RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Pengkreditan Pajak Masukan atas Hasil Olahan TBS Sawit

Hamida Amri Safarina | Jumat, 04 September 2020 | 17:27 WIB
Sengketa Pengkreditan Pajak Masukan atas Hasil Olahan TBS Sawit

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai pengkreditan pajak masukan atas hasil olahan tandan buah segar (TBS) sawit.

Dalam perkara ini, wajib pajak merupakan pengusaha yang bergerak di bidang industri minyak kelapa sawit. Dalam mengelola usahanya, wajib pajak memiliki perkebunan kelapa sawit yang menghasilkan TBS sawit dan digunakan sebagai bahan baku pembuatan berbagai macam produk minyak kelapa sawit. Kemudian, hasil olahan TBS sawit tersebut dijual kepada para pelanggan, selanjutnya disebut pihak lawan transaksi.

Wajib pajak menyatakan pihaknya tidak pernah melakukan penyerahan atas TBS sawit kepada pihak lawan transaksi. Menurut wajib pajak, barang yang diserahkan kepada pihak lawan transaksi tersebut ialah minyak kelapa sawit (CPO), inti sawit (PK), crude palm kernel oil (CPKO), dan palm kernel expeller (PKE).

Baca Juga:
Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Produk-produk tersebut tidak tergolong barang kena pajak (BKP) yang bersifat strategis dan juga tidak dibebaskan dari pemungutan PPN. Dengan demikian, wajib pajak tetap dapat melakukan pengkreditan pajak masukan.

Sebaliknya, otoritas pajak menemukan adanya penyerahan TBS sawit ke pihak lawan transaksi wajib pajak. Adapun TBS sawit merupakan salah satu jenis BKP yang bersifat strategis dan dibebaskan dari pemungutan PPN sehingga tidak dapat dilakukan pengkreditan pajak masukan.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menyatakan menolak permohonan PK yang diajukan otoritas pajak sekaligus menguatkan putusan Pengadilan Pajak. Putusan Mahkamah Agung tersebut menguatkan putusan Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.

Kronologi
WAJIB pajak menyatakan keberatan atas penetapan otoritas pajak sehingga mengajukan banding ke Pengadilan Pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat dalam perkara ini, wajib pajak tidak pernah melakukan penyerahan TBS sawit. Barang yang dijual wajib pajak kepada pihak lawan transaksi ialah produk hasil olahan kelapa sawit, antara lain CPO, PK, CPKO, dan PKE.

Menurut Majelis Hakim Pengadilan Pajak, penyerahan produk olahan kelapa sawit tidak termasuk BKP yang bersifat strategis dan juga tidak dibebaskan dari pemungutan PPN. Oleh karena itu, wajib pajak tetap dapat melakukan pengkreditan pajak masukan.

Baca Juga:
Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

Atas permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 71377/PP/M.IA/16/2016 tanggal 6 Juni 2016, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 21 September 2016.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi positif pajak masukan masa pajak Mei 2009 senilai Rp578.395.385 yang tidak dapat dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan tidak setuju dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Berdasarkan data dan fakta yang terungkap dalam persidangan, Pemohon PK menemukan adanya penyerahan TBS sawit ke pihak lawan transaksi Termohon PK.

Baca Juga:
Sengketa atas Pengajuan Pengurangan Sanksi Bunga

Merujuk Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 2007, TBS sawit merupakan salah satu jenis BKP yang bersifat strategis dan dibebaskan dari pemungutan PPN. Atas pembebasan PPN tersebut, Termohon PK seharusnya tidak melakukan pengkreditan pajak masukan. Oleh karena itu, Pemohon PK memutuskan untuk melakukan koreksi positif pajak masukan masa pajak Mei 2009 senilai Rp578.395.385.

Selanjutnya, Termohon PK menyatakan keberatan dengan dalil-dalil yang dinyatakan Pemohon PK. Perlu diketahui bahwa Termohon PK memiliki suatu usaha yang bergerak di bidang industri minyak kelapa sawit. Dalam mengelola usahanya, Termohon PK memiliki perkebunan kelapa sawit yang menghasilkan TBS sawit dan digunakan sebagai bahan baku pembuatan produk-produk minyak kelapa sawit.

Adapun hasil pengolahan TBS sawit ialah CPO, PK, CPKO, dan PKE. Nantinya, produk-produk tersebut dijual ke pihak lawan transaksi Termohon PK. Artinya, dalam usahanya, Termohon PK bukan melakukan penyerahan atas TBS sawit, melainkan produk CPO, PK, CPKO, dan PKE.

Baca Juga:
DPR Sebut Penundaan Kenaikan PPN 12% Bisa Bangkitkan Kelas Menengah

Menurut Termohon PK, produk CPO, PK, CPKO, dan PKE tidak termasuk BKP yang dibebaskan PPN. Dengan begitu, produk-produk tersebut seharusnya tetap dikenakan PPN sebesar 10% dan dapat dilakukan pengkreditan pajak masukan. Koreksi yang dilakukan Pemohon PK dinilai tidak dapat dipertahankan.

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya banding sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil sudah tepat. Terdapat dua pertimbangan Majelis Hakim Agung sebagai berikut.

Pertama, koreksi positif pajak masukan pada masa pajak Mei 2009 senilai Rp578.395.385 tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan para pihak dalam persidangan, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Langganan Platform Streaming Musik, Kena PPN atau Pajak Hiburan?

Kedua, dalam perakara a quo, Termohon PK tidak pernah melakukan penyerahan atas TBS sawit kepada pihak lawan transaksi. Termohon PK hanya menjual hasil olahan TBS sawit, yakni CPO, PK, CPKO, dan PKE. Produk-produk tersebut tidak termasuk BKP yang bersifat strategis dan juga tidak dibebaskan dari pemungutan PPN. Oleh karena itu, Termohon PK tetap dapat melakukan pengkreditan pajak masukan atas penyerahan CPO, PK, CPKO, dan PKE.

Berdasarkan uraian di atas, permohonan PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan diukum untuk membayar biaya perkara.

(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 16:00 WIB KEPATUHAN PAJAK

Punya Usaha Kecil-kecilan, Perlu Bayar Pajak Enggak Sih?

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 11:01 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja