EKONOMI DIGITAL

Simak Optimisme OECD Soal Konsensus Global Pajak Digital di Sini

Redaksi DDTCNews | Senin, 17 Februari 2020 | 17:11 WIB
Simak Optimisme OECD Soal Konsensus Global Pajak Digital di Sini

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) optimistis sejumlah kebijakan utama pembentuk dasar konsensus global pajak atas ekonomi digital dapat ditemukan dalam rapat pleno Inclusive Framework G20/OECD pada 1-2 Juli 2020 di Berlin, Jerman.

Hal ini diungkapkan Sekjen OECD José Ángel Gurría dalam dokumen laporannya kepada pada Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20. Laporan tersebut akan disampaikan pada 22—23 Februari 2020 di Riyadh, Arab Saudi. Unduh dokumennya di sini.

Menurutnya, pertemuan-pertemuan penting akan berlangsung di bulan-bulan mendatang. Keputusan sulit, sambungnya, perlu diambil pada desain teknis kedua pilar yang telah disepakati. Kendati demikian, dia mengaku pengambilan keputusan memang akan cukup menantang.

Baca Juga:
Langganan Platform Streaming Musik, Kena PPN atau Pajak Hiburan?

“Meskipun itu akan menantang, dengan dukungan politik Anda yang berkelanjutan, saya tetap optimis bahwa kesepakatan tentang sejumlah isu kebijakan utama yang akan membentuk dasar dari perjanjian politik dapat ditemukan … pada 1-2 Juli 2020 di Berlin, Jerman,” ujarnya.

Gurría mengatakan sesuai mandat G20, agenda prioritas yang mendesak sekarang adalah upaya untuk mencapai solusi berbasis konsensus untuk mengatasi tantangan pajak yang timbul dari digitalisasi ekonomi pada akhir 2020.

Selama paruh kedua 2019, sambungnya, ketegangan politik muncul karena peningkatan aksi sepihak (unilateral action). Hal ini memberikan gambaran kesulitan yang muncul seandainya kemajuan untuk mencapai konsensus terhenti. Ketegangan itu pada akhirnya menyoroti urgensi negosiasi multilateral.

Baca Juga:
Meninjau Aspek Keadilan dari Konsensus Pajak Minimum Global

Pasalnya, selama 10 tahun terakhir, G20 telah mendukung kerja sama multilateral untuk sistem pajak internasional yang adil, berkelanjutan, dan modern. Kemajuan signifikan telah terjadi untuk memerangi penggelapan pajak dan base erosion and profit shifting (BEPS) serta memastikan semua negara mendapat manfaat dari perkembangan tersebut.

Gurría mengungkapkan 2020 telah dimulai dengan awal yang menggembirakan. Pada 29—30 Januari 2020, 137 negara/yurisdiksi anggota Inclusive Framework on BEPS G20/OECD menegaskan kembali komitmen untuk mencapai konsensus dengan mengesahkan ‘Outline of the Architecture of a Unified Approach on Pillar One’.

Selama hampir dua tahun, sambungnya, Inclusive Framework telah mempertimbangkan tiga proposal yang bersaing di bawah pilar pertama. Proposal tersebut terkait dengan aturan baru tentang di mana perusahaan multinasional harus membayar pajak (nexus rules) dan pada bagian berapa laba mereka harus dikenakan pajak (profit allocation rules).

Baca Juga:
Penerapan Pilar 1 Amount A Butuh Aturan yang Berkepastian Hukum Tinggi

Sekretariat OECD telah merilis ‘Unified Approach’, yang mengacu pada elemen-elemen tertentu dari proposal sebelumnya dan termasuk aturan baru nexus dan alokasi laba. Menurut Gurría, pekerjaan ini berlanjut bukan tanpa kesulitan,

Pasalnya, ada beberapa dari 137 anggota yang memiliki pandangan yang berbeda tentang cara terbaik untuk mengatasi tantangan pajak yang timbul dari digitalisasi. Masih ada celah-celah tertentu yang perlu dijembatani, salah satunya adalah proposal dari Amerika Serikat (AS).

Proposal AS yang telah disampaikan melalui Menteri Keuangan AS Steve Mnuchin kepada Gurría tertanggal 3 Desember 2019, menginginkan untuk membuat pilar pertama diimplementasikan berbasis ‘safe-harbour’.

Baca Juga:
Menginterpretasikan Laba Usaha dalam P3B (Tax Treaty), Baca Buku Ini

Inclusive Framework mencatat bahwa penyelesaian masalah ini sangat penting untuk mencapai konsensus. Secara khusus, banyak anggota menyatakan keprihatinan bahwa penerapan ‘safe harbour’ dapat meningkatkan kesulitan besar, meningkatkan ketidakpastian, dan gagal memenuhi semua tujuan kebijakan dari keseluruhan proses.

“Namun, mereka mencatat bahwa keputusan akhir tentang masalah ini akan diambil hanya setelah unsur-unsur lain dari solusi berbasis konsensus telah disepakati,” ujar Gurría.

Selanjutnya, dia menjelaskan banyak kemajuan pada pilar kedua. Pekerjaan ini berfokus pada isu-isu BEPS yang tersisa dan berupaya mengembangkan peraturan yang akan memberikan yurisdiksi hak untuk ‘pengembalian pajak’ (‘tax back’) di mana yurisdiksi lain tidak menggunakan hak perpajakan utama mereka atau pembayaran sebaliknya dikenakan tarif rendah.

Baca Juga:
Hingga September, Setoran Pajak Sektor Digital Tembus Rp28,91 Triliun

Pada pertemuan pleno pada Januari 2020, Inclusive Framewok menyetujui Progress Note on Pillar Two, di mana berbagai opsi desain tetap dalam pertimbangan dan pekerjaan lebih lanjut tentang opsi-opsi ini akan berlanjut di bulan-bulan mendatang.

Dalam beberapa bulan mendatang, sambung Gurría, akan lebih banyak data tentang analisis ekonomi dan penilaian dampak sebagai pertimbangan untuk mengambil keputusan yang tepat. Simak artikel ‘OECD Klaim Konsensusnya akan Tambah Penerimaan Pajak US$100 Miliar’.

Timeline ini ambisius tetapi kegagalan untuk mencapai kesepakatan akan sangat meningkatkan risiko bahwa negara akan bertindak secara sepihak, dengan konsekuensi negatif pada ekonomi global yang sudah rapuh,” imbuhnya. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 18 Oktober 2024 | 15:30 WIB SERBA-SERBI PAJAK

Langganan Platform Streaming Musik, Kena PPN atau Pajak Hiburan?

Rabu, 16 Oktober 2024 | 13:20 WIB BUKU PAJAK

Meninjau Aspek Keadilan dari Konsensus Pajak Minimum Global

Rabu, 09 Oktober 2024 | 16:17 WIB KONSENSUS PAJAK GLOBAL

Penerapan Pilar 1 Amount A Butuh Aturan yang Berkepastian Hukum Tinggi

Rabu, 09 Oktober 2024 | 13:45 WIB LITERATUR PAJAK

Menginterpretasikan Laba Usaha dalam P3B (Tax Treaty), Baca Buku Ini

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja