RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa mengenai transaksi penjualan semen yang belum dilaporkan dalam surat pemberitahuan (SPT).
Otoritas pajak berpendapat ada perbedaan jumlah semen dalam laporan persediaan dan laporan pembelian aktual. Atas perbedaan tersebut, otoritas pajak menilai ada transaksi penjualan semen yang belum dilaporkan dalam SPT. Kemudian, otoritas pajak melakukan koreksi atas peredaran usaha wajib pajak.
Namun, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan koreksi otoritas pajak atas peredaran usahanya. Otoritas telah keliru dalam memahami laporan persediaan perusahaan wajib pajak. Wajib pajak telah melaporkan seluruh transaksi dalam SPT dengan benar.
Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Sementara itu, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan dari otoritas pajak selaku Pemohon PK.
Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.
Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berkesimpulan otoritas pajak tidak dapat membuktikan adanya transaksi penjualan semen yang belum dilaporkan dalam SPT. Berdasarkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan, wajib pajak telah melaporkan seluruh transaksi yang dilakukannya dalam SPT.
Berdasarkan pertimbangan di atas, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 56142/PP/M.IVA/11/2014 tertanggal 14 Oktober 2014, otoritas pajak mengajukan Permohonan PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 6 Februari 2015.
Pokok sengketa atas perkara ini ialah koreksi atas objek PPh Pasal 22 terkait dengan nilai peredaran usaha yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Menurutnya, terdapat perbedaan antara jumlah semen dalam laporan persediaan dan laporan pembelian aktual.
Hal ini disimpulkan berdasarkan pemeriksaan atas kebenaran surat pemberitahuan (SPT), melakukan analisis persentase laba kotor, menghitung ratio biaya pegawai, mencari tahu sumber dan penggunaan dana, serta melakukan pengujian arus uang dan beberapa aspek lainnya.
Atas perbedaan jumlah persediaan tersebut, Pemohon menganggap adanya transaksi penjualan semen yang belum dilaporkan dalam SPT PPh Badan tahun pajak 2008. Adanya tambahan penghasilan Termohon berimplikasi dengan tambahan peredaran usahanya.
Dengan demikian, Pemohon PK melakukan koreksi atas peredaran usaha Termohon PK. Sebagai informasi, merujuk pada Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-401/PJ/2001, besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut atas penjualan semua jenis semen adalah 0,25%.
Apabila Termohon PK berpendapat bukti yang ditemukan Pemohon tidak valid, seharusnya Termohon membantah dan menyanggahnya pada saat proses pemeriksaan berlangsung. Namun, realitanya Termohon tidak membantah atas dalil-dalil yang disampaikan. Termohon PK juga tidak pernah memberikan data, informasi, atau dokumen tertentu yang dapat menggugurkan pendapat Pemohon saat proses pemeriksaan dan keberatan.
Termohon PK baru memberikan bukti-bukti untuk sengketa ini saat proses banding dilakukan. Merujuk pada Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), catatan, data, atau informasi yang tidak diungkapkan saat pemeriksaan tidak dapat dipertimbangkan sebagai bukti dalam proses keberatan dan selanjutnya. Dengan demikian, Majelis Hakim Pengadilan Pajak seharusnya tidak mempertimbangkan bukti-bukti yang diajukan dalam proses banding karena tidak sesuai ketentuan yang berlaku.
Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan koreksi Pemohon PK. Pemohon PK keliru dalam memahami laporan persediaan Termohon PK. Termohon PK telah melaporkan seluruh transaksi dalam SPT dengan benar. Pernyataan Pemohon PK tidak didasari dengan bukti-bukti yang valid. Koreksi yang dilakukan Pemohon PK hanyalah asumsi dan kesalahan pemahaman saja sehingga harus dibatalkan.
Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding tidak tepat. Terdapat dua pertimbangan Mahkamah Agung.
Pertama, koreksi atas peredaran usaha PPh Pasal 22 yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam persidangan, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Kedua, anggapan Pemohon tentang adanya transaksi penjualan yang belum dilaporkan dalam SPT oleh Termohon PK tidak terbukti kebenarannya. Pendapat Pemohon juga tidak didasari dengan bukti-bukti pendukung. Dengan demikian, koreksi Pemohon PK tidak dapat dipertahankan.
Berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan Pemohon PK dinilai tidak memiliki cukup alasan sehingga Mahkamah Agung menyatakan menolak permohonan Pemohon. Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.
(Disclaimer)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.