RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Penetapan Tarif Preferensi AANZFTA atas Impor Sapi

Hamida Amri Safarina | Rabu, 08 Juli 2020 | 17:39 WIB
Sengketa Penetapan Tarif Preferensi AANZFTA atas Impor Sapi

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa kepabeanan mengenai penetapan tarif preferensi Asean-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) atas impor sapi dari Australia yang dilakukan wajib pajak.

Wajib pajak berpendapat impor sapi dari Australia yang dilakukan termasuk dalam pos tarif 0102.29.10.10 dan berhak memanfaatkan tarif preferensi AANZFTA sebesar 0%. Sebab, wajib pajak sudah memenuhi seluruh kriteria yang ditetapkan untuk memperoleh fasilitas tarif preferensi tersebut.

Adapun kriteria yang dimaksud ialah kriteria asal barang (origin criteria), ketentuan pengiriman langsung (direct consignment), dan bukti dokumen (documentary evidence). Dengan demikian, koreksi otoritas kepabeanan dan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak dinilai harus dibatalkan.

Baca Juga:
Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

Sebaliknya, otoritas kepabeanan mengklasifikasikan impor sapi dari Australia dalam pos tarif 0102.29.10.90 dengan bea masuk sebesar 5%. Wajib pajak tidak berhak memperoleh tarif preferensi AANZFTA karena tidak dapat menyerahkan certificate of origin yang otentik.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan menolak permohonan banding dari wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan dari wajib pajak selaku Pemohon PK.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.

Baca Juga:
Sengketa atas Pengajuan Pengurangan Sanksi Bunga

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas kepabeanan. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat wajib pajak tidak berhak memperoleh tarif preferensi AANZFTA karena tidak dapat memenuhi kriteria yang ditentukan.

Oleh karena itu, Majelis Hakim Pengadilan Pajak mengklasifikasikan impor sapi dari Australia dalam pos tarif 0102.29.10.90 dan dikenakan tarif bea masuk sebesar 5%.

Atas permohonan tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan menolak permohonan banding dari wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 50394/PP/M.VIIA/19/2014 tertanggal 11 Februari 2014, wajib pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 23 Desember 2016.

Baca Juga:
BMTP Impor Kain dan Karpet Diperpanjang, Sri Mulyani Harapkan Ini

Pokok sengketa perkara a quo adalah penetapan bea masuk atas impor sapi dari Australia yang dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Pemohon PK sudah menyampaikan pemberitahuan impor barang (PIB) dengan No. 030520 tertanggal 25 Oktober 2012 dengan benar.

Perlu dipahami terlebih dahulu, Pemohon PK adalah perusahaan pengimpor sapi sejak 2003. Dalam perkara ini, Pemohon PK telah mengimpor 2.500 sapi dari Australia. Adapun kegiatan impor sapi yang dilakukannya sudah memperoleh persetujuan dari Kementerian Perdagangan pada 6 Juli 2012.

Baca Juga:
Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

Lebih lanjut, Pemohon PK menyatakan pada saat kegiatan impor dilakukan, pemerintah Indonesia telah melakukan ratifikasi ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) yang tertuang dalam Peraturan Presiden No. 26 Tahun 2011. Pemerintah juga mengeluarkan aturan pelaksana atas ketentuan tersebut yakni PMK No. 166/2011.

Untuk memperoleh fasilitas tarif preferensi AANZFTA, Pemohon PK telah memenuhi persyaratan atau rules of origin yang ditetapkan. Adapun persyaratan yang dimaksud yakni kriteria asal barang (origin criteria), ketentuan pengiriman langsung (direct consignment), dan bukti dokumen (documentary evidence).

Persyaratan tersebut telah diserahkan kepada Termohon PK saat menyampaikan PIB. Jenis barang yang diimpor sepenuhunya dihasilkan, diambil, dan/atau diproduksi di negara anggota AANZFTA. Berdasarkan uraian di atas, Pemohon PK menilai kegiatan impor sapi ditetapkan dalam pos tarif 0102.29.10.10 dan berhak memperoleh tarif preferensi AANZFTA sebesar 0%.

Baca Juga:
Terkendala Saat Gunakan CEISA 4.0, DJBC Bagikan Tips agar Lancar

Sebaliknya, Termohon PK menyatakan atas kegiatan impor sapi tersebut seharusnya diklasifikasikan dalam pos tarif 0102.29.10.90 dengan tarif bea masuk sebesar 5%. Sebab, Pemohon PK tidak memenuhi persyaratan untuk memperoleh tarif preferensi AANZFTA dan tidak dapat memberikan certificate of origin yang otentik atas barang impornya tersebut.

Dengan demikian, Termohon PK melakukan koreksi dan menetapkan kurang bayar bea masuk atas impor sapi dari Australia.

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan Pemohon PK dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan menolak permohonan banding telah terbukti bertentangan dengan peraturan yang berlaku. Terdapat dua pertimbangan Mahkamah Agung sebagai berikut.

Baca Juga:
Optimalisasi Penerimaan Pajak Tak Boleh Sebabkan Peningkatan Sengketa

Pertama, penetapan Termohon PK atas importasi 2.500 ekor sapi dari Australia yang ditetapkan dalam pos tarif 0102.29.10.90 dan tarif bea masuk sebesar 5% tidak dapat dibenarkan. Pertimbangan Pemohon PK dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang didalilkan Termohon PK dan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Kedua, berdasarkan AANZFTA, impor sapi tersebut ditetapkan dalam pos tarif 0102.90.10.00 dan berhak memanfaatkan tarif preferensi AANZFTA sebesar 0%. Dengan demikian, koreksi Termohon PK dan Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Berdasarkan pertimbangan di atas, terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan PK yang diajukan. Termohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.


(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 19 Oktober 2024 | 11:01 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

Jumat, 18 Oktober 2024 | 20:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Pengajuan Pengurangan Sanksi Bunga

Jumat, 18 Oktober 2024 | 19:15 WIB KEBIJAKAN BEA MASUK

BMTP Impor Kain dan Karpet Diperpanjang, Sri Mulyani Harapkan Ini

Jumat, 18 Oktober 2024 | 09:14 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN