RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa mengenai penentuan subjek pajak bumi dan bangunan (PBB) atas wilayah kerja pertambangan minyak dan gas (migas).
Dalam perkara ini, wajib pajak merupakan perusahaan yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi migas di Halmahera berdasarkan pada production sharing contract (PSC). Adapun kontrak bagi hasil tersebut telah ditandatangani wajib pajak dan Pemerintah Indonesia pada 19 Desember 2011.
Wajib pajak menyatakan pengenaan PBB atas wilayah kerja tambang migas tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 12 Tahun 1985 s.t.d.t.d. Undang-Undang No. 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (UU PBB) dan UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UU Agraria).
Wajib pajak menilai pihaknya tidak memenuhi kriteria sebagai subjek PBB. Sebab, wajib pajak tidak mempunyai hak, tidak memperoleh manfaat, serta tidak menguasai bumi dan bangunan atas tempat yang menjadi wilayah kerja tambang migas.
Sebaliknya, otoritas pajak menyatakan dengan ditandatanganinya PSC maka wajib pajak telah mempunyai hak atas wilayah kerja migas tersebut. Dengan begitu, wajib pajak memenuhi syarat subjektif sebagai subjek pajak PBB.
Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi lama Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.
WAJIB pajak mengajukan permohonan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan dengan diberikannya izin Pemerintah Indonesia untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas maka wajib pajak dianggap telah memenuhi syarat sebagai subjek pajak. Hal tersebut sesuai ketentuan Pasal 4 ayat (1) UU PBB.
Selain itu, wilayah kerja untuk eksploitasi dan eksplorasi migas tersebut termasuk dalam objek PBB sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU PBB. Dengan demikian, pengenaan PBB oleh otoritas pajak atas wilayah kerja tambang migas dapat dibenarkan.
Atas pertimbangan tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan menolak seluruh permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 69996/PP/M.IIIB/18/2016 tanggal 12 April 2016, wajib pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 27 Juli 2016.
Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi PBB tahun pajak 2013 yang tidak dapat dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
PEMOHON PK menyatakan tidak sepakat dengan koreksi yang dilakukan Termohon PK. Pemohon PK merupakan kontraktor yang ditunjuk Pemerintah Indonesia untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas di wilayah kerja Halmahera. Dengan kata lain, Pemohon PK akan melaporkan dan mempertanggungjawabkan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi ke Pemerintah Indonesia.
Adapun pelaksanaan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas di Halmahera tersebut dilakukan berdasarkan PSC dengan Pemerintah Indonesia yang telah disepakati pada 19 Desember 2011. Dalam pelaksanaan eksplorasi dan eksploitasi, seluruh aset baik tanah maupun peralatan pendukung operasional dimiliki sepenuhnya Pemerintah Indonesia.
Dalil Pemohon PK tersebut sesuai ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 juncto Pasal 2 UU ayat (1) UU Agraria yang menyatakan bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara.
Pemohon PK selaku kontraktor tidak memiliki atau menguasai bumi dan bangunan atas tempat yang menjadi wilayah kerja tambang tersebut. Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Pemohon PK menyimpulkan pihaknya tidak memenuhi kriteria subjek PBB.
Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan pernyataan Pemohon PK. Menurut Termohon PK, dengan ditandatanganinya PSC, Pemohon PK memiliki hak untuk memanfaatkan bumi dan kekayaan alam terhadap wilayah kerja tambang yang berlokasi di Halmahera. Oleh karena itu, Pemohon PK telah memenuhi syarat sebagai subjek pajak PBB beradasarkan pada Pasal 4 ayat (1) UU PBB.
Selain itu, Termohon PK berpendapat wilayah kerja Pemohon PK memenuhi kriteria sebagai objek PBB sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (1) PMK No. 15/PMK03/2012. Adapun kriteria yang dimaksud ialah bumi dan bangunan atas wilayah kerja pertambangan telah diperoleh haknya, dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan Pemohon PK.
Mengacu pada uraian di atas, Termohon PK menyimpulkan Pemohon PK diwajibkan untuk membayar PBB atas tanah dan bangunan yang digunakan sebagai lokasi eksplorasi serta eksploitasi migas. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan Termohon PK juga dapat dibenarkan.
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK yang diajukan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan menolak permohonan banding sudah tepat sehingga harus dipertahankan. Adapun pertimbangan Mahkamah Agung ialah sebagai berikut.
Pertama, koreksi objek PBB senilai Rp2.300.142.400 dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dali para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Kedua, wilayah kerja migas dalam perkara ini merupakan objek PBB berdasarkan pada Pasal 4 UU PBB juncto Pasal 4 Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Dengan kata lain, terhadap wilayah kerja migas tersebut seharusnya memang dikenakan PBB.
Berdasarkan pertimbangan di atas, Majelis Hakim Agung menyatakan tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang bertentangan dengan Pasal 91 huruf e UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Oleh karena itu, permohonan PK yang diajukan Pemohon PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak.
Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan harus membayar biaya perkara. Putusan PK ini diucapkan Hakim Ketua dalam sidang yang terbuka untuk umum pada 25 Oktober 2017. (kaw)
(Disclaimer)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.