Menteri Keuangan Sri Mulyani dengan paparannya dalam konferensi pers. (tangkapan layar)
JAKARTA, DDTCNews - Kuota Solar dan Pertalite bersubsidi diperhitungkan akan habis pada Oktober 2022 bila anggaran subsidi dan kompensasi BBM tidak ditambah.
Pada tahun ini, kuota penyaluran Solar bersubsidi ditetapkan sebanyak 15,1 juta kiloliter. Namun, konsumsi Solar pada tahun ini diperkirakan membengkak mencapai 17,44 juta kiloliter atau 115% dari kuota.
"Seluruh Rp502 triliun [subsidi dan kompensasi] akan habis pada bulan Oktober 2022," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Jumat (26/8/2022).
Adapun pada tahun ini kuota Pertalite bersubsidi telah ditetapkan sebanyak 23,05 juta kiloliter. Namun, konsumsi Pertalite bersubsidi pada tahun ini diperkirakan akan mencapai 29,07 juta kiloliter seiring dengan peningkatan aktivitas ekonomi dan mobilitas.
Selain kuota BBM bersubsidi yang lebih rendah dibandingkan dengan proyeksi konsumsi, harga rata-rata ICP serta nilai tukar rupiah yang diasumsikan pada APBN 2022 ternyata tidak sesuai dengan kondisi riil.
Pada APBN 2022, harga ICP diasumsikan senilai US$100 per barel. Namun, harga rata-rata saat ini mencapai US$105 per barel. Nilai tukar rupiah saat ini juga telah mencapai Rp14.700 per dolar AS, lebih tinggi dibandingkan dengan asumsi APBN 2022 senilai Rp14.450 per dolar AS.
Bila pemerintah tetap mempertahankan harga Solar dan Pertalite, belanja subsidi dan kompensasi diperkirakan akan mencapai Rp698 triliun atau jebol Rp195,6 triliun dibandingkan dengan pagu yang hanya senilai Rp502,4 triliun.
"Jumlah subsidi kita akan mencapai Rp698 triliun dengan volume, kurs, dan harga minyak yang sekarang terjadi dan trennya sampai akhir tahun," ujar Sri Mulyani.
Oleh karena itu, kebijakan subsidi dan kompensasi BBM perlu disesuaikan. Sri Mulyani mengatakan subsidi dan kompensasi tidak akan dicabut karena kebijakan tersebut memiliki peran sebagai shock absorber. Penyesuaian diperlukan subsidi tersalur secara lebih tepat sasaran dan bukan dinikmati oleh orang kaya seperti saat ini.
Sustainabilitas anggaran juga perlu dipertimbangkan mengingat pada tahun depan pemerintah akan mengembalikan defisit anggaran ke 3% dari PDB.
"Kalau Rp 195,6 triliun tidak disediakan pada tahun ini maka dia akan ditagih di 2023. Jadi tidak berarti tidak ada, tagihannya datang tahun depan saat kita menjaga APBN kita defisitnya dikurangi ke 3% agar sehat lagi," ujar Sri Mulyani. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.