RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 23 atas Pembayaran Royalti kepada Pemerintah

Vallencia | Jumat, 05 Agustus 2022 | 17:27 WIB
Sengketa PPh Pasal 23 atas Pembayaran Royalti kepada Pemerintah

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa mengenai pembayaran royalti kepada pemerintah sehubungan dengan imbalan atas hak pengelolaan tambang batu bara yang menjadi objek PPh Pasal 23.

Perlu dipahami, dalam kasus ini, Pemerintah Kabupaten X memiliki tambang batu bara. Kemudian, pemerintah menyerahkan hak penambangan tersebut kepada PT A. Dengan demikian, PT A memiliki kewajiban untuk membayar royalti kepada Pemerintah Kabupaten X.

Berikutnya, PT A memberikan hak pengelolaan tambang kepada wajib pajak. Atas hak pengelolaan tambang tersebut, wajib pajak diminta membayar sejumlah kompensasi kepada PT A. Selanjutnya, wajib pajak melunasi kompensasi tersebut dengan cara menggantikan PT A dalam membayar royalti kepada Pemerintah Kabupaten X. Namun, wajib pajak tidak melakukan pemotongan pajak penghasilan (PPh) Pasal 23 atas pembayaran royalti kepada Pemerintah Kabupaten X.

Baca Juga:
Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Otoritas pajak berpendapat kewajiban membayar kompensasi dari wajib pajak kepada PT A termasuk pembayaran royalti atas harta tak berwujud berupa hak pengelolaan tambang. Oleh karena itu, atas transaksi tersebut terutang PPh Pasal 23.

Di sisi lain, wajib pajak menyatakan transaksi pembayaran yang dilakukannya kepada Pemerintah Kabupaten X tidak termasuk objek pajak. Sebab, transaksi tersebut bukanlah pembayaran royalti, melainkan bagi hasil produksi sehingga tidak menjadi objek PPh Pasal 23. Selain itu, pemerintah bukan merupakan subjek pajak dan pembayaran bagi hasil kepada pemerintah telah disetor langsung ke kas negara.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Kemudian, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Baca Juga:
Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan ID.

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat koreksi positif PPh Pasal 23 yang ditetapkan oleh otoritas pajak tidak dapat dibenarkan.

Majelis Hakim Pengadilan Pajak menilai pembayaran kepada PT A sebenarnya merupakan bagian dari keuntungan Pemerintah Kabupaten X atas penjualan batu bara dan bukan royalti. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya perjanjian antara wajib pajak dan PT A.

Baca Juga:
Begini Perlakuan PPh bagi Lessor Atas Kegiatan Leasing

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 36662/PP/M.XIII/12/2012 tanggal 14 Februari 2012, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 6 Juni 2012.

Pokok sengketa dalam perkara ini ialah permohonan banding yang tidak dapat diterima oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak atas koreksi positif DPP PPh Pasal 23 terutang senilai Rp2.322.940.956.

Pendapat Pihak yang Bersengketa

PEMOHON PK selaku otoritas pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, kepemilikan tambang batu bara berada di tangan Pemerintah Kabupaten X. Kemudian, pemerintah menyerahkan hak penambangan kepada PT A. Oleh sebab itu, PT A memiliki kewajiban untuk membayar royalti kepada Pemerintah Kabupaten X.

Baca Juga:
Sengketa PPN atas Klaim Layanan Garansi Suku Cadang Mobil

Dalam perkembangannya, PT A membuat perjanjian dengan Termohon PK. Berdasarkan pada perjanjian tersebut, dapat diketahui Termohon PK memperoleh hak pengelolaan tambang dan memiliki kewajiban untuk membayar kompensasi kepada PT A. Selanjutnya, Termohon PK melunasi kompensasi tersebut dengan cara menggantikan PT A dalam membayar royalti kepada pemerintah.

