Dua anak bermain dengan latar belakang gedung bertingkat di bantaran Kanal Banjir Barat, Petamburan, Jakarta, Senin (7/8/2023). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di angka 5,17 persen secara tahunan (yoy) pada kuartal II-2023, di mana pertumbuhan ini secara tahunan konsisten berada pada level 5 persen selama tujuh kuartal berturut-turut. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww.
JAKARTA, DDTCNews - Asumsi pertumbuhan ekonomi yang diusulkan oleh pemerintah dalam RAPBN 2024 lebih rendah bila dibandingkan dengan asumsi pada APBN 2023. Pada tahun depan, pertumbuhan ekonomi diasumsikan sebesar 5,2%, lebih rendah dibandingkan asumsi 2023 sebesar 5,3%.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan asumsi pertumbuhan ekonomi pada RAPBN 2024 disusun dengan mempertimbangkan dampak kenaikan suku bunga bank sentral dalam beberapa waktu terakhir terhadap kinerja ekonomi AS dan Eropa pada tahun depan.
"Kondisi dunia dengan adanya kenaikan suku bunga yang sangat drastis, higher, faster, dan longer, ini baru akan memberikan pengaruh ke kinerja pertumbuhan AS dan Eropa dalam jangka 12 hingga 18 bulan ke depan. Kita mengantisipasi dari sisi itu," ujar Sri Mulyani, dikutip pada Jumat (18/8/2023).
Lebih lanjut, hubungan antara AS dan China yang kian keruh juga akan menekan prospek pertumbuhan ekonomi global pada tahun depan. "Pada sisi lain, China perekonomian dalam negerinya menunjukkan adanya tanda-tanda melemah. Ini faktor yang kita lihat sebagai downside risk untuk growth 2024, terutama dari sisi ekspor," ujar Sri Mulyani.
Dampak perlambatan ekonomi global terhadap kinerja ekspor Indonesia sesungguhnya sudah tampak sejak tahun ini. Ketika perekonomian domestik mampu tumbuh 5,17% pada kuartal II/2023, ekspor dan impor justru mengalami kontraksi.
Oleh karena itu, perlambatan ekonomi global akan dikompensasi dengan peningkatan konsumsi rumah tangga. Secara umum, konsumsi pada tahun depan akan dijaga melalui pengendalian inflasi, bansos kepada rumah tangga rentan, dan penciptaan lapangan kerja melalui investasi.
"PPh Pasal 21 yang meningkat menggambarkan adanya kenaikan dari job creation maupun dari sisi kesejahteraan mereka. Ini yang akan mendukung pertumbuhan domestic demand. Namun, konsumsi itu hanya menjelaskan sekitar 54%, jadi kita harus memacu investasi," ujar Sri Mulyani.
Guna meningkatkan dampak investasi terhadap perekonomian, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah akan menurunkan incremental capital output ratio (ICOR) dari 7,3 menjadi tinggal 5.
"Kalau ICOR bisa diturunkan, pasti pertumbuhan akan naik. Selain dari anggaran, kita butuh dari investasi. Tahun depan, investasi yang kita butuhkan dari PMA dan PMDN itu sekitar Rp1.600 triliun. Itu bisa tercapai kalau politiknya stabil dan ada pertumbuhan di dalam negeri," ujar Airlangga. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.