Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Tidak optimalnya kinerja pada 2020 membuat target pertumbuhan penerimaan pajak pada tahun ini naik dari estimasi awal. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (7/1/2021).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan realisasi penerimaan pajak 2020 senilai Rp1.070,0 triliun atau 89,3% dari target APBN 2020 yang sudah diubah melalui Perpres 72/2020 senilai Rp1.198,8 triliun. Realisasi pajak itu mengalami kontraksi 19,7% dibandingkan tahun lalu.
Menurutnya, kinerja tersebut dipengaruhi dua faktor. Pertama, aktivitas ekonomi yang melemah. Kedua, pemerintah memberikan insentif perpajakan yang sangat luas. Beberapa insentif yang dimaksud adalah PPh Pasal 21 DTP, diskon angsuran PPh Pasal 25, dan potongan tarif PPh badan.
“Penurunan [penerimaan] pajak karena adanya penurunan kegiatan ekonomi dan banyaknya [pemberian] insentif,” ujar Sri Mulyani. Simak artikel ‘Penerimaan Pajak 2020 Minus 19,7%, Ini Data Lengkapnya’.
Performa pada 2020 membuat target penerimaan pajak pada 2021 secara otomatis naik. Awalnya, jika target 2020 yang telah diturunkan dengan Perpres 72/2020 tercapai, target tahun ini Rp1.229,6 triliun hanya tumbuh 2,6%. Namun, karena realisasinya hanya 89,3%, target tahun ini tumbuh 14,9%.
Selain mengenai kinerja penerimaan pajak pada 2020 dan dampaknya pada target tahun ini, ada juga bahasan tentang terbitnya peraturan baru mengenai pembuatan bukti pemotongan/pemungutan unifikasi dan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Masa pajak penghasilan (PPh) unifikasi.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan realisasi setoran penerimaan pajak dari semua sektor usaha utama pada 2020 tercatat negatif, termasuk sektor manufaktur yang biasanya menjadi andalan penerimaan.
Sri Mulyani mengatakan penerimaan pajak dari sektor industri pengolahan hingga akhir Desember 2020 tercatat terkontraksi 20,21%. Kontraksi itu jauh lebih dalam dibandingkan dengan penerimaan pajak dari sektor industri pengolahan pada 2019 yang minus 2,29%. Simak artikel ‘Menkeu: Penerimaan Pajak Semua Sektor Alami Tekanan Tanpa Terkecuali’. (DDTCNews/Bisnis Indonesia/Kontan)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan realisasi penerimaan PPh badan tercatat minus 37,8%. Pemberian potongan angsuran PPh Pasal 25 serta penurunan tarif PPh badan memengaruhi kinerja penerimaan. "PPh badan kita mengalami kontraksi yang sangat dalam," katanya.
Sri Mulyani mengatakan kontraksi penerimaan PPh badan disebabkan menurunnya aktivitas usaha akibat pandemi Covid-19. Menurutnya, banyak korporasi atau dunia usaha yang mengalami kontraksi sangat berat karena pandemi sehingga langsung berdampak pada penerimaan PPh badan. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan pengamanan penerimaan negara pada 2021 masih akan menghadapi tantangan sangat berat akibat pandemi virus Corona. Pemerintah, sambung Sri Mulyani, akan melakukan berbagai upaya untuk mencapai target tersebut.
"Target penerimaan negara tersebut menghadapi tantangan yang sangat berat dengan kondisi dunia usaha yang masih terdampak Covid-19 dan belum sepenuhnya pulih," katanya. (DDTCNews)
Dirjen pajak menerbitkan Peraturan Dirjen Pajak No. PER-23/PJ/2020. Beleid yang berlaku mulai 28 Desember 2020 ini mencabut PER-20/PJ/2019. Otoritas menyatakan PER-20/PJ/2019 perlu diganti untuk lebih memberikan kemudahan serta kepastian hukum.
Dalam Pasal 2 ditegaskan pemotong/pemungut PPh wajib membuat bukti pemotongan/pemungutan unifikasi dan menyerahkannya kepada pihak yang dipotong dan/atau dipungut. Kemudian, mereka wajib melaporkan kepada Ditjen Pajak (DJP) menggunakan SPT Masa PPh unifikasi.
SPT Masa PPh unifikasi meliputi beberapa jenis PPh, yaitu PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, dan PPh Pasal 26. Bukti pemotongan/pemungutan unifikasi dan SPT Masa PPh unifikasi berbentuk formulir kertas atau dokumen elektronik yang dibuat dan disampaikan melalui aplikasi e-bupot unifikasi. Simak artikel ‘Ini Kriteria Pemakaian 2 Bentuk Bukti Pot/Put & SPT Masa PPh Unifikasi’. (DDTCNews)
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara berharap semua badan usaha milik negara (BUMN) dapat melakukan integrasi data perpajakan dengan DJP. Langkah ini akan memudahkan dari sisi BUMN sebagai wajib pajak dan DJP. Integrasi data tersebut sangat penting, terutama dalam konteks ekstensifikasi jenis pajak pertambahan nilai (PPN).
Hingga akhir tahun lalu, DJP gencar menjalin kerja sama integrasi data perpajakan dengan BUMN. Tercatat ada 14 BUMN yang telah menandatangani memorandum of understanding (MoU) dan 6 BUMN yang sudah masuk dalam tahap general ledger tax mapping.
“Kalau saya sih penginnya, idealnya, semua BUMN begitu. Habis itu, kalau ada swasta yang mau, jauh lebih bagus lagi. Jadi real time connection-nya itu akan jadi basis data. Bukan hanya DJP yang dapat data tapi unit usahanya itu jadi lebih simpel. Semua compliance PPN-nya ada di sana,” katanya. (DDTCNews) (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.