Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato Nota Keuangan dan RAPBN 2019 pada Rapat Paripurna DPR, Kamis (16/8/2018). (DDTCNews-Setkab RI)
JAKARTA, DDTCNews – Penerimaan perpajakan bakal menyumbang 83,1% dari total pendapatan negara pada tahun depan. Lantas, bagaimana arah kebijakan perpajakan pada 2019?
Dalam rapat paripurna DPR, Kamis (16/8/2018) Presiden Joko Widodo mengatakan arah kebijakan perpajakan pada tahun yakni mengumpulkan sumber pendapatan negara dari kegiatan ekonomi nasional serta mendorong peningkatan kepatuhan.
“Melalui reformasi administrasi perpajakan yang lebih sederhana dan transparan,” tuturnya saat menyampaikan keterangan pemerintah atas Nota Keuangan dan RUU APBN 2019.
Bersamaan dengan momentum pertumbuhan ekonomi nasional ini, kebijakan ini diharapkan mampu mengerek tax ratio. Tax ratio pada tahun depan diharapkan dapat mencapai 12,1% terhadap produk domestik bruto (PDB), naik dari estimasi tahun ini 11,6% terhadap PDB.
Kebijakan perpajakan, sambungnya, diharapkan lebih akomodatif menghadapi tren ekonomi digital dan mengoptimalkan penggunaan teknologi informasi dalam mendukung administrasi perpajakan.
“Kita secara konsisten tetap berupaya untuk menggali sumber pendapatan secara realistis dan berkeadilan, menjaga iklim investasi, melakukan konservasi lingkungan, dan melakukan perbaikan kualitas pelayanan publik,” tutur Jokowi.
Masih dalam koridor kebijakan perpajakan, lanjut Jokowi, pemerintah akan menggelontorkan berbagai insentif melalui berbagai instrumen. Beberapa instrument itu a.l. tax holiday, tax allowance, fasilitas pembebasan bea masuk, dan subsidi pajak.
Selain itu, ada Insentif perpajakan kawasan, a.l. kawasan ekonomi khusus (KEK), kawasan industri, dan tempat penimbunan berikat. Pemerintah juga akan memberi insentif perpajakan khusus untuk mendorong ekspor.
Insentif untuk mendorong ekspor itu, lanjut Jokowi, a.l. berupa kemudahan impor tujuan ekspor (KITE), penugasan khusus ekspor, dan tempat penimbunan berikat. Selain itu, fasilitas pengurangan pajak juga akan diberikan untuk mendukung pendidikan vokasi dan litbang.
Semakin tingginya peranan perpajakan dalam pendanaan APBN, tuturnya, tidak lepas dari upaya pemerintah untuk terus memperbaiki kinerja perpajakan. Langkah ini ditempuh melalui kebijakan, strategi perpajakan, dan implementasi reformasi pajak yang berkelanjutan.
Sebagai bagian dari kerangka reformasi perpajakan yang berkelanjutan, Indonesia telah melakukan program pengampunan pajak (tax amnesty) pada pertengahan 2016 hingga awal 2017. Hal ini disebut-sebut sebagai awal dari era baru kepatuhan perpajakan di Tanah Air.
Selain menggali sumber penerimaan, pihaknya mengaku akan terus menjaga iklim investasi dan kemajuan dunia usaha. Pemerintah, sambung mantan Wali Kota Surakarta ini, telah mengeluarkan peraturan pajak khusus sebagai insentif untuk UKM.
“Serta melakukan perluasan basis pajak sebagai kelanjutan hasil tax amnesty melalui automatic exchange of information (AEoI),” imbuhnya.
Dalam RAPBN 2019, pemerintah menyodorkan rencana pendapatan negara dan hibah senilai Rp2.142,5 triliun. Dari angka tersebut, penerimaan perpajakan senilai Rp1.781,0 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) senilai Rp361,1 triliun, dan hibah senilai Rp0,4 triliun.
Terkait dengan PNBP, kebijakan akan diarahkan untuk optimalisasi penerimaan dalam pengelolaan sumber daya alam dan aset. Optimalisasi penerimaan tersebut, lanjut mantan Gubernur DKI Jakarta ini, tetap mengedepankan kualitas pelayanan publik dan menjaga kelestarian lingkungan.
“Dengan telah direvisinya UU PNBP, diharapkan pengelolaan PNBP akan lebih baik dan optimal, dengan tetap mempertimbangkan keadilan masyarakat, serta kesinambungan pengelolaan sumber daya alam ke depan,” tutur Jokowi. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.