Calon wakil presiden nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka saat debat calon wakil presiden Pemilu 2024 di JCC, Jakarta, Jumat (22/12/2023). Debat kedua Pemilu 2024 diikuti tiga cawapres yang mengangkat tema ekonomi kerakyatan, ekonomi digital, keuangan, investasi pajak, perdagangan, pengelolaan APBN/APBD, infrastruktur, dan perkotaan. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/tom.
JAKARTA, DDTCNews - Cawapres Mahfud MD memanfaatkan sesi debat untuk mempertanyakan target rasio pajak (tax ratio) yang diusung pasangan capres-cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebesar 23%.
Mahfud mengatakan target tax ratio Prabowo-Gibran terlampau tinggi untuk ukuran ekonomi Indonesia. Dalam hitungannya, Indonesia membutuhkan pertumbuhan ekonomi sebesar setidaknya 10% agar target tax ratio tersebut tercapai.
"Dalam simulasi kami, angka itu hampir tidak masuk akal karena pertumbuhan ekonomi bisa 10%. Padahal selama ini pertumbuhan ekonomi 5% [sampai] 6%. Lalu bagaimana Anda mau menaikkan pajak?" katanya dalam dalam debat, Jumat (22/12/2023).
Mendapat pertanyaan tersebut, Gibran menuturkan telah memiliki 3 strategi. Pertama, membentuk badan penerimaan negara yang dikomandoi langsung oleh presiden.
Dia menilai pembentukan badan khusus ini akan mempermudah koordinasi di antara kementerian terkait sehingga upaya optimalisasi penerimaan pajak makin efektif. Dalam hal ini, Ditjen Pajak (DJP) dan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) bakal dilebur untuk menjalankan tugas yang hanya berfokus pada penerimaan.
Kedua, pasangan Prabowo-Gibran berupaya meningkatkan peran digitalisasi dalam sistem pajak. Dia juga menyinggung langkah pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (PSIAP) atau coretax administration system (CTAS) yang saat ini tengah berjalan.
Dia menjelaskan implementasi CTAS akan memperbaiki proses bisnis, administrasi, dan pelayanan pajak.
"Misalnya nanti ketika sistem keluar, ketika kita akan melaporkan SPT Tahunan, kita tidak perlu lagi mengisi dan menghitung karena sistemnya sudah prepopulated sehingga tinggal klik, klik, klik, konfirmasi, selesai," ujarnya.
Ketiga, Gibran menyebut pentingnya mendorong pertumbuhan ekonomi melalui investasi, terutama yang berfokus pada hilirisasi. Apabila investasi meningkat, penerimaan pajak juga bakal terkerek.
Menurutnya, Indonesia memiliki potensi besar untuk melakukan hilirisasi. Selain nikel, komoditas yang potensial dilakukan hilirisasi antara lain tembaga, bauksit, timah, bioetanol, biodiesel.
Melalui hilirisasi yang serius dan berkelanjutan, dia meyakini Indonesia bahkan berpeluang menjadi raja energi dunia.
Usai mendapat jawaban dari Gibran, Mahfud kembali bertanya mengenai strategi meningkatkan penerimaan pajak sekaligus pertumbuhan ekonomi. Alasannya, insentif pajak yang selama ini banyak ditawarkan pemerintah ternyata tidak terlalu menarik bagi investor.
Di sisi lain, dia mengingatkan kebijakan meningkatkan penerimaan pajak melalui kenaikan tarif juga dapat menimbulkan penolakan dari masyarakat.
"Hati-hati lho, rakyat itu sensitif kalau pajak dinaikkan karena kita sudah berkali-kali menawarkan tax amnesty juga enggak jelas hasilnya. Juga insentif pajak sudah ditawarkan oleh pemerintah, tetapi enggak ada yang mau," katanya.
Setelahnya, Gibran kembali menjawab komitmen untuk melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi pajak. Dia mencontohkan program integrasi nomor pokok wajib pajak (NPWP) orang pribadi dengan nomor induk kependudukan (NIK) yang cocok untuk memperluas basis pajak.
"Saya tahu pasti pada negative thinking. Tidak, kita tidak akan memberatkan UMKM. Yang di bawah omzetnya Rp500 juta, pajaknya nol. Kepingin modal Rp200 juta, KUR, tanpa agunan, enggak ada yang memberatkan," imbuhnya. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.