INDONESIA TAXATION QUARTERLY REPORT Q2-2019

Soal Pajak atas Warisan, Lihat Ulasannya di Laporan Ini

Redaksi DDTCNews | Jumat, 30 Agustus 2019 | 13:39 WIB
Soal Pajak atas Warisan, Lihat Ulasannya di Laporan Ini

Tampilan awal Indonesia Taxation Quarterly Report Q2-2019.

JAKARTA, DDTCNews – Pemajakan terhadap warisan menjadi wacana yang perlu diperhatikan pemerintah di tengah urgensi untuk memperluas objek pajak penghasilan (PPh).

Dalam Indonesia Taxation Quarterly Report Q2-2019 bertajuk ‘Memperluas Basis Pajak melalui Objek Pajak Baru’, DDTC Fiscal Research mengulas secara khusus mengenai prospek pajak warisan di Indonesia. (Download laporannya di sini).

DDTC Fiscal Research berpandangan perluasan objek pajak sebagai salah satu upaya memperluas basis pajak merupakan hal yang semakin relevan saat ini. Apalagi, upaya peningkatan daya saing melalui instrumen fiskal – terutama insentif pajak – semakin gencar dilakukan.

Baca Juga:
Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Berbagai kebijakan itu berisiko mengurangi potensi penerimaan pajak. Padahal, kebutuhan ketersediaan anggaran pembangunan utama berasal dari pajak. Oleh karena itu, perluasan basis pajak dilakukan melalui penambahan wajib pajak dan objek baru serta pencegahan penggerusan basis pajak dengan ketentuan antipenghindaran pajak.

Khusus untuk perluasan objek pajak baru, DDTC Fiscal Research menggarisbawahi bahwa justifikasi kebijakan ini bukan selalu terkait dengan penerimaan negara. Justifikasi yang tidak selalu terkait penerimaan berlaku untuk pajak atas warisan.

DDTC Fiscal Research dalam laporan tersebut menyatakan setidaknya terdapat lima justifikasi mengenai prospek penerapan pajak atas warisan di Indonesia. Pertama, sebagai upaya untuk mengatasi permasalahan ketimpangan. Kedua, sebagai sistem penunjang belum optimalnya pemungutan PPh OP di Indonesia.

Baca Juga:
Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Ketiga, menjadi faktor pendukung dari perubahan lanskap pajak global yang semakin transparan. Keempat, merupakan tindak lanjut dari keberhasilan amnesti pajak di Indonesia. Kelima, keunggulan pajak warisan dibandingkan jenis pajak kekayaan (wealth tax) lainnya.

Meskipun terdapat argumen yang menentang pajak atas warisan, desain kebijakan yang tepat dipercaya mampu meminimalkan dampak negatif dan mampu mengoptimalkan manfaat yang dapat diperoleh.

“Dengan demikian, pertanyaan yang patut dijawab bukanlah perlu atau tidak diterapkannya pajak warisan, melainkan bagaimana desain yang tepat untuk pajak warisan dalam konteks Indonesia,” demikian kutipan pernyataan dalam laporan tersebut, seperti dikutip hari ini, Jumat (30/8/2019).

Baca Juga:
PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Pajak warisan didefinisikan sebagai salah satu bentuk pemajakan atas kekayaan (wealth tax). Beban pajaknya baru dikenakan ketika pemilik kekayaan meninggal dunia dan kemudian kekayaan tersebut diwariskan kepada penerima warisan.

Dalam laporan tersebut dipaparkan survei yang dilakukan di 203 negara. Dari jumlah tersebut, sebanyak 77 negara telah menerapkan pemajakan atas warisan. Adapun kawasan Uni Eropa memiliki proporsi penerapan pajak warisan terbesar di banding kawasan lainnya, yaitu mencapai 26 dari 43 negara (56,5%). Sementara itu, di Kawasan Afrika, terdapat 27 dari 53 negara yang disurvei (50,9%) telah menerapkan pajak ini.

Seperti diketahui, Indonesia Taxation Quarterly Report diterbitkan rutin secara kuartalan oleh DDTC Fiscal Research. Dalam laporan tersebut, DDTC Fiscal Research selalu mengulas beberapa topik khusus terkait perpajakan. Perkembangan terkini dari kondisi fiskal juga selalu ada di tiap kuartalnya. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?