Direktur Perpajakan Internasional DJP John Hutagaol.
JAKARTA, DDTCNews – Otoritas akan segera merevisi peraturan dirjen (perdirjen) pajak mengenai kesepakatan harga transfer (Advance Pricing Agreement/APA).
Nantinya, Peraturan Dirjen Pajak No. PER-69/PJ/2010 akan diubah. Langkah ini merupakan implikasi keluarnya Peraturan Menteri Keuangan No.22/PMK.03/2020. Simak artikel ‘Beleid Lama Dicabut, Ini PMK Baru Soal Advance Pricing Agreement’.
Direktur Perpajakan Internasional DJP John Hutagaol mengatakan ada beberapa aspek yang dipertimbangkan masuk dalam perdirjen pajak yang baru. Salah satunya adalah insentif bagi wajib pajak untuk dapat mengajukan proposal APA sesuai kondisi pandemi Covid dalam hal terdampak.
“Kita akan memberikan semacam pengecualian pada 2020 dan mungkin 2021. Dengan demikian, wajib pajak dimungkinkan untuk diberi pengecualian khusus untuk tahun dimana Covid-19 ini sangat berdampak di Indonesia. Ini kita atur pada perdirjen," ujar John, Kamis (16/7/2020).
Seperti diketahui, dalam PMK 22/2020, ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi agar wajib pajak dapat mengajukan APA. Salah satunya adalah usulan penentuan harga transfer dalam permohonan APA dibuat berdasarkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha.
Penentuan harga transfer itu tidak mengakibatkan laba operasi wajib pajak lebih kecil daripada laba operasi yang telah dilaporkan dalam surat pemberitahuan (SPT) tahunan pajak penghasilan (PPh) badan tiga tahun pajak sebelum tahun pajak diajukannya permohonan APA.
John tidak menjelaskan lebih detail skema insentif tersebut. Namun, selain insentif bagi wajib pajak terdampak Covid-19, dalam perdirjen itu juga akan memuat opsi bagi wajib pajak untuk melakukan perundingan APA Unilateral (UAPA) bila perundingan APA Bilateral (BAPA) dihentikan karena tidak tercapainya kesepakatan atau dicabutnya permohonan BAPA.
“Ini sudah kita temukan beberapa wajib pajak memanfaatkan opsi ini. Ini akan kita atur lebih jelas pada peraturan dirjen pajak," ujar John.
Lebih lanjut, John menerangkan prosedur pembatalan APA juga akan dipertegas melalui perdirjen pajak. Nantinya, wajib pajak akan diberikan waktu untuk mengklarifikasi data yang diperoleh DJP sebelum APA dibatalkan.
Selain itu, peraturan dirjen pajak terkait dengan APA juga akan memberikan kepastian hukum berupa penegasan mengenai dokumen wajib pajak selama proses penentuan APA yang tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
"Ini kita atur agar ada kepastian hukum bagi wajib pajak," imbuh John.
Untuk diketahui, yang dimaksud dengan APA adalah perjanjian tertulis antara DJP dengan wajib pajak atau DJP dan otoritas mitra perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) yang melibatkan wajib pajak, untuk menyepakati kriteria-kriteria dalam penentuan harga transfer dan/atau menentukan harga wajar atau laba dimuka. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.