REFORMASI PERPAJAKAN

Soal Nasib Revisi Paket UU Perpajakan, Ini Penjelasan Dirjen Pajak

Redaksi DDTCNews | Rabu, 18 Desember 2019 | 14:30 WIB
Soal Nasib Revisi Paket UU Perpajakan, Ini Penjelasan Dirjen Pajak

Dirjen Pajak Suryo Utomo. 

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah berencana menyodorkan rancangan omnibus law perpajakan ke DPR. Pembahasan akan dijadwalkan mulai awal tahun depan. Lantas, bagaimana nasib paket undang-undang perpajakan yang sebelumnya juga akan direvisi?

Dalam wawancara khusus dengan InsideTax (majalah perpajakan bagian dari DDTCNews), Dirjen Pajak Suryo Utomo memberikan responsnya. Menurutnya, paket undang-undang perpajakan itu sudah akan masuk dalam program legislasi nasional selama 5 tahun mendatang.

Namun, revisi beberapa undang-undang (UU) seperti UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), UU Pajak Penghasilan (PPh), dan UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tidak akan menjadi prioritas dalam waktu dekat.

Baca Juga:
Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

“Ada yang priority dan longlist. Jadi, tinggal kita bicara kebutuhan mana yang kita dahulukan in the context kita ingin menaikkan investasi ini,” katanya.

Dia mengungkapkan pemerintah sudah memutuskan bahwa Indonesia masuk ‘tahun investasi’. Dalam konteks ini, pengesahan omnibus law akan menjadi prioritas utama karena ada beberapa aspek penting yang juga diambil dari beberapa pasal dalam paket undang-undang perpajakan.

“Supaya Indonesia maju, kita butuh banyak investasi, prioritas pasti akan didorong ke sana. Dengan demikian, omnibus law jadi prioritas pada waktu dan situasi sekarang,” imbuh Suryo.

Baca Juga:
Urus Pemeriksaan Bukper: Coretax Bakal Hadirkan 4 Fitur Baru

Seperti diberitakan sebelumnya, rancangan omnibus law perpajakan akan mencakup 6 klaster. Rancangan paying hukum ini akan terdiri 28 pasal yang mengamendemen beberapa pasal dalam 7 UU, seperti UU KUP, UU PPh, UU PPN, UU Kepabeanan, UU Cukai, UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dan UU Pemerintahan Daerah.

Adapun rincian 6 klaster tersebut adalah pertama, cara meningkatkan investasi melalui penurunan tarif PPh badan dan PPh bunga.

Kedua, sistem teritorial atau bagaimana penghasilan deviden luar negeri akan dibebaskan pajak asalkan diinvestasikan di Indonesia. Untuk warga negara asing yang merupakan subjek pajak dalam negeri, kewajiban perpajakannya khusus untuk pendapatan di dalam negeri.

Baca Juga:
Hapus NPWP yang Meninggal Dunia, Hanya Bisa Disampaikan Tertulis

Ketiga, terkait subjek pajak orang pribadi (OP). Orang Indonesia yang tinggal di luar negeri 183 hari bisa berubah menjadi subjek pajak luar negeri sehingga tidak membayar pajaknya di Indonesia. Untuk orang asing yang tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari menjadi subjek pajak di dalam negeri.

Keempat, cara meningkatkan kepatuhan denganmengatur ulang sanksi dan imbalan bunga. Sanksi jika telat bayar, kurang bayar, atau terjadi pelanggaran selama ini bisa sampai 48%. Nantinya, sanksi menggunakan patokan suku bunga yang berlaku di pasar ditambah sedikit sanksi administrasi.

Kelima, pemajakan untuk ekonomi digital. Ini termasuk penunjukan platform digital untuk pemungutan PPN dan mereka yang tidak memiliki badan usaha tetap (BUT) di Indonesia akan tetap bisa dipungut pajaknya.

Baca Juga:
Usai Setor PPh Final PHTB, WP Jangan Lupa Ajukan Penelitian Formal

Keenam, pengaturan terkait insentif-insentif pajak seperti tax holiday, super deduction, tax allowance, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), PPh untuk surat berharga, dan insentif pajak daerah dari pemerintah daerah.

Saat ditanya apakah revisi paket undang-undang perpajakan akan selesai dalam lima tahun pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin, Suryo mengatakan semua tergantung pada pembahasan dengan parlemen.

“Kalau namanya undang-undang kan diskusinya dengan parlemen. Nah, ini tergantung pada seberapa kita bisa intensif diskusi, masalah waktu, dan segala macem. Namun, kalau list-nya sudah ada semua dalam program legislasi 5 tahun ke depan, kembali lagi, mana yang menjadi prioritas, itu yang didahulukan,” jelasnya.

Simak wawancara Dirjen Pajak Suryo Utomo selengkapnya dalam majalah InsideTax edisi ke-41. Download majalah InsideTax di sini. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Senin, 21 Oktober 2024 | 14:32 WIB CORETAX SYSTEM

Urus Pemeriksaan Bukper: Coretax Bakal Hadirkan 4 Fitur Baru

Minggu, 20 Oktober 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Hapus NPWP yang Meninggal Dunia, Hanya Bisa Disampaikan Tertulis

Minggu, 20 Oktober 2024 | 08:00 WIB CORETAX SYSTEM

Gencar Edukasi, DJP Harap Pegawai Pajak dan WP Terbiasa dengan Coretax

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN