 27 Januari 2025 | 10:00 WIB PMK 119/2024

Pemerintah Perinci Objek Penelitian atas PKP Berisiko Rendah

Senin, 27 Januari 2025 | 09:00 WIB KEBIJAKAN FISKAL

Siap-Siap SBN Ritel Perdana 2025! Besok Dirilis ORI027T3 dan ORI027T6

Senin, 27 Januari 2025 | 08:43 WIB LAYANAN PAJAK

Butuh Layanan Pajak? Kantor Pajak Baru Buka Lagi 30 Januari 2025

Senin, 27 Januari 2025 | 08:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pembaruan Objek Penelitian PKP Berisiko Rendah untuk Cairkan Restitusi

Senin, 27 Januari 2025 | 08:00 WIB KOTA PALANGKA RAYA

Bayar Pajak Sudah Serba Online, Kepatuhan WP Ditarget Membaik

Minggu, 26 Januari 2025 | 14:30 WIB PERATURAN PAJAK

Soal DPP Nilai Lain atas Jasa Penyediaan Tenaga Kerja, Ini Kata DJP

Minggu, 26 Januari 2025 | 13:30 WIB PERDAGANGAN KARBON

Luncurkan Perdagangan Karbon Internasional di IDXCarbon, Ini Kata BEI

Minggu, 26 Januari 2025 | 13:00 WIB AMERIKA SERIKAT

Tarif Bea Masuk Trump terhadap 2 Negara Ini Lebih Tinggi dari China