Ilustrasi. Sejumlah buruh rokok memproduksi Sigaret Kretek Tangan (SKT) di salah satu pabrik rokok di Kudus, Jawa Tengah, Selasa (20/6/2023). ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/foc.
JAKARTA, DDTCNews - Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) wajib dimiliki pengusaha sebagai legalitas dalam menjalankan kegiatan usaha di bidang cukai.
Ada beberapa pihak yang tergolong wajib memiliki NPPBKC sesuai dengan PMK 66/2018 s.t.d.t.d PMK 68/2023. Siapa saja pihak yang perlu mengurus izin NPPBKC?
"Setiap orang yang akan menjalankan kegiatan sebagai pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, dan/atau pengusaha tempat penjualan eceran wajib memiliki NPPBKC," bunyi Pasal 2 ayat (1) PMK 66/2018 s.t.d.t.d PMK 68/2023, dikutip pada Selasa (11/12/2023).
Jika diuraikan secara lebih terperinci, ada 5 pihak yang perlu memiliki NPPBKC. Pertama, pengusaha pabrik barang kena cukai. Kedua, pengusaha tempat penyimpanan barang kena cukai. Ketiga, importir barang kena cukai.
Keempat, penyalur etil alkohol (EA) dan minuman menganding etil alkohol (MMEA). Kelima, pengusaha tempat penjualan eceran EA atau MMEA.
Kewajiban memiliki NPPBKC sebagai penyalur atau pengusaha tempat penjualan eceran hanya berlaku untuk penyalur dan pengusaha tempat penjualan eceran barang kena cukai berupa EA atau MMEA.
Apabila orang yang wajib memiliki NPPBKC merupakan tempat penimbunan berikat, izin tempat penimbunan berikat diberlakukan juga sebagai NPPBKC.
Kemudian, ada juga pihak-pihak yang dikecualikan dari kewajiban memiliki NPPBKC. Di antaranya, pertama, orang yang membuat tembakau iris yang dibuat dari tembakau hasil tanaman di Indonesia yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau dikemas untuk penjualan eceran dengan bahan pengemas tradisional yang lazim dipergunakan.
Ada 2 kriteria yang meliputi kondisi di atas, yakni apabila dalam pembuatannya tidak dicampur atau ditambah dengan tembakau yang berasal dari luar negeri atau bahan lain yang lazim dipergunakan dalam pembuatan hasil tembakau, serta pada pengemas atau tembakau irisnya tidak dibubuhi atau dilekati atau dicantumkan cap, merek dagang, etiket, atau sejenis dengan itu.
Kedua, orang yang membuat minuman mengandung etil alkohol yang diperoleh dari hasil peragian atau penyulingan. Ada 4 kriteria yang meliputi kondisi tersebut, yakni dibuat oleh rakyat Indonesia serta dibuat secara sederhana dengan menggunakan peralatan sederhana yang lazim digunakan oleh rakyat Indonesia dan produksinya tidak rnelebihi 25 liter per hari.
Kemudian, dibuat semata-mata untuk pencaharian dan tidak dikemas dalam kemasan untuk penjualan eceran.
Pihak yang dikecualikan, ketiga, orang yang membuat etil alkohol, dalam hal dibuat oleh rakyat di Indonesia, pembuatannya dilakukan secara sederhana yang produksinya tidak melebihi 30 liter per hari, dan semata-mata untuk mata pencaharian.
Keempat, orang yang mengimpor barang kena cukai yang mendapat fasilitas pembebasan cukai. Ada 5 kondisi yang meliputinya, yakni untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, untuk keperluan perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik, dan untuk keperluan tenaga ahli bangsa asing yang bertugas pada Badan atau Organisasi Internasional di Indonesia.
Selanjutnya, impor barang kena cukai yang yang dibawa oleh penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas atau kiriman dari Luar Negeri, dalam jumlah tertentu, serta yang dipergunakan untuk tujuan sosial.
Pihak yang dikecualikan selanjutnya, kelima, adalah pengusaha tempat penjualan eceran etil alkohol yang jumlah penjualannya dalam sehari maksimal 30 liter per hari.
Keenam, pengusaha tempat penjualan eceran minuman mengandung etil alkohol dengan kadar paling tinggi 5%. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.