PERUBAHAN IKLIM

Tangani Emisi Gas Rumah Kaca, Indonesia Dapat Dana Rp1,52 Triliun

Dian Kurniati | Kamis, 27 Agustus 2020 | 14:26 WIB
Tangani Emisi Gas Rumah Kaca, Indonesia Dapat Dana Rp1,52 Triliun

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers. (tangkapan layar Youtube Kemenkeu)

JAKARTA, DDTCNews – Indonesia memperoleh kucuran dana US$103,78 juta atau Rp1,52 triliun sebagai pembayaran berbasis hasil (result base payment/RBP) dari komunitas global di bawah Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFCCC), Green Climate Fund (GCf).

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan kucuran dana itu diberikan kepada negara berkembang dalam upaya memitigasi perubahan iklim. Salah satunya melalui pengendalian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sebagai upaya penurunan deforestasi dan degradasi hutan.

"Hal ini menjadi bukti komitmen dan kinerja Indonesia dalam pengendalian perubahan iklim," katanya, Kamis (27/8/2020).

Baca Juga:
Perdagangan Karbon Luar Negeri Dimulai, Bursa Karbon Bakal Lebih Ramai

Siti mengatakan Indonesia telah berjanji akan berkontribusi menurunkan emisi gas rumah kaca sampai 29% dan apabila dengan dukungan internasional mencapai 40%. Progres penurunan emisi harus dilaporkan untuk memperoleh verifikasi dari tim teknis independen yang ditunjuk Sekretariat UNFCCC.

Hasil verifikasi itulah yang menjadi dasar pemberian kucuran dana untuk Indonesia. Menurut Siti, dana itu juga harus digunakan untuk kegiatan pengurangan emisi gas rumah kaca akibat karhutla atau reduksi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (reducing emissions from deforestation and forest degradation/REDD+).

Siti mengklaim angka deforestasi hutan menunjukkan tren menurun sejak 1996. Pada periode 1996-2000, angka deforestasi mencapai 3,51 juta hektar per tahun. Namun, pada periode 2011-2017 angka deforestasi hanya 674.000 hektar per tahun.

Baca Juga:
Beda dengan EoDB, B-Ready World Bank Tak Cantumkan Ranking per Negara

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menambahkan Indonesia menjadi negara pertama di luar Amerika Latin yang mengakses dana tersebut. Dana itu akan diberikan setelah Indonesia mampu mengurangi emisi 20,25 juta ton pada 2014—2016.

Menurutnya, kucuran dana yang diperoleh Indonesia lebih besar dibanding negara lain. Misalnya, Brasil mendapat senilai US$96,45 juta pada 2018, Ekuador US$18,57 juta pada 2019, Cile US$63,60 juta pada 2019, serta Paraguay US$50 juta pada 2019.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menyebut Kementerian Keuangan juga turut memberikan dukungan untuk menekan emisi gas rumah kaca di Indonesia. "Kita butuh dana sangat besar dalam rangka bisa menjalankan NDC [nationally determined contribution] kita. Untuk itu, Kemenkeu sudah mengembangkan climate budget tagging," ujarnya.

Baca Juga:
Indikator B-Ready, Cakupan Penilaian Atas Aspek Pajak Diperluas

Sejak 2016, alokasi anggaran untuk mengatasi perubahan iklim rata-rata senilai Rp89,6 triliun per tahun. Artinya, sejak 2020 Indonesia telah mendanai sekitar 34% dari total kebutuhan pembiayaan perubahan iklim hingga 2020 yang diperkirakan mencapai Rp3.461 triliun.

Selain mengalokasian dana, Sri Mulyani juga mendukung penanganan emisi melalui instrumen fiskal, yakni memberikan tax holiday dan tax allowance untuk sektor energi terbarukan. Ada pula pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) dan bea masuk untuk sektor energi terbarukan, termasuk di dalamnya energi panas bumi. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 25 Januari 2025 | 08:00 WIB PERDAGANGAN KARBON

Perdagangan Karbon Luar Negeri Dimulai, Bursa Karbon Bakal Lebih Ramai

Jumat, 01 November 2024 | 16:30 WIB LAPORAN WORLD BANK

Beda dengan EoDB, B-Ready World Bank Tak Cantumkan Ranking per Negara

Jumat, 01 November 2024 | 13:30 WIB LAPORAN WORLD BANK

Indikator B-Ready, Cakupan Penilaian Atas Aspek Pajak Diperluas

Rabu, 30 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEMUDAHAN BERUSAHA

World Bank Rilis B-Ready, Indikator Kemudahan Usaha Pengganti EoDB

BERITA PILIHAN
Rabu, 12 Februari 2025 | 11:04 WIB CORETAX SYSTEM

Banyak Keluhan terkait Coretax, Ombudsman Ingatkan DJP Soal Ini

Rabu, 12 Februari 2025 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PERPAJAKAN

Gebrakan Kebijakan Bea Masuk Presiden AS Donald Trump

Rabu, 12 Februari 2025 | 10:45 WIB CORETAX SYSTEM

Efek Coretax ke Penerimaan, DJP Pantau Setoran Pajak Jelang Deadline

Rabu, 12 Februari 2025 | 10:30 WIB KANWIL DJP SUMATERA UTARA II

PPN yang Dipungut Tak Disetor ke Kas Negara, WP Ditahan Kejari

Rabu, 12 Februari 2025 | 09:45 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Biar PPh 21-nya Ditanggung Pemerintah, NIK-NPWP Pegawai Harus Padan

Rabu, 12 Februari 2025 | 09:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sri Mulyani Beberkan Capaian Insentif Pajak dalam Menarik Investasi

Rabu, 12 Februari 2025 | 09:27 WIB KURS PAJAK 12 FEBRUARI 2025 - 18 FEBRUARI 2025

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah Terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Rabu, 12 Februari 2025 | 08:38 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pentingnya Coretax dan Komitmen Sri Mulyani Benahi Sistem Pajak

Selasa, 11 Februari 2025 | 21:45 WIB CORETAX SYSTEM

Coretax Tak Bisa Diakses Sementara Selama 3 Jam Malam Ini

Selasa, 11 Februari 2025 | 18:38 WIB DDTC ACADEMY - TAX UPDATE WEBINAR

Hadapi Rezim 11/12 dalam Sistem PPN di Indonesia, Ikuti Webinar Ini