Dalam proses pembayaran royalti ke pemerintah, Termohon PK membuat bukti setor atas namanya dan menyatakan pembayaran tersebut mewakili kewajiban PT A. Terhadap hal tersebut, Pemohon PK berpendapat bahwa pihak yang wajib membayarkan royalti kepada pemerintah ialah PT A dan bukan Termohon PK. Sebab, invoice yang diterbitkan pemerintah atas royalti yang dimaksud ditujukan kepada PT A selaku pemegang hak pengelolaan.

Lebih lanjut, Pemohon PK juga berdalil jika terdapat pengalihan hak pengelolaan dan pembayaran royalti yang diserahkan dari PT A kepada Termohon PK, seharusnya dilakukan dengan berdasarkan persetujuan pemerintah.

Baca Juga:
Profesional DDTC Edukasi Mahasiswa Soal Beracara di Pengadilan Pajak

Dalam hal ini, tidak terdapat kontrak antara pemerintah dan Termohon PK terkait dengan pengalihan hak dan pembayaran royalti. Dengan begitu, alur transaksi yang seharusnya dilakukan ialah Termohon PK membayar kompensasi terlebih dahulu kepada PT A. Kemudian, PT A membayarkannya kepada pemerintah sebagai bentuk royalti

Sesuai dengan penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf h Undang-Undang No. 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan, imbalan sehubungan dengan hak penggunaan atas harta tak berwujud termasuk bentuk royalti.

Kewajiban membayar kompensasi dari wajib pajak kepada PT A termasuk bentuk pembayaran royalti atas harta tak berwujud berupa hak pengelolaan tambang. Oleh karena itu, atas transaksi tersebut terutang PPh Pasal 23.

Baca Juga:
Coretax Digunakan 1 Januari 2025, DJP Beberkan Progres Persiapannya

Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan pendapat Pemohon PK. Termohon PK menyampaikan terdapat 3 alasan pembayaran royalti kepada pemerintah tidak termasuk dalam objek PPh Pasal 23.

Pertama, kompensasi yang dibayarkan kepada Pemerintah Kabupaten X secara substansi tidak termasuk dalam pengertian royalti, tetapi bagi hasil produksi batu bara. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perjanjian kerja sama pengusaha Pertambangan Batu Bara (PKP2B).

Sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) huruf d Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2003 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, bagi hasil produksi merupakan salah satu jenis penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Adapun PNBP tidak termasuk dalam objek PPh Pasal 23.

Baca Juga:
Komwasjak Soroti Rendahnya ACR Indonesia dan Tingginya Sengketa Pajak

Kedua, Pemerintah Kabupaten X tidak termasuk subjek pajak. Dengan demikian, transaksi pembayaran kepada Pemerintah Kabupaten X bukan merupakan objek pajak. Ketiga, pembayaran bagi hasil kepada pemerintah telah disetor langsung ke kas negara. Hal ini ditunjukkan dengan bukti pembayaran atas bagi hasil yang disetorkan Termohon PK ke rekening kas negara.

Pertimbangan Mahkamah Agung

MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding sudah tepat dan benar. Adapun terhadap perkara ini, terdapat 2 pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, koreksi PPh Pasal 23 yang ditetapkan oleh Pemohon PK atas biaya royalti tidak dapat dipertahankan. Sebab, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan kedua belah pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta dan bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
5 Alasan Permohonan Peninjauan Kembali di Tingkat Mahkamah Agung

Kedua, Mahkamah Agung menimbang tidak terdapat Putusan Pengadilan Pajak yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Mahkamah Agung menilai permohonan PK tidak beralasan, sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK ditetapkan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.

(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 11:30 WIB MAHKAMAH KONSTITUSI

Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Jumat, 20 Desember 2024 | 19:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

Kamis, 19 Desember 2024 | 17:30 WIB KONSULTASI PAJAK

Begini Perlakuan PPh bagi Lessor Atas Kegiatan Leasing

Jumat, 13 Desember 2024 | 16:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPN atas Klaim Layanan Garansi Suku Cadang Mobil

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:30 WIB KOTA BATAM

Ada Pemutihan, Pemkot Berhasil Cairkan Piutang Pajak Rp30 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Bagaimana Cara Peroleh Diskon 50 Persen Listrik Januari-Februari 2025?

Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan