Tampilan awal Indonesia Taxation Quarterly Report Q2-2019.
JAKARTA, DDTCNews – Pemajakan terhadap warisan menjadi wacana yang perlu diperhatikan pemerintah di tengah urgensi untuk memperluas objek pajak penghasilan (PPh).
Dalam Indonesia Taxation Quarterly Report Q2-2019 bertajuk ‘Memperluas Basis Pajak melalui Objek Pajak Baru’, DDTC Fiscal Research mengulas secara khusus mengenai prospek pajak warisan di Indonesia. (Download laporannya di sini).
DDTC Fiscal Research berpandangan perluasan objek pajak sebagai salah satu upaya memperluas basis pajak merupakan hal yang semakin relevan saat ini. Apalagi, upaya peningkatan daya saing melalui instrumen fiskal – terutama insentif pajak – semakin gencar dilakukan.
Berbagai kebijakan itu berisiko mengurangi potensi penerimaan pajak. Padahal, kebutuhan ketersediaan anggaran pembangunan utama berasal dari pajak. Oleh karena itu, perluasan basis pajak dilakukan melalui penambahan wajib pajak dan objek baru serta pencegahan penggerusan basis pajak dengan ketentuan antipenghindaran pajak.
Khusus untuk perluasan objek pajak baru, DDTC Fiscal Research menggarisbawahi bahwa justifikasi kebijakan ini bukan selalu terkait dengan penerimaan negara. Justifikasi yang tidak selalu terkait penerimaan berlaku untuk pajak atas warisan.
DDTC Fiscal Research dalam laporan tersebut menyatakan setidaknya terdapat lima justifikasi mengenai prospek penerapan pajak atas warisan di Indonesia. Pertama, sebagai upaya untuk mengatasi permasalahan ketimpangan. Kedua, sebagai sistem penunjang belum optimalnya pemungutan PPh OP di Indonesia.
Ketiga, menjadi faktor pendukung dari perubahan lanskap pajak global yang semakin transparan. Keempat, merupakan tindak lanjut dari keberhasilan amnesti pajak di Indonesia. Kelima, keunggulan pajak warisan dibandingkan jenis pajak kekayaan (wealth tax) lainnya.
Meskipun terdapat argumen yang menentang pajak atas warisan, desain kebijakan yang tepat dipercaya mampu meminimalkan dampak negatif dan mampu mengoptimalkan manfaat yang dapat diperoleh.
“Dengan demikian, pertanyaan yang patut dijawab bukanlah perlu atau tidak diterapkannya pajak warisan, melainkan bagaimana desain yang tepat untuk pajak warisan dalam konteks Indonesia,” demikian kutipan pernyataan dalam laporan tersebut, seperti dikutip hari ini, Jumat (30/8/2019).
Pajak warisan didefinisikan sebagai salah satu bentuk pemajakan atas kekayaan (wealth tax). Beban pajaknya baru dikenakan ketika pemilik kekayaan meninggal dunia dan kemudian kekayaan tersebut diwariskan kepada penerima warisan.
Dalam laporan tersebut dipaparkan survei yang dilakukan di 203 negara. Dari jumlah tersebut, sebanyak 77 negara telah menerapkan pemajakan atas warisan. Adapun kawasan Uni Eropa memiliki proporsi penerapan pajak warisan terbesar di banding kawasan lainnya, yaitu mencapai 26 dari 43 negara (56,5%). Sementara itu, di Kawasan Afrika, terdapat 27 dari 53 negara yang disurvei (50,9%) telah menerapkan pajak ini.
Seperti diketahui, Indonesia Taxation Quarterly Report diterbitkan rutin secara kuartalan oleh DDTC Fiscal Research. Dalam laporan tersebut, DDTC Fiscal Research selalu mengulas beberapa topik khusus terkait perpajakan. Perkembangan terkini dari kondisi fiskal juga selalu ada di tiap kuartalnya. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.