Ilustrasi. (Foto: Kemenkeu)
JAKARTA, DDTCNews - Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 148/2020 mengenai pembayaran dan penyetoran penerimaan negara untuk kepabeanan dan cukai menambahkan satu pasal baru yang mengatur secara khusus mengenai pihak pemungut.
Pada Pasal 2A PMK No. 148/2020, pemungutan penerimaan negara untuk kepabeanan dan cukai dapat dilakukan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) sendiri atau wajib pungut. Pemungutan penerimaan negara oleh wajib pungut tidak tertuang dalam ketentuan sebelumnya pada PMK No. 40/2016.
Kepala Subdirektorat (Kasubdit) Hubungan Masyarakat (Humas) DJBC Haryo Limanseto pun menerangkan munculnya frasa wajib pungut dalam PMK terbaru bertujuan untuk mengakomodasi keberadaan bank, pos, dan lembaga persepsi lainnya yang membantu pemungutan.
Dengan ini, wajib pungut pada PMK No. 148/2020 tidak mengadopsi ketentuan wajib pungut pada pajak pertambahan nilai (PPN). "Wajib pungut PMK No. 148/2020 lebih mengarah pada pemungutan penerimaan negara yang menggunakan sistem billing DJBC," ujar Haryo, Jumat (16/10/2020).
Sesuai dengan PMK No. 148/2020, wajib pungut adalah orang pribadi atau badan yang ditentukan untuk membantu pemungutan penerimaan negara baik penerimaan perpajakan maupun nonperpajakan.
Wajib pungut berbeda dengan wajib setor. Wajib setor didefinisikan sebagai orang pribadi atau badan hukum yang ditentukan untuk melakukan kewajiban menerima penerimaan negara dari wajib bayar untuk kemudian disetorkan ke kas negara melalui bank, pos, dan lembaga persepsi lainnya.
Haryo mengonfirmasi frasa wajib pungut dimasukkan dalam PMK No. 148/2020 sebagai penegasan untuk membedakan wajib setor dengan wajib pungut.
Dalam pembayaran penerimaan negara untuk kepabeanan dan cukai secara elektronik, bank, pos, dan lembaga persepsi lainnya memiliki peran sebagai agen penerimaan atau collecting agent dalam sistem penerimaan negara menggunakan surat setoran elektronik.
Keberadaan lembaga persepsi lainnya sebagai collecting agent sendiri tidak diakomodasi PMK sebelumnya. Melalui Pasal 8A PMK No. 148/2020, pembayaran ataupun penyetoran penerimaan negara ditetapkan dapat dilakukan oleh wajib bayar atau wajib setor melalui lembaga persepsi lainnya.
Atas pembayaran melalui lembaga persepsi itu akan diterbitkan nomor transaksi lembaga persepsi lainnya. Pembayaran yang dilakukan wajib bayar melalui lembaga persepsi lainnya dianggap sebagai bukti pelunasan kewajiban sesuai dengan tanggal bayar pada bukti penerimaan negara. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.