BERITA PAJAK HARI INI

Sudah Masuk UU 2/2020, Pajak Transaksi Elektronik Jadi Diterapkan?

Redaksi DDTCNews | Jumat, 06 Agustus 2021 | 08:08 WIB
Sudah Masuk UU 2/2020, Pajak Transaksi Elektronik Jadi Diterapkan?

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Meskipun sudah masuk dalam UU 2/2020, pajak transaksi elektronik (PTE) masih belum akan diimplementasikan. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (6/8/2021).

Analis Kebijakan Muda Pusat Kebijakan Pendapatan Negara (PKPN) Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Melani Dewi Astuti mengatakan Indonesia masih akan menunggu hasil konsensus global. Simak Fokus Selangkah Lagi Mencapai Konsensus Global Pajak Digital.

"Dengan adanya global agreement maka PTE, yang adalah contoh unilateral measures-nya Indonesia, harus dicabut," katanya dalam sebuah webinar.

Baca Juga:
Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

Sebanyak 132 dari 139 negara anggota OECD/G-20 Inclusive Framework on BEPS (IF) sudah sepakat untuk tidak menerapkan digital service tax (DST) atau aksi unilateral lainnya. Mereka akan mengatur implementasi dari aturan perpajakan internasional.

Selain mengenai prospek PTE, ada pula bahasan terkait dengan penggunaan aplikasi Smartweb akan memperkuat kemampuan Ditjen Pajak (DJP) dalam menganalisis hubungan istimewa yang dimiliki wajib pajak. Ada pula bahasan mengenai kinerja pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2021.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Baca Juga:
Coretax Berlaku 2025, DJP Online Tetap Bisa Digunakan Sementara

Tunggu Konsensus Global

Analis Kebijakan Muda PKPN BKF Melani Dewi Astuti mengatakan pengenaan PTE tidak bertentangan dengan perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B). Hal ini dikarenakan PTE adalah jenis pajak baru di luar rezim PPh.

Sesungguhnya PTE dapat dikenakan atas perusahaan yang memenuhi kriteria significant economic presence pada Pasal 6 ayat (7) UU No. 2/2020. Dalam ayat tersebut, suatu usaha dipandang memiliki kehadiran ekonomi signifikan bila memenuhi telah memenuhi threshold peredaran bruto, penjualan, dan pengguna aktif di Indonesia pada jumlah tertentu.

Baca Juga:
PPN Barang Pokok dan Jasa Premium Masih Tunggu Penetapan Aturan Teknis

Namun, Indonesia masih belum menerapkan ketentuan ini karena menunggu tercapainya konsensus global. Simak pula ‘Bersiap Menyambut Arsitektur Baru Pajak Internasional’ dan ‘Pilar 1 Proposal Pajak OECD, Apa Untungnya bagi Indonesia?’. (DDTCNews)

Aplikasi Smartweb

Sesuai dengan SE-39/PJ/2021, Smartweb akan menampilkan beberapa informasi. Pertama, beneficial owner dan/atau ultimate beneficial owner. Kedua, grup wajib pajak yang merupakan kumpulan dua atau lebih wajib pajak dalam suatu kelompok usaha.

Baca Juga:
World Bank: Pemeriksaan DJP Belum Efektif dalam Lacak Pengelakan Pajak

Ketiga, transaksi afiliasi atau transaksi antarpihak yang memiliki hubungan istimewa sesuai ketentuan Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang PPh. Keempat, indikasi risiko ketidakpatuhan pelaporan transaksi afiliasi. Kelima, wajib pajak orang pribadi kaya beserta dengan keluarga dan/atau perusahaan grupnya.

“Aplikasi untuk memahami hubungan antara wajib pajak dengan keluarganya serta perusahaan yang dimilikinya,” ujar Dirjen Pajak Suryo Utomo. Simak ‘DJP Dapat Info WP OP Kaya, Keluarga, dan Perusahaan Grupnya Lewat Ini’. (DDTCNews)

Konsumsi Rumah Tangga

Baca Juga:
Wacana Penurunan Batas Omzet PPh Final, UMKM Makin Terbebani?

Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut konsumsi rumah tangga masih menjadi penyumbang terbesar pada pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2021 yang sebesar 7,07%.

Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan pertumbuhan tersebut disebabkan membaiknya konsumsi masyarakat ketika kasus Covid-19 mulai menurun pada saat itu. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal II/2021 sebesar 5,93% dengan kontribusi pada pertumbuhan sebesar 3,17%.

Perbaikan konsumsi berimplikasi pada penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) pada semester I/2021 yang tercatat senilai Rp217,66 triliun atau tumbuh 14,84% secara tahunan.

Baca Juga:
Ada Rencana Penurunan Batas Omzet PPh Final UMKM, Ini Kata Pemerintah

Kinerja penerimaan PPN dan PPnBM tersebut menyumbang sekitar 39% dari total penerimaan pajak pada semester I/2021. Kinerja tersebut sekaligus mencapai sekitar 41,98% dari target yang dipatok dalam APBN senilai Rp518,55 triliun. Simak ‘Keluar dari Resesi, Sri Mulyani: Seluruh Mesin Pertumbuhan Mulai Pulih’. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

Dampak Pemberian Insentif PPnBM Mobil DTP

BPS mencatat lapangan usaha perdagangan mobil, sepeda motor, dan reparasinya pada kuartal II/2021 mengalami pertumbuhan 37,88% secara tahunan.

Baca Juga:
Tak Lagi Dibebaskan, Barang dan Jasa Premium Ini Bakal Kena PPN 12%

Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan pertumbuhan itu berbanding terbalik dengan situasi pada kuartal sebelumnya yang minus 5,46%. Pertumbuhan itu, menurutnya, terjadi karena pemberian insentif PPnBM atas mobil ditanggung pemerintah (DTP)

"Ini lagi-lagi karena kebijakan pemerintah. Adanya program relaksasi PPnBM yang menyebabkan permintaan mobil, sepeda motor, dan reparasinya tumbuh 37,88%," katanya. (DDTCNews)

Penerbitan SP2DK

Baca Juga:
Paket Kebijakan Ekonomi yang Baru Harus Bisa Dongkrak Daya Beli

DJP mengharapkan wajib pajak memanfaatkan Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) sebagai fasilitas untuk memperbaiki pelaksanaan kewajiban perpajakan dan terhindar dari risiko pemeriksaan.

Pasalnya, SP2DK tidak serta merta terbit dan dikirim kepada wajib pajak. Dia menjelaskan proses diawali dengan kegiatan pengawasan melalui penelitian atas kepatuhan wajib pajak. Jika fiskus membutuhkan klarifikasi atas data dan informasi yang dimiliki maka dapat diterbitkan SP2DK kepada wajib pajak. Simak ‘Terbitkan SP2DK, DJP Harapkan Respons Seperti Ini dari Wajib Pajak’. (DDTCNews) (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

06 Agustus 2021 | 09:08 WIB

Semoga dapat membantu penerimaan negara

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

Selasa, 24 Desember 2024 | 09:07 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Coretax Berlaku 2025, DJP Online Tetap Bisa Digunakan Sementara

Senin, 23 Desember 2024 | 09:08 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN Barang Pokok dan Jasa Premium Masih Tunggu Penetapan Aturan Teknis

Sabtu, 21 Desember 2024 | 12:01 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

PPN Tetap Naik Jadi 12% Per Januari 2025, PPh Final UMKM Diperpanjang

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra