Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah dan Badan Anggaran (Banggar) DPR menyepakati target penerimaan pajak pada tahun depan naik Rp2 triliun atau 0,1% dari usulan pemerintah dalam RAPBN 2024. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (20/9/2023).
Anggota Banggar DPR Nurul Arifin mengatakan kenaikan target penerimaan terjadi pada pos pajak pertambahan nilai/pajak penjualan atas barang mewah (PPN/PPnBM) serta pajak bumi dan bangunan (PBB). Kenaikan dipengaruhi perubahan asumsi makroekonomi dalam RAPBN 2024.
"Penerimaan pajak [usulan pemerintah senilai] Rp1.986,87 triliun, kesepakatan menjadi Rp1.988,87 triliun," katanya. Simak pula ‘Disetujui Banggar, RUU APBN 2024 Segera Dibawa ke Paripurna DPR’.
Nurul memerinci target penerimaan PPN/PPnBM berubah dari usulan Rp810,36 triliun menjadi Rp811,36 triliun. Sementara untuk target penerimaan PBB, nilainya berubah dari Rp26,18 triliun menjadi Rp27,18 triliun.
Adapun untuk target penerimaan pajak pada pos lainnya tidak mengalami perubahan sehingga sama dengan usulan pemerintah. Target penerimaan pajak penghasilan (PPh) migas senilai Rp76,37 triliun, PPh nonmigas Rp1.063,4 triliun, serta pajak lainnya Rp10,54 triliun.
Sebagai informasi pemerintah dan Banggar DPR telah menyepakati kenaikan Indonesia crude price (ICP) dari US$80 per barel menjadi US$82 per barel. Sementara itu, lifting minyak juga naik dari 625.000 barel per hari menjadi 635.000 barel per hari.
Adapun untuk asumsi dasar makroekonomi yang lain tidak mengalami perubahan. Pertumbuhan ekonomi 5,2%, inflasi 2,8%, nilai tukar rupiah US$15.000 per dolar Amerika Serikat (AS), suku bunga SBN 10 tahun 6,7%, serta lifting gas 1,03 juta barel setara minyak per hari.
Selain mengenai kenaikan target penerimaan pajak dalam RAPBN 2024, ada pula ulasan terkait dengan e-tax court. Kemudian, ada pula pernyataan resmi dari Ditjen Pajak (DJP) mengenai pemeriksaan pajak.
Beberapa kebijakan teknis pajak yang akan diterapkan untuk mencapai target Rp1.988,87 triliun pada 2024 antara lain perluasan basis pajak melalui tindak lanjut Program Pengungkapan Sukarela (PPS) serta implementasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Kemudian, otoritas akan melakukan penguatan kegiatan ekstensifikasi pajak serta pengawasan terarah berbasis kewilayahan untuk menjangkau seluruh potensi di setiap wilayah.
Kemudian, fokus kegiatan perencanaan penerimaan yang lebih terarah dan terukur melalui implementasi penyusunan daftar sasaran prioritas pengamanan penerimaan pajak (DSP4) dengan prioritas pengawasan atas orang kaya, wajib pajak grup, transaksi afiliasi, dan ekonomi digital.
Pemerintah juga akan mengoptimalisasi implementasi coretax administration system melalui perbaikan layanan perpajakan, pengelolaan data yang berbasis risiko serta tindak lanjut kegiatan interoperabilitas data pihak ketiga. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)
Pemohon banding dan kuasa hukum yang mengajukan dokumen-dokumen melalui aplikasi e-tax court tidak perlu lagi mengajukan dokumen secara fisik ke loket Pengadilan Pajak. Jika permohonan diajukan secara elektronik (e-tax court) dan manual, Pengadilan Pajak akan memilih.
"Saat ini, tetap hanya salah satu yang digunakan dalam rangka persidangan. Itu adalah kewenangan dari wakil ketua Pengadilan Pajak untuk menentukan apakah dia jalurnya masuk melalui manual atau online," ujar Tim Pengembang e-Tax Court Arief Taufik Budiman.
Apabila pemohon banding atau kuasa hukum sudah menyampaikan dokumen melalui e-tax court maka tidak ada urgensi penyampaian kembali dokumen yang sama secara manual. "Kami meng-encourage Bapak dan Ibu untuk men-submit dokumen lewat aplikasi e-tax court,” imbuhnya. (DDTCNews)
DJP menegaskan selalu bersikap profesional serta menjunjung tinggi integritas berdasarkan peraturan perundang-undangan saat melakukan edukasi, pengawasan, dan pemeriksaan. Simak ‘DJP Sebut Pemeriksaan Pajak Tidak Didasarkan pada Alasan Subjektif’.
Pemeriksaan, sambung DJP, dilakukan dalam hal wajib pajak mengajukan permohonan pengembalian pajak (restitusi). Pemeriksaan juga dilakukan untuk menguji kepatuhan wajib pajak dengan analisis risiko berdasarkan data pihak ketiga yang diterima oleh DJP (compliance risk management/CRM). (DDTCNews)
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengatakan transaksi keuangan mencurigakan yang berpotensi terkait dengan pencucian uang selalu naik lebih dari 100% menjelang pemilu.
Berkaca pada hal tersebut, Ivan mengatakan pihaknya berkomitmen untuk mencegah agar dana hasil kejahatan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) tidak digunakan untuk pendanaan kampanye pemilu. Simak ‘PPATK: Transaksi Mencurigakan Selalu Naik 100 Persen Jelang Pemilu’.
"Concern PPATK adalah bagaimana uang-uang hasil kejahatan itu tidak lari untuk pembiayaan kontestasi politik. PPATK sangat serius bekerja sama dengan stakeholder untuk menjaga kontestasi politik ini benar-benar adu gagasan, bukan adu kekuatan uang," ujar Ivan. (DDTCNews) (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.