Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah masih akan melihat perkembangan solusi 2 pilar sebelum memutuskan perubahan skema insentif pajak di dalam negeri. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (3/11/2022).
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan banyak negara anggota Inclusive Framework yang beranggapan Pilar 1: Unified Approach dan Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE) merupakan sebuah kesatuan.
“Ini kan [pembahasannya] masih akan alot ya. Tahun ini kan enggak berhasil. Pilar 1 dan Pilar 2 oleh banyak negara dilihat bukan sebagai hal yang terpisah. Banyak negara yang melihat implementasinya itu sebaiknya simultan,” katanya.
Dengan kondisi tersebut, menurutnya, konsensus perpajakan global tersebut belum dapat diimplementasikan jika hanya salah satu pilar yang disepakati. Hingga saat ini, Pilar 1 masih terus dibahas dan belum memiliki kesepakatan terbaru. Adapun model rules Pilar 2 telah diselesaikan.
Selain mengenai rencana pemerintah terhadap perkembangan konsensus global solusi 2 pilar, ada pula ulasan terkait dengan belum dirilisnya aplikasi e-SPT PPN 1107 PUT versi 2022. Kemudian, ada ulasan tentang ketentuan penyetoran dan pelaporan PPN kegiatan membangun sendiri (KMS) untuk pengusaha kena pajak (PKP) yang telah melakukan pemusatan.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan pemerintah belum akan terburu-buru merevisi skema insentif perpajakan yang saat ini berlaku ataupun mengenakan pajak minimum domestik berdasarkan ketentuan qualified domestik minimum top-up tax (QDMTT) pada Pilar 2.
"Semuanya tidak bisa terburu-buru. Semuanya harus kami siapkan dengan baik. Ini adalah bagian dari koordinasi dan negosiasi. Tentunya kami akan mengedepankan kepentingan domestik," tuturnya.
Febrio memandang pemerintah sesungguhnya senantiasa mengevaluasi insentif pajak yang berlaku guna menjaga efektivitas dari insentif tersebut. (DDTCNews/Kontan)
Partner DDTC Fiscal Research & Advisory B. Bawono Kristiaji mengatakan adanya Pilar 2 terkait dengan pajak minimum global dapat dipahami sebagai upaya mencegah kompetisi pajak. Adanya skema ini akan membuat daya tarik dari tax holiday berkurang.
Selain itu, atas potensi penerimaan yang hilang dari negara sumber (lokasi investasi) akibat adanya tax holiday justru dapat dinikmati sebagai sumber penerimaan bagi negara domisili (lokasi asal investor).
Oleh karena itu, ada diskursus mengenai ketentuan qualified domestic minimum top-up tax (QDMTT). Dengan skema ini, negara sumber tetap dapat memperoleh hak pemajakan utama ketika tarif pajak efektif yang dibebankan suatu investor belum mencapai 15%, semisal akibat tax holiday.
"Dengan demikian, isu potensi penerimaan pajak yang hilang tidak sepenuhnya menguap ke negara asal investor," katanya. (Kontan)
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan aplikasi e-SPT PPN 1107 PUT versi 2022 masih dalam proses pengembangan. Peluncuran aplikasi tersebut tertunda dari rencana mulai masa pajak Oktober 2022.
"Dapat kami sampaikan bahwa aplikasi e-SPT PPN 1107 PUT versi 2022 tersebut masih dalam tahap pengembangan," katanya. (DDTCNews)
Ditjen Pajak (DJP) menjelaskan ketentuan penyetoran dan pelaporan PPN KMS untuk PKP yang telah melakukan pemusatan. Penjelasan ini disampaikan untuk merespons salah satu kasus warganet di Twitter. Kasusnya adalah PKP sudah melakukan pemusatan PPN, tetapi kegiatan membangun sendiri dilakukan di cabang. Atas kasus ini, penyetoran PPN KMS dilakukan oleh cabang.
“Untuk penyetoran PPN KMS dilakukan oleh cabang, tetapi untuk pelaporan PPN KMS yang sudah dilakukan pemusatan maka dilakukan oleh WP (wajib pajak) pusat,” tulis akun Twitter @kring_pajak. (DDTCNews)
Pemeriksa pajak dan asisten pemeriksa pajak dilarang merangkap jabatan. Ketentuan pelarangan rangkap jabatan untuk pemeriksa pajak diatur dalam Pasal 45 PMK 131/2022. Sementara pelarangan rangkap jabatan untuk asisten pemeriksa pajak sudah menjadi amanat Pasal 43 PMK 132/2022.
“Dalam rangka optimalisasi pelaksanaan tugas dan pencapaian kinerja organisasi, pemeriksa pajak dilarang merangkap jabatan dengan jabatan pimpinan tinggi atau jabatan administrasi,” bunyi Pasal 45 PMK 131/2022. (DDTCNews)
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyampaikan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2022 kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Ketua BPK Isma Yatun menyebut terdapat 4 kementerian dan lembaga (K/L) yang mendapatkan opini wajar dengan pengecualian (WDP), yaitu Kementerian Perdagangan, Kementerian Ketenagakerjaan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
"Terkait hal tersebut, capaian opini wajar tanpa pengecualian (WTP) laporan keuangan K/L tahun 2021 mencapai 95% atau melampaui target RPJMN 2020-2024 sebesar 92%," katanya. (DDTCNews) (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.