KEBIJAKAN ENERGI

Skema Jual Beli Listrik PLTS Atap Dihapus, Pemerintah Beri Insentif

Redaksi DDTCNews | Senin, 26 Februari 2024 | 09:30 WIB
Skema Jual Beli Listrik PLTS Atap Dihapus, Pemerintah Beri Insentif

Foto udara deretan panel Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap di PT Garudafood Putra Putri Jaya, Sumedang, Jawa Barat, Kamis (18/1/2024). ANTARA FOTO/Novrian Arbi/tom.

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah menghapus skema jual beli listrik dari pemasangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap. Skema ini sebelumnya biasa dilakukan oleh pengguna PLTS atap.

Ketetuan ini diatur melalui Permen ESDM 2/2024 tentang PLTS Atap yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum (IUPTLU). Kendati tidak ada lagi skema jual beli listrik, pemerintah menjanjikan insentif agar pemasangan PLTS atap tetap menarik.

"Kan tidak ada ekspor impor (listrik), tapi kita tetap ada insentifnya. Jadi konsumen yang pasang PLTS atap itu tidak kena charge, kan ada biaya sandar dan sebagainya. Nah di dalam itu tidak ada, itu sebagai insentif," ujar Sekjen Kementerian ESDM Dadan Kusdiana, dikutip pada Senin (26/2/2024).

Baca Juga:
Sri Mulyani Targetkan Aturan Insentif Fiskal 2025 Rampung Bulan Ini

Hal tersebut sesuai dengan Pasal 13 dalam Permen ESDM 2/2024, yang mengatur bahwa kelebihan energi listrik dari sistem PLTS atap yang masuk ke jaringan pemegang IUPTLU tidak diperhitungkan ke dalam penentuan jumlah tagihan listrik pelanggan PTLS atap.

Namun, dalam Pasal 47 juga diatur bahwa terhadap sistem PLTS atap yang telah beroperasi dan terhubung ke jaringan pemegang IUPTLU, ekspor impor listrik dinyatakan tetap berlaku selama 10 tahun sejak mendapatkan persetujuan dari pemegang IUPTLU.

Selain itu, pelanggan PLTS atap yang telah mendapatkan persetujuan dari pemegang IUPTLU tetapi belum beroperasi sebelum permen ini berlaku, mekanisme perhitungan ekspor impor listrik dan ketentuan biaya kapasitasnya tetap berlaku selama 10 tahun sejak mendapatkan persetujuan dari pemegang IUPTLU.

Baca Juga:
Insentif Pajak Saja Tak Cukup, Regulasi di RI Perlu Ikuti Tren Global

PLTS Atap Jadi Kurang Menarik Bagi Rumah Tangga

Melalui revisi dalam Permen PLTS Atap tersebut, Dadan tidak menampik bahwa pengembangan PLTS atap untuk rumah tangga akan kurang menarik. Alasannya, bagi rumah tangga puncak beban listrik terjadi pada malam hari, sedangkan produksi listrik dari PLTS atap terjadi pada siang hari.

"Memang PLTS atap agak sulit untuk rumah tangga, karena tidak ada ekspor impor listrik dan tidak ada titip (listrik). Kalau dulu kan bisa dititipkan di PLN terus dipakai malam, rumah tangga itu kan pakai listriknya malam, padahal matahari kan adanya siang, nah ini kurang match di situ. Kecuali jika menggunakan baterai untuk menyimpan listrik," tuturnya.

Baca Juga:
DJBC Sudah Berikan Fasilitas Kepabeanan untuk 2.270 Perusahaan

Namun, Dadan mengatakan bahwa pemerintah akan mendorong pemanfaatan PLTS atap untuk industri-industri, mengingat konsumsi listrik industri relatif stabil. Dorongan PLTS atap bagi industri juga dilakukan untuk mengejar target pemasangan PLTS atap sebesar 3,6 GW pada tahun 2025 nanti.

"Kita dorong (PLTS atap) industri, karena punya baseload, dan itu skalanya besar-besar. Kita tidak menurunkan target, target PLTS atap 3,6 GW 2025. Tapi kita masih menunggu kuota yang keluar tahun ini berapa, karena akan ada urusannya dengan keandalan sistem PLN," pungkasnya. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 24 Januari 2025 | 19:15 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sri Mulyani Targetkan Aturan Insentif Fiskal 2025 Rampung Bulan Ini

Rabu, 15 Januari 2025 | 16:00 WIB PAJAK MINIMUM GLOBAL

Banyak Negara Sudah Adopsi Pajak Minimum, RI Susun Insentif Alternatif

Rabu, 15 Januari 2025 | 12:57 WIB KEBIJAKAN INVESTASI

Insentif Pajak Saja Tak Cukup, Regulasi di RI Perlu Ikuti Tren Global

Selasa, 14 Januari 2025 | 10:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

DJBC Sudah Berikan Fasilitas Kepabeanan untuk 2.270 Perusahaan

BERITA PILIHAN
Jumat, 24 Januari 2025 | 19:15 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sri Mulyani Targetkan Aturan Insentif Fiskal 2025 Rampung Bulan Ini

Jumat, 24 Januari 2025 | 19:00 WIB PMK 136/2024

Beban Pajak Minimum Global Bisa Ditekan dengan SBIE, Apa Itu?

Jumat, 24 Januari 2025 | 18:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Pajak atas Biaya Overhead dari Luar Negeri

Jumat, 24 Januari 2025 | 18:10 WIB DDTC ACADEMY - INTENSIVE COURSE

Dibuka! Batch Terbaru Pelatihan Intensif Transfer Pricing DDTC Academy

Jumat, 24 Januari 2025 | 18:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Masyarakat Nonpeserta BPJS Bisa Ikut Pemeriksaan Kesehatan Gratis

Jumat, 24 Januari 2025 | 17:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sri Mulyani: Pajak Minimum Global Bikin Iklim Investasi Lebih Sehat

Jumat, 24 Januari 2025 | 15:30 WIB PROFIL PERPAJAKAN KONGO

Seputar Aturan Perpajakan Kongo, PPN-nya Pakai Skema Multi-Tarif

Jumat, 24 Januari 2025 | 14:30 WIB AMERIKA SERIKAT

Hadiri Acara WEF, Trump Tawarkan Tarif Pajak 15 Persen untuk Investor