INGGRIS

Sistem Pajak Inggris Terlalu Rumit, Parlemen Dorong Simplifikasi

Muhamad Wildan | Jumat, 16 Juni 2023 | 10:37 WIB
Sistem Pajak Inggris Terlalu Rumit, Parlemen Dorong Simplifikasi

Joe Ferguson, berumur sembilan tahun, dengan Bendera Nasional Inggris Union Jack dilukis di wajahnya, melihat ke atas saat para penggemar keluarga Kerajaan Inggris berkumpul di sepanjang jalan pusat Perayaan 70 Tahun Bertakthanya Ratu Inggris di London, Inggris pada Kamis (2/6/2022). (ANTARA FOTO/REUTERS/Tom Nicholson/wsj/KZU).

LONDON, DDTCNews - Komite Keuangan Parlemen Inggris meminta pemerintah untuk menyederhanakan ketentuan perpajakan yang berlaku.

Dalam laporannya, parlemen berpandangan sistem perpajakan Inggris sudah terlampau kompleks. Hal ini menambah beban kepatuhan dan menjadi disinsentif bagi wajib pajak untuk mengembangkan usahanya.

"Banyaknya insentif dan pembebasan pajak justru menambah beban kepatuhan dan menimbulkan kebingungan bagi wajib pajak," tulis parlemen dalam laporannya, dikutip Jumat (16/6/2023).

Baca Juga:
Tarif Bea Masuk Trump terhadap 2 Negara Ini Lebih Tinggi dari China

Komite Keuangan Parlemen Inggris mencatat saat ini terdapat 1.180 insentif dan pembebasan pajak yang diberlakukan berdasarkan threshold tertentu. Akibat beragam threshold tersebut, pelaku usaha justru enggan mengembangkan usahanya agar tetap mendapatkan insentif pajak.

Dengan demikian, insentif pajak justru menjadi penghambat tumbuh kembang dunia usaha dan pertumbuhan ekonomi. "Akibat threshold pengusaha kena pajak senilai £85.000, tercatat ada banyak perusahaan yang menjaga omzetnya sedikit di bawah batas tersebut," tulis Komite Keuangan Parlemen Inggris dalam laporannya.

Bukannya mendukung penyederhanaan sistem pajak, pemerintah Inggris justru membubarkan Office of Tax Simplification (OTS). Lembaga tersebut didirikan pada 2010 dan memiliki tugas untuk memberikan rekomendasi terkait simplifikasi sistem pajak kepada menteri keuangan.

Baca Juga:
Trump Bakal Kenakan Bea Masuk 25% atas Impor dari Kanada dan Meksiko

OTS tercatat dibubarkan oleh pemerintah Inggris pada tahun lalu pada masa pemerintahan Perdana Menteri Liz Truss.

Dengan dibubarkannya OTS, Komite Keuangan Parlemen Inggris pun memerintahkan kepada menteri keuangan untuk melaporkan keberlanjutan dari simplifikasi sistem perpajakan kepada Komite Keuangan Parlemen Inggris setiap tahun.

Laporan tersebut harus menyajikan informasi tentang kinerja pemerintah dalam menyederhanakan sistem pajak, progam yang diambil menteri keuangan untuk meringankan beban kepatuhan wajib pajak, dan perbandingan kompleksitas sistem pajak Inggris dengan negara lain.

"Pembubaran OTS menunjukkan pemerintah tidak serius dalam melakukan simplifikasi sistem pajak. Itulah mengapa kami meminta pemerintah untuk melaporkan progres simplifikasi sistem pajak setiap tahun," ujar Ketua Komite Keuangan Parlemen Inggris Harriett Baldwin. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Senin, 27 Januari 2025 | 10:00 WIB PMK 119/2024

Pemerintah Perinci Objek Penelitian atas PKP Berisiko Rendah

Senin, 27 Januari 2025 | 09:00 WIB KEBIJAKAN FISKAL

Siap-Siap SBN Ritel Perdana 2025! Besok Dirilis ORI027T3 dan ORI027T6

Senin, 27 Januari 2025 | 08:43 WIB LAYANAN PAJAK

Butuh Layanan Pajak? Kantor Pajak Baru Buka Lagi 30 Januari 2025

Senin, 27 Januari 2025 | 08:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pembaruan Objek Penelitian PKP Berisiko Rendah untuk Cairkan Restitusi

Senin, 27 Januari 2025 | 08:00 WIB KOTA PALANGKA RAYA

Bayar Pajak Sudah Serba Online, Kepatuhan WP Ditarget Membaik

Minggu, 26 Januari 2025 | 14:30 WIB PERATURAN PAJAK

Soal DPP Nilai Lain atas Jasa Penyediaan Tenaga Kerja, Ini Kata DJP

Minggu, 26 Januari 2025 | 13:30 WIB PERDAGANGAN KARBON

Luncurkan Perdagangan Karbon Internasional di IDXCarbon, Ini Kata BEI

Minggu, 26 Januari 2025 | 13:00 WIB AMERIKA SERIKAT

Tarif Bea Masuk Trump terhadap 2 Negara Ini Lebih Tinggi dari China