Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan berencana memperluas cakupan dari sistem blokir otomatis (automatic blocking system/ABS) sehingga dapat mendukung upaya penagihan piutang selain PNBP. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (9/6/2023).
Direktur PNBP Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara Dipisahkan Ditjen Anggaran (DJA) Rahayu Puspasari mengatakan ABS dalam jangka menengah/panjang akan bisa digunakan untuk mendukung penagihan piutang pada Ditjen Pajak (DJP) dan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC).
“Ditjen Kekayaan Negara (DJKN) juga sudah bisa kita lakukan, khusus piutang PNBP. Itu langsung bisa connect ke Simponi. Untuk yang piutang non-PNBP ini yang harus integrasi sistem. Dijadwalkan bisa dilaksanakan tahun ini,” ujarnya.
Puspa menjelaskan sistem DJA akan diintegrasikan dengan sistem yang dikelola oleh Ditjen Pajak (DJP) guna mendukung pelaksanaan ABS tersebut.
PMK 155/2021 s.t.d.d PMK 58/2023 membuka ruang bagi Kementerian Keuangan untuk menggunakan sistem blokir otomatis dalam penyelesaian piutang negara selain PNBP. Upaya penyelesaian itu harus diajukan berdasarkan usulan unit eselon I kepada DJA.
Selain mengenai sistem blokir otomatis, ada pula ulasan terkait dengan putusan Pengadilan Pajak. Kemudian, ada juga bahasan tentang mekanisme pemeriksaan kepatuhan pengusaha barang kena cukai (BKC).
Data PNBP dari berbagai kementerian/lembaga (K/L) akan digunakan dan disandingkan dengan profil wajib pajak sebagaimana terlapor dalam SPT. Bila terdapat ketidaksesuaian antara data PNBP dan data SPT, data itu dapat digunakan DJP untuk melakukan penagihan atas kekurangan pembayaran pajak.
"Nanti, kita harus ketemu secara sistem. Kami ingin integrasi di sistem kami. Jadi, tidak ada istilahnya lolos dari pajak, bea cukai, dan PNBP. Bahkan nanti automatic blocking system-nya bisa kelap-kelip di KPP," ujar Direktur PNBP K/L DJA Wawan Sunarjo. (DDTCNews)
Kementerian Keuangan mengeklaim sistem blokir otomatis (ABS) telah efektif meningkatkan penagihan piutang penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Direktur PNBP Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara Dipisahkan DJA Rahayu Puspasari mengatakan instrumen ABS telah dipakai untuk menagih piutang PNBP pada Kementerian LHK dan Kementerian ESDM meskipun PMK 58/2023 baru terbit.
"Dengan mengenalkan mekanisme ABS, wajib bayar yang tidak patuh itu enggak punya pilihan. Kalau mau meneruskan eksploitasinya, ya bayar. Ini cukup memberikan efek disiplin bagi mereka untuk tertib," katanya. Simak ‘Ada Sistem Otomatis, 319 Penunggak PNBP Kena Blokir’. (DDTCNews)
Masyarakat sebagai pencari keadilan memiliki hak untuk menyampaikan laporan ke Komisi Yudisial (KY) bila perkara yang diputus oleh hakim pajak dirasa mengandung bias atau kurang adil. Komisioner KY Binziad Kadafi mengatakan sepanjang dugaan tersebut dapat dibuktikan dan memiliki indikasi yang kuat, masyarakat dapat menyampaikan laporan kepada KY untuk selanjutnya diverifikasi.
"Akan kami verifikasi kami apakah memang masuk ruang lingkup wewenang KY atau tidak. Kewenangan KY hanya atas hakim dan memang masuk dalam pelanggaran perilaku, tidak semata-mata soal pertimbangan hakim dalam memutus karena itu ranah teknis yudisial," ujar Binziad. Simak ‘Putusan Pengadilan Pajak Mengandung Bias, Masyarakat Bisa Lapor ke KY’. (DDTCNews)
Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menerbitkan PER-10/BC/2023 mengenai tata laksana pemeriksaan kepatuhan pengusaha BKC. Ketentuan baru tersebut sejalan dengan PMK 118/2021 s.t.d.d PMK 141/2022 yang menyatakan perlunya pemeriksaan kepatuhan pengusaha BKC.
"Untuk meningkatkan kepatuhan pengusaha barang kena cukai, perlu dilakukan kegiatan pemeriksaan kepatuhan pengusaha barang kena cukai secara rutin maupun sewaktu-waktu," bunyi salah satu pertimbangan PER-10/BC/2023. Simak ‘Pengumuman! DJBC Rilis Mekanisme Pemeriksaan Kepatuhan Pengusaha BKC’. (DDTCNews)
Komisi XI DPR dan pemerintah menyepakati target rasio perpajakan (tax ratio) 2024 sebesar 9,92%-10,2%. Wakil Ketua Komisi XI Amir Uskara mengatakan target tax ratio yang disepakati panja sedikit lebih tinggi ketimbang usulan pemerintah dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) sebesar 9,91%-10,18%.
"Dengan optimalisasi pelaksanaan UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, tax ratio [2024] ditargetkan 9,92%-10,2%. Ada sedikit kenaikan," katanya saat membacakan kesimpulan Panja Pendapatan di Gedung DPR. (DDTCNews) (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.