Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Realisasi insentif perpajakan yang telah diberikan pemerintah pada tahun lalu mencapai 11,5% dibandingkan realisasi penerimaan negara pada pos tersebut.
Dalam konferensi pers Nota Keuangan dan RAPBN 2019, Kamis (16/8/2018), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan realisasi belanja pajak pada 2017 mencapai Rp154,4 triliun atau 11,5% dibandingkan realisasi penerimaan perpajakan tahun lalu Rp1.343,5 triliun.
“Ini cukup besar. Jumlah insentif pajak senilai Rp154,4 triliun pada tahun lalu itu sekitar 1,14% dari PDB [produk domestik bruto],” tuturnya.
Belanja pajak (tax expenditure) merupakan penerimaan perpajakan yang hilang atau berkurang akibat adanya ketentuan khusus yang berbeda dari sistem pemajakan secara umum. Ini menyasar sebagian subjek dan objek pajak dengan persyaratan tertentu.
Nilai tersebut terbagi atas pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) senilai Rp125,4 triliun, pajak penghasilan (PPh) Rp20,2 triliun, serta bea masuk (BM) dan cukai Rp8,8 triliun.
Nilai insentif yang digelontorkan pada 2017 itu naik tipis dibandingkan dengan realisasi pada 2016 yang mencapai Rp143,4 triliun. Angka tercatat sekitar 11,2% dibandingkan realisasi penerimaan perpajakan pada 2016 senilai Rp1.285 triliun atau sekitar 1,15% PDB.
Pada 2016, realisasi belanja pajak itu mencakup PPN dan PPnBM senilai Rp114,3 triliun, PPh Rp20,5 triliun, serta BM dan cukai senilai Rp8,7 triliun. Dengan demikian, ada kenaikan dari pos PPN dan PPnBM serta BM dan cukai.
Otoritas fiskal, sambung Sri Mulyani, akan konsisten memberikan insentif pajak dan bea cukai untuk menjaga agar ada peningkatan investasi dan ekspor. Beberapa insentif ini a.l. berupa tax holiday, tax allowance, BM ditanggung pemerintah, dan insentif kawasan. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.