Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) berencana meluncurkan layanan pengajuan permohonan pemindahbukuan (Pbk) secara online. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (7/10/2022).
Asisten Penyuluh Pajak Mahir KPP Pratama Jakarta Palmerah Krisnawan mengatakan rencana tersebut sudah disosialisasikan pada lingkup internal DJP. Dia mengatakan Pbk menjadi salah satu layanan unggulan Kementerian Keuangan di DJP.
“Untuk internal, sudah ada sosialisasi akan diluncurkan e-Pbk. Jadi, permohonan pemindahbukuan atau Pbk bisa Kawan Pajak ajukan nantinya lewat DJP Online, tapi [sekarang] masih belum,” ujarnya dalam Tax Live melalui akun Instagram milik DJP.
Sesuai dengan Pasal 1 angka 28 PMK 242/2014, Pbk adalah proses memindahbukukan penerimaan pajak untuk dibukukan pada penerimaan pajak yang sesuai. Proses pemindahbukuan ini dapat dilakukan dalam hal terjadi kesalahan pembayaran atau penyetoran pajak.
Krisnawan mengatakan pembayaran yang salah bisa disebabkan beberapa hal, seperti keliru mengisi NPWP, masa, bahkan nilai pajak. Mengacu Pasal 16 ayat (2) PMK 242/2014, terdapat 8 sebab yang membuat diperlukannya proses pemindahbukuan. Simak ‘Apa Itu Pemindahbukuan (Pbk)?’.
“Semoga dalam waktu dekat nanti e-Pbk sudah bisa diluncurkan,” kata Penyuluh Pajak Ahli Pertama Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Langgeng.
Selain mengenai Pbk, ada pula ulasan terkait dengan pengiriman email blast terkait dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) format baru. Kemudian, masih ada pula ulasan mengenai rencana penunjukan penyedia platform e-commerce domestik sebagai pemungut pajak.
Asisten Penyuluh Pajak Mahir KPP Pratama Jakarta Palmerah Krisnawan mengatakan untuk saat ini, pengajuan permohonan Pbk baru bisa dilakukan secara manual. Pertama, melalui loket tempat pelayanan terpadu (TPT) di KPP. Kedua, melalui pos atau jasa pengiriman dengan bukti pengiriman surat.
Krisnawan mengatakan syarat untuk mengajukan Pbk cukup sederhana, yakni mengisi formulir sesuai dengan format yang tercantum dalam PMK 242/2014. Selain itu, wajib pajak perlu melampirkan bukti pembayaran dan lampiran yang tergantung pada kesalahan.
“Misalnya, kesalahan NPWP itu harus dilampiri juga dengan fotokopi dari pihak yang NPWP-nya tercantum, berikut bukti pembayaran,” katanya. (DDTCNews)
Terkait dengan jangka waktu penyelesaian, Krisna mengatakan ada percepatan. Sesuai dengan PMK 242/2014, jangka waktu diatur paling lama 30 hari sejak permohonan diterima lengkap. Melalui KEP-160/PJ/2022, jangka waktu dipersingkat paling lama 21 hari sejak permohonan diterima lengkap.
“Itu [jangka waktu pemindahbukuan] paling lama. Jadi, bisa lebih cepat,” kata Asisten Penyuluh Pajak Mahir KPP Pratama Jakarta Palmerah Krisnawan. (DDTCNews)
DJP akan mengirimkan email blast mengenai pemberlakuan NPWP dengan format baru kepada 18,68 juta wajib pajak orang pribadi. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan email blast telah berjalan sejak 1 September 2022.
"Sampai dengan 4 Oktober 2022 pukul 13.00 WIB, telah terkirim sebanyak 9,3 juta email dan masih terdapat proses pengiriman yang sedang berjalan," katanya. (DDTCNews)
Pemerintah sedang menyiapkan ketentuan terkait dengan penunjukan penyelenggara e-commerce domestik sebagai pemungut pajak berdasarkan pada Pasal 32A UU KUP s.t.d.t.d UU HPP.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan berkaca pada evaluasi atas implementasi PMK 58/2022, tidak terdapat masalah dalam pelaksanaan pemungutan pajak yang dilakukan penyedia marketplace.
Kendati demikian, sambung Yon, pemerintah tidak bisa serta-merta menunjuk penyelenggara e-commerce menjadi pemungut pajak. Penunjukan e-commerce sebagai pemungut pajak harus dilakukan pada saat yang tepat.
“Tentu tidak sebatas kena dan tidak kena. Akan kita evaluasi kapan kira-kira momen yang tepat untuk diimplementasikan dan model pengenaannya seperti apa,” katanya. (DDTCNews/Kontan)
Partner Tax Research & Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji berpendapat potensi penerimaan pajak dari e-commerce sangat besar. Pajak yang dimaksud adalah PPh, baik yang bersifat final, skema withholding tax, maupun lainnya. Ada juga potensi PPN, baik impor maupun dalam negeri.
Namun, menurutnya, realisasi dari potensi itu bisa jauh lebih kecil karena 3 hal. Pertama, peluang adanya kebijakan tarif khusus dalam pemajakan e-commerce berada di bawah tarif yang berlaku saat ini. Ada kemungkinan terdapat relaksasi dengan mempertimbangkan mayoritas pelaku adalah UMKM.
Kedua, waktu penyesuaian dari sisi platform digital untuk mengadministrasikan pajak para pelaku yang bertransaksi di dalam ekosistemnya. Dari sisi pemerintah, berkaca dari kebijakan PPN PMSE sebelumnya, penunjukkan pihak lain sebagai pemungut/pemotong akan dilakukan secara bertahap.
Ketiga, potensi terjadinya perpindahan aktivitas ekonomi para pelaku dari ekosistem e-commerce yang sudah dikenakan mekanisme potong-pungut ke tempat lain yang pengawasannya belum optimal. (Kontan)
Penyuluh Pajak Ahli Pertama DJP Elfi Rahmi mengatakan sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) 8/2021, pendaftaran pendirian perseroan perorangan harus dilakukan secara online. Pendaftaran dilakukan melalui situs AHU yang disediakan Kemenkumham (https://ptp.ahu.go.id).
“Nah, di sana juga, dari informasi yang kami dapatkan, bisa langsung mendaftarkan NPWP perseroan perorangan. Jadi, satu kali kita ke website yang sama, bisa mendapatkan NPWP-nya,” ujar Elfi.
Namun demikian, jika terkendala untuk mendapatkan NPWP melalui situs AHU milik Kemenkumham, wajib pajak dapat menggunakan situs web milik DJP. Wajib pajak hanya perlu masuk melalui laman e-reg (https://ereg.pajak.go.id/). (DDTCNews)
DJP mencatat realisasi fasilitas restitusi PPN dipercepat pada tahun berjalan ini sudah mencapai Rp8,29 triliun seiring dengan diberlakukannya PMK 209/2021.
Fasilitas restitusi PPN dipercepat banyak dimanfaatkan oleh eksportir dari sektor manufaktur dan pertambangan. Hingga Agustus 2022, realisasi restitusi dipercepat di sektor manufaktur naik 14% dan restitusi di sektor pertambangan naik 3%.
"Yang bikin [restitusi] naik sebenarnya restitusi dipercepatnya. Kalau restitusi yang normal sebetulnya tidak," ujar Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan DJP Ihsan Priyawibawa. (DDTCNews) (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.