RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Penetapan Harga Ekspor untuk Perhitungan Bea Keluar

Hamida Amri Safarina | Rabu, 06 Mei 2020 | 17:10 WIB
Sengketa Penetapan Harga Ekspor untuk Perhitungan Bea Keluar

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai perbedaan interpretasi penetapan harga ekspor untuk menghitung bea keluar yang harus dibayar wajib pajak.

Perubahan harga ekspor tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 754/KMK.04/2013 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 564/KM.4/2013 tentang Penetapan Harga Ekspor untuk Perhitungan Bea Keluar (KMK 754/2013).

Otoritas kepabeanan berdalil bahwa penentuan harga ekspor untuk menghitung bea keluar atas ekspor pasir besi merujuk pada KMK 754/2013 yang sebesar US$65,02/DMT. Sebaliknya, wajib pajak menilai penghitungan bea keluar tersebut seharusnya berdasarkan KMK 564/2013 dengan harga ekpor sebesar US$41,82/DMT.

Baca Juga:
Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan menolak permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung kembali menolak permohonan dari wajib pajak selaku Pemohon PK.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas kepabeanan. Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan bahwa penetapan harga ekpor yang dilakukan Termohon PK dengan merujuk pada KMK 754/2013 sebesar US$65,02/DMT sudah benar.

Baca Juga:
Sengketa atas Pengajuan Pengurangan Sanksi Bunga

Dalam KMK 754/2013 tidak menyebutkan adanya pencabutan KMK 564/2013. KMK 754/2013 hanya menyesuaikan atau mengubah lampiran IV KMK 564/2013 sehingga tidak dapat disimpulkan peraturan yang terbaru tersebut berlaku surut.

Atas permohonan tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menolak permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 55825/PP/M.IVB/19/2014 tertanggal 2 Oktober 2014, wajib pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 7 Januari 2015.

Pokok sengketa perkara a quo adalah penetapan perhitungan bea keluar atas ekspor pasir besi yang diberitahukan dalam Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) No. 000044 tanggal 15 April 2013.

Baca Juga:
Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK tidak setuju dengan penetapan Termohon PK atas perhitungan bea keluar ekspor pasir besi yang diberitahukan dalam PEB No. 000044 tanggal 15 April 2013. Pihaknya berdalil sudah menghitung bea keluar sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pemohon PK menyatakan telah melakukan ekspor pasir besi (iron sand) yang diberitahukan dalam dokumen PEB No. 000044 pada 15 April 2013. Perlu dipahami bahwa bea keluar dihitung berdasarkan tarif bea keluar dan/atau harga ekspor yang berlaku pada tanggal pemberitahuan pabean ekspor disampaikan ke kantor pabean.

Pemohon telah melaksanakan kewajiban kepabenanannya berdasarkan ketentuan yang berlaku. Pada saat itu, harga ekspor yang berlaku telah tercantum dalam KMK 564/2013 sebesar US$41,82/DMT. Beleid tersebut mulai berlaku pada 1 April 2013 sampai dengan 30 April 2013.

Baca Juga:
Optimalisasi Penerimaan Pajak Tak Boleh Sebabkan Peningkatan Sengketa

Apabila penetapan harga ekspor merujuk pada KMK 754/2013 maka ketetapan ini telah berlaku surut. Berdasarkan UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, suatu peraturan tidak boleh berlaku surut.

Pemberlakuan aturan yang berlaku surut telah melanggar dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, seharusnya beleid tersebut batal demi hukum.

Dengan demikian, atas ekspor pasir besi yang diberitahukan dalam PEB Nomor 000044 tidak dapat diberlakukan harga ekspor berdasarkan KMK 754/2013. Koreksi yang dilakukan Termohon PK telah keliru dan melanggar peraturan yang berlaku.

Baca Juga:
Sengketa PPh Orang Pribadi Pasca Mendapat Hibah Properti

Sementara itu, Termohon PK memiliki pendapat yang berbeda. Termohon PK menyatakan bahwa Pemohon tidak tepat dalam menggunakan harga ekspor dalam menghitung bea keluar. Sebab, pemerintah telah mengubah besaran harga ekspor melalui KMK 754/2013. Ketentuan tersebut terbit pada 22 April 2013 dan berlaku mulai 1 April 2013 sampai dengan 30 April 2013.

Perubahan dalam KMK 754/2013 tentu berpengaruh pada perubahan harga ekspor sehingga Pemohon PK menetapkan kurang bayar atas bea keluar ekspor pasir besi. Meski demikian, perubahan tersebut hanya terletak pada lampiran IV dan tidak menyatakan KMK 564/2013 dicabut. Oleh karena itu, tidak dapat disimpulkan bahwa KMK 754/2013 telah berlaku surut.

Dengan adanya perubahan ketentuan tersebut, seharusnya Pemohon PK menghitung bea keluar berdasarkan peraturan yang terbaru. Penghitungan bea keluar lebih tepat menggunakan harga ekspor yang tercantum dalam KMK 754/2013 yakni sebesar US$65,02/DMT.

Baca Juga:
Apa Itu Harga Ekspor dalam Penghitungan Bea Keluar?

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan menolak permohonan banding sudah tepat dan benar.

Penghitungan bea keluar atas ekpor pasir besi dengan PEB No. 000044 tanggal 15 April 2013 seharusnya merujuk pada KMK 754/2013 dengan harga ekspor sebesar US$65,02/DMT. Dalam perkara a quo, ekspor pasir besi telah ditetapkan oleh Termohon PK sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Koreksi Termohon PK sudah tepat dan dapat dipertahankan.

Berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan Pemohon PK tidak beralasan sehingga dinyatakan ditolak. Dengan begitu, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.


(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 19 Oktober 2024 | 11:01 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

Jumat, 18 Oktober 2024 | 20:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Pengajuan Pengurangan Sanksi Bunga

Jumat, 18 Oktober 2024 | 09:14 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

Kamis, 17 Oktober 2024 | 12:39 WIB DDTC EXCLUSIVE GATHERING 2024

Optimalisasi Penerimaan Pajak Tak Boleh Sebabkan Peningkatan Sengketa

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN