Menteri Keuangan Sri Mulyani (kanan) memberi salam kepada Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoto. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/wsj.
JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan semua negara di dunia mengalami tekanan berat akibat pandemi Covid-19 sehingga membuat rasio utang terhadap PDB meningkat, tak terkecuali Indonesia.
Sri Mulyani mengatakan melonjaknya utang tersebut disebabkan upaya countercyclical, atau memberi stimulus fiskal demi menahan penurunan kegiatan ekonomi. Meski begitu, kenaikan rasio utang Indonesia tidak setinggi negara-negara lain.
"Semua negara mengalami tekanan luar biasa. Magnitude atau tekanannya saja yang berbeda. Mereka juga melakukan countercyclical, dan countercyclical di beberapa negara cukup dalam," katanya dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (19/10/2020).
Pemerintah memproyeksikan rasio utang Indonesia tahun ini mencapai 38,5% terhadap PDB dan akan menjadi 41,8% terhadap PDB pada 2021. Tahun lalu, rasio utang Indonesia hanya 30,5% terhadap PDB.
Sri Mulyani lantas membandingkan rasio utang Indonesia tersebut dengan negara-negara lainnya. Misal, rasio utang Malaysia yang diprediksi menembus 67,6% terhadap PDB tahun ini, dari posisi 57,2% terhadap PDB pada 2019.
Sementara itu, rasio utang Jepang diprediksi membengkak menjadi 266,2% terhadap PDB tahun ini dari tahun lalu 238,0%. Demikian pula AS, yang semula 108,7% terhadap PDB pada 2019, akan menembus 131,2% terhadap PDB pada tahun ini.
Selain soal rasio, Sri Mulyani menilai peningkatan utang perlu memperhatikan kualitas dan efektivitas pemanfaatannya. Demikian pula soal pengelolaan dan pembiayaan utang di masing-masing negara yang berbeda.
"Dengan kondisi keuangan di berbagai negara ini, konsolidasi fiskal menjadi keharusan," ujarnya.
Hingga September 2020, realisasi utang pemerintah telah mencapai Rp810,8 triliun, atau 66,4% dari target pembiayaan utang tahun ini sebesar Rp1.220,5 triliun. Realisasi pembiayaan utang itu naik 155,1% dari periode yang sama tahun lalu.
Sri Mulyani menyebutkan mayoritas pembiayaan itu berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN). Hingga September 2020, penerbitan SBN neto sudah mencapai Rp790,6 triliun dari target Rp1.173,7 triliun. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.