UTANG LUAR NEGERI

Swasta Rem Utang Luar Negeri Lebih Dalam, Ada Apa?

Redaksi DDTCNews | Senin, 17 Februari 2020 | 12:27 WIB
Swasta Rem Utang Luar Negeri Lebih Dalam, Ada Apa?

Ilustrasi Bank Indonesia.

JAKARTA, DDTCNews – Utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir kuartal IV/2019 tercatat senilai US$404,3 miliar (sekitar Rp5.533,89 triliun). Angka ini mengalami pertumbuhan 7,7% secara tahunan.

Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), ULN Indonesia pada akhir kuartal IV/2019 tersebut terbagi atas utang pemerintah dan bank sentral US$202,9 miliar serta utang swasta – termasuk BUMN – senilai US$201,4 miliar.

“ULN Indonesia tersebut tumbuh sebesar 7,7% (yoy), menurun dibandingkan dengan pertumbuhan ULN pada triwulan sebelumnya sebesar 10,4% (yoy). Perkembangan tersebut disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan ULN pemerintah dan ULN swasta,” jelas BI, Senin (17/2/2020).

Baca Juga:
BI Buka Ruang untuk Kembali Turunkan Suku Bunga

ULN pemerintah pada akhir kuartal IV/2019 tercatat tumbuh 9,1% menjadi US$199,9 miliar. Pertumbuhan itu lebih rendah dibandingkan kuartal sebelumnya 10,3%. ULN swasta tercatat tumbuh 6,5%, turun dari posisi akhir kuartal sebelumnya 10,8%.

Pertumbuhan ULN pemerintah,sambung BI, ditopang oleh arus masuk investasi nonresiden pada surat berharga negara (SBN) domestik dan penerbitan dual currency global bonds dalam mata uang dolar AS dan euro.

Dalam keterangan resminya, otoritas menilai kondisi tersebut masih mencerminkan kepercayaan investor terhadap prospek perekonomian domestik yang tinggi dan imbal hasil aset keuangan domestik yang tetap menarik, serta ketidakpastian pasar keuangan global yang menurun.

Baca Juga:
Inflasi Diekspektasikan Rendah, BI Pangkas Suku Bunga Acuan Jadi 5,75%

Pengelolaan ULN pemerintah diprioritaskan untuk membiayai pembangunan, dengan porsi terbesar pada beberapa sektor produktif yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Sektor yang dimaksud adalah sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (19,1% dari total ULN pemerintah), sektor konstruksi (16,6%), sektor jasa pendidikan (16,2%), sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (15,4%), serta sektor jasa keuangan dan asuransi (13,3%).

Sementara, perkembangan ULN swasta oleh perlambatan ULN lembaga keuangan dari 6,8% menjadi 2,9%, serta perlambatan ULN perusahaan bukan lembaga keuangan (PBLK) dari 12,1% menjadi 7,6%.

Baca Juga:
Tak Patuhi Aturan DHE SDA, DJBC Blokir Layanan Ekspor 176 Perusahaan

Secara sektoral, ULN swasta didominasi oleh sektor jasa keuangan & asuransi, sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas & udara (LGA), sektor industri pengolahan, dan sektor pertambangan & penggalian. Pangsa ULN keempat sektor tersebut terhadap total ULN swasta mencapai 76,9%.

Otoritas moneter menilai struktur ULN Indonesia masih tetap sehat didukung penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolannya. Kondisi tersebut tercermin dari beberapa indikator, salah satunya adalah rasio ULN terhadap produk domestik bruto (PDB) kuartal Iv/2019 sebesar 36,1% atau relatif stabil dibandingkan pada posisi kuartal sebelumnya.

Selain itu, struktur ULN Indonesia tetap didominasi oleh ULN berjangka panjang dengan porsi sebesar 88,3% dari total ULN. BI melihat ULN Indonesia masih terkendali dengan struktur yang tetap sehat.

Baca Juga:
Efek Pajak hingga Utang, Cadangan Devisa Naik Jadi US$155,7 Miliar

Otoritas moneter akan terus berkoordinasi dengan pemerintah untuk memantau perkembangan ULN yang didikung dengan penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya. Peran ULN juga akan dioptimalkan.

“Peran ULN akan terus dioptimalkan dalam menyokong pembiayaan pembangunan, dengan meminimalisasi risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian,” imbuh BI. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 28 Januari 2025 | 08:30 WIB KEBIJAKAN MONETER

BI Buka Ruang untuk Kembali Turunkan Suku Bunga

Rabu, 15 Januari 2025 | 16:25 WIB KEBIJAKAN MONETER

Inflasi Diekspektasikan Rendah, BI Pangkas Suku Bunga Acuan Jadi 5,75%

Sabtu, 11 Januari 2025 | 13:37 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Tak Patuhi Aturan DHE SDA, DJBC Blokir Layanan Ekspor 176 Perusahaan

Kamis, 09 Januari 2025 | 15:00 WIB KINERJA MONETER

Efek Pajak hingga Utang, Cadangan Devisa Naik Jadi US$155,7 Miliar

BERITA PILIHAN
Jumat, 31 Januari 2025 | 17:15 WIB DDTC ACADEMY - INTENSIVE COURSE

Wah, Transaksi Intragrup Naik! Perlu Paham Transfer Pricing

Jumat, 31 Januari 2025 | 16:11 WIB CORETAX SYSTEM

Bermunculan Surat Teguran yang Tak Sesuai di Coretax? Jangan Khawatir!

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:47 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Banyak Tantangan, Insentif Fiskal Jadi Andalan untuk Jaga Pertumbuhan

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:31 WIB KEBIJAKAN PAJAK

WP Tax Holiday Terdampak Pajak Minimum Global, PPh Badan Turun Lagi?

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:11 WIB KEBIJAKAN INVESTASI

Supertax Deduction Kurang Laku, Ternyata Banyak Investor Tak Tahu

Jumat, 31 Januari 2025 | 14:30 WIB PROVINSI JAWA BARAT

Demi Kejar Pajak, Dinas ESDM Petakan Ulang Sumur Air Tanah di Daerah

Jumat, 31 Januari 2025 | 13:45 WIB PAJAK MINIMUM GLOBAL

Ada Pajak Minimum Global, RI Cari Cara Biar Insentif KEK Tetap Menarik

Jumat, 31 Januari 2025 | 13:25 WIB TAX CENTER UNIVERSITAS ADVENT SURYA NUSANTARA

Gratis untuk Umum! Sosialisasi Soal Coretax, PPN 12%, dan SAK EMKM-EP

Jumat, 31 Januari 2025 | 11:17 WIB PENGADILAN PAJAK

Persiapan Persidangan di Pengadilan Pajak yang Wajib Pajak Perlu Tahu

Jumat, 31 Januari 2025 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Kriteria Entitas Dana Investasi yang Dikecualikan Pajak Minimum Global