RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Transaksi Penjualan Semen yang Belum Dilaporkan dalam SPT

Hamida Amri Safarina | Jumat, 10 Juli 2020 | 15:33 WIB
Sengketa Transaksi Penjualan Semen yang Belum Dilaporkan dalam SPT

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa mengenai transaksi penjualan semen yang belum dilaporkan dalam surat pemberitahuan (SPT).

Otoritas pajak berpendapat ada perbedaan jumlah semen dalam laporan persediaan dan laporan pembelian aktual. Atas perbedaan tersebut, otoritas pajak menilai ada transaksi penjualan semen yang belum dilaporkan dalam SPT. Kemudian, otoritas pajak melakukan koreksi atas peredaran usaha wajib pajak.

Namun, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan koreksi otoritas pajak atas peredaran usahanya. Otoritas telah keliru dalam memahami laporan persediaan perusahaan wajib pajak. Wajib pajak telah melaporkan seluruh transaksi dalam SPT dengan benar.

Baca Juga:
Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Sementara itu, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan dari otoritas pajak selaku Pemohon PK.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berkesimpulan otoritas pajak tidak dapat membuktikan adanya transaksi penjualan semen yang belum dilaporkan dalam SPT. Berdasarkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan, wajib pajak telah melaporkan seluruh transaksi yang dilakukannya dalam SPT.

Baca Juga:
Nanti Ada Coretax, Masih Perlu Ajukan Sertifikat Elektronik?

Berdasarkan pertimbangan di atas, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 56142/PP/M.IVA/11/2014 tertanggal 14 Oktober 2014, otoritas pajak mengajukan Permohonan PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 6 Februari 2015.

Pokok sengketa atas perkara ini ialah koreksi atas objek PPh Pasal 22 terkait dengan nilai peredaran usaha yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Menurutnya, terdapat perbedaan antara jumlah semen dalam laporan persediaan dan laporan pembelian aktual.

Baca Juga:
Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Hal ini disimpulkan berdasarkan pemeriksaan atas kebenaran surat pemberitahuan (SPT), melakukan analisis persentase laba kotor, menghitung ratio biaya pegawai, mencari tahu sumber dan penggunaan dana, serta melakukan pengujian arus uang dan beberapa aspek lainnya.

Atas perbedaan jumlah persediaan tersebut, Pemohon menganggap adanya transaksi penjualan semen yang belum dilaporkan dalam SPT PPh Badan tahun pajak 2008. Adanya tambahan penghasilan Termohon berimplikasi dengan tambahan peredaran usahanya.

Dengan demikian, Pemohon PK melakukan koreksi atas peredaran usaha Termohon PK. Sebagai informasi, merujuk pada Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-401/PJ/2001, besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut atas penjualan semua jenis semen adalah 0,25%.

Baca Juga:
Kunjungi Alamat WP Badan, AR Bahas Laporan Keuangan dalam SPT Tahunan

Apabila Termohon PK berpendapat bukti yang ditemukan Pemohon tidak valid, seharusnya Termohon membantah dan menyanggahnya pada saat proses pemeriksaan berlangsung. Namun, realitanya Termohon tidak membantah atas dalil-dalil yang disampaikan. Termohon PK juga tidak pernah memberikan data, informasi, atau dokumen tertentu yang dapat menggugurkan pendapat Pemohon saat proses pemeriksaan dan keberatan.

Termohon PK baru memberikan bukti-bukti untuk sengketa ini saat proses banding dilakukan. Merujuk pada Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), catatan, data, atau informasi yang tidak diungkapkan saat pemeriksaan tidak dapat dipertimbangkan sebagai bukti dalam proses keberatan dan selanjutnya. Dengan demikian, Majelis Hakim Pengadilan Pajak seharusnya tidak mempertimbangkan bukti-bukti yang diajukan dalam proses banding karena tidak sesuai ketentuan yang berlaku.

Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan koreksi Pemohon PK. Pemohon PK keliru dalam memahami laporan persediaan Termohon PK. Termohon PK telah melaporkan seluruh transaksi dalam SPT dengan benar. Pernyataan Pemohon PK tidak didasari dengan bukti-bukti yang valid. Koreksi yang dilakukan Pemohon PK hanyalah asumsi dan kesalahan pemahaman saja sehingga harus dibatalkan.

Baca Juga:
Ketentuan Perpanjangan Batas Pelaporan SPT Tahunan sesuai PMK 81/2024

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding tidak tepat. Terdapat dua pertimbangan Mahkamah Agung.

Pertama, koreksi atas peredaran usaha PPh Pasal 22 yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam persidangan, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Kedua, anggapan Pemohon tentang adanya transaksi penjualan yang belum dilaporkan dalam SPT oleh Termohon PK tidak terbukti kebenarannya. Pendapat Pemohon juga tidak didasari dengan bukti-bukti pendukung. Dengan demikian, koreksi Pemohon PK tidak dapat dipertahankan.

Berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan Pemohon PK dinilai tidak memiliki cukup alasan sehingga Mahkamah Agung menyatakan menolak permohonan Pemohon. Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:00 WIB CORETAX SYSTEM

Nanti Ada Coretax, Masih Perlu Ajukan Sertifikat Elektronik?

Selasa, 24 Desember 2024 | 11:30 WIB MAHKAMAH KONSTITUSI

Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Senin, 23 Desember 2024 | 19:00 WIB KPP PRATAMA BADUNG UTARA

Kunjungi Alamat WP Badan, AR Bahas Laporan Keuangan dalam SPT Tahunan

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?