KEBIJAKAN PAJAK

Strategi Mobilisasi Penerimaan Pajak Negara Berkembang ala World Bank

Denny Vissaro | Senin, 03 Agustus 2020 | 15:17 WIB
Strategi Mobilisasi Penerimaan Pajak Negara Berkembang ala World Bank

KEBERGANTUNGAN negara berkembang terhadap penerimaan pajak tidak terbendung. Dengan karakterisasi aktivitas ekonomi yang terus tumbuh dan peningkatan populasi, negara berkembang harus sedini mungkin menyaring kedua hal tersebut ke dalam sistem pajak.

Sayangnya, hal tersebut tidak mudah. Minimnya kapasitas administrasi otoritas pajak, rendahnya literasi pajak masyarakat, serta meningkatnya kebutuhan sistem pajak untuk mengakomodasi fungsi regulerend – untuk menstimulus perekonomian – juga menjadi ciri khas lanskap pajak negara berkembang.

Lantas, bagaimana caranya agar optimalisasi penerimaan pajak dapat segera dilakukan? Studi teoretis dan praktis di berbagai negara ditelaah oleh World Bank untuk kemudian disajikan ke dalam publikasinya yang berjudul “Strengthening Domestic Resource Mobilization: Moving from Theory to Practice in Low-and Middle-Income Countries”.

Baca Juga:
Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Ada tiga pilar utama yang melandasi strategi yang ditawarkan oleh Raul Feliz Junquera-Varela cs, praktisi World Bank yang menjadi tim penulis buku tersebut.

Pertama, peningkatan kualitas sistem pajak dari segi kualitas pemungutan yang bersifat minim distorsi ekonomi dan pro pemerataan pendapatan. Kedua, penguatan kapasitas otoritas pajak baik dari segi penyelenggaraan administrasi maupun perumusan kebijakan. Ketiga, pembinaan masyarakat wajib pajak untuk dapat menerima legitimasi dari sistem pajak yang berlaku.

Meskipun tampak ideal, ketiga pilar yang ditawarkan terdengar normatif dan umum sehingga membutuhkan kontekstualisasi dan penyesuaian lebih lanjut untuk setiap negara.

Baca Juga:
Kejar Pendapatan, DPR Imbau Pemerintah Optimalkan Sektor Perkebunan

Adapun langkah-langkah yang representatif dari ketiga pilar yang ditawarkan antara lain penyederhanaan sistem pajak, penguatan administrasi pajak, serta penguatan peran dan keterlibatan pemerintah daerah.

Dari sisi administrasi, strategi yang paling ditonjolkan adalah upaya pendekatan pemeriksaan berbasis risiko (risk-based approach). Dalam buku tersebut, pendekatan ini sebenarnya serupa dengan metode compliance risk management (CRM) yang ditawarkan oleh OECD jauh sebelumnya. Dengan demikian, tidak banyak informasi baru yang dapat diperoleh pembaca yang sudah katam dengan publikasi OECD.

Hal menarik yang ditawarkan dalam publikasi terbitan 2017 tersebut adalah cara agar setiap aspek sistem pajak saling berkaitan dan membutuhkan satu sama lain. Misalnya, kebijakan yang terbaik dan merupakan international best practice tidak akan berguna jika negara yang menerapkan tidak memiliki kapasitas administrasi yang mumpuni.

Baca Juga:
DDTC Gelar Temu Kontributor Buku Gagasan Perpajakan Prabowo-Gibran

Lebih lanjut, administrasi pajak yang kuat tidak akan memberikan dampak yang signifikan jika tidak didukung oleh komitmen politik yang tinggi dari pemerintah. Sebab, kebijakan-kebijakan yang dirancang dengan baik dapat berisiko disetir oleh kelompok tertentu atau bahkan pengesahannya tertunda oleh karena dianggap bukan prioritas.

Kemudian, komitmen politik yang kuat dari pemerintah juga ternyata tidak cukup. Dibutuhkan kesadaran pajak yang tinggi dari masyarakat yang mengakui legitimasi dari sistem pajak yang berlaku. Dalam hal ini, peran pemerintah untuk menciptakan masyarakat yang patuh pajak secara sukarela juga akan sangat bergantung pada komponen semula, yaitu tataran administrasi dan kebijakan pajak.

Pada intinya, pendekatan secara holistik menjadi prasyarat yang tidak dapat ditawar untuk mengoptimakan mobilisasi penerimaan pajak. Sayangnya, tidak banyak informasi atau analisis yang bersifat inovatif atau memberikan gebrakan baru.

Setiap strategi yang ditawarkan cenderung mudah ditemukan di banyak literatur dan kurang spesifik. Buku ini lebih cocok untuk disimak bagi penikmat perpajakan pemula yang baru mulai memburu literatur. Jika ingin tahu lebih lanjut, silakan kunjungi DDTC Library.*

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB LITERATUR PAJAK

Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Senin, 21 Oktober 2024 | 18:33 WIB PENDAPATAN NEGARA

Kejar Pendapatan, DPR Imbau Pemerintah Optimalkan Sektor Perkebunan

Senin, 21 Oktober 2024 | 15:30 WIB HUT KE-17 DDTC

DDTC Gelar Temu Kontributor Buku Gagasan Perpajakan Prabowo-Gibran

Senin, 21 Oktober 2024 | 12:30 WIB KPP PRATAMA NATAR

Kurang Kooperatif, Saldo Rekening Penunggak Pajak Dipindahbukukan

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN