RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Pajak Perbedaan Kurs dalam Penghitungan PPh Pasal 21

Redaksi DDTCNews | Senin, 18 September 2023 | 12:06 WIB
Sengketa Pajak Perbedaan Kurs dalam Penghitungan PPh Pasal 21

RESUME Putusan Peninjauan Kembali ini merangkum sengketa pajak mengenai koreksi dasar pengenaan pajak (DPP) PPh Pasal 21 atas biaya berupa direct cost staff dan support staff (pegawai tetap), legal and professional cost (atas nama Tuan A), serta direct costs staff (atas nama Tuan B).

Sebagai informasi, wajib pajak telah mengajukan permohonan keberatan atas perhitungan koreksi objek PPh Pasal 21. Berdasarkan pada hasil ekualisasi otoritas pajak, terdapat objek PPh Pasal 21 yang belum dilaporkan wajib pajak.

Otoritas pajak berpendapat wajib pajak telah menerima koreksi DPP PPh Pasal 21 atas direct cost staff dan support staff (pegawai tetap), legal and professional cost (atas nama Tuan A), serta direct costs staff (atas nama Tuan B). Koreksi yang dilakukannya sudah benar dan dapat dipertahankan.

Baca Juga:
Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

Sebaliknya, wajib pajak tidak setuju dengan koreksi yang ditetapkan otoritas pajak. Wajib pajak berpendapat atas biaya tersebut telah dicatat dan dilaporkan dengan menggunakan kurs keputusan menteri keuangan (KMK) yang berlaku pada saat transaksi.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Kemudian, pada tingkat PK, Mahkamah Agung mengabulkan Permohonan PK yang diajukan otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.

Baca Juga:
Sengketa atas Pengajuan Pengurangan Sanksi Bunga

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat atas koreksi DPP PPh Pasal 21 yang ditetapkan otoritas pajak tidak tepat.

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put .44612/PP/M.XVI/10/2013 tanggal 23 April 2013, wajib pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 29 Juli 2013.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah adanya koreksi DPP PPh Pasal 21 senilai Rp1.881.805.075 yang tidak dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

Pendapat Pihak yang Bersengketa

PEMOHON PK selaku otoritas pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Berdasarkan pada hasil ekualisasi Pemohon PK, terdapat objek PPh Pasal 21 yang belum dilaporkan Termohon PK.

Menurut Pemohon PK, koreksi DPP PPh Pasal 21 tersebut terdiri atas biaya berupa direct cost staff dan support staff (pegawai tetap), legal and professional cost (atas nama Tuan A), serta direct costs staff (atas nama Tuan B).

Menurut Pemohon PK, terhadap besaran biaya tersebut ditetapkan dengan kurs KMK per 31 Desember 2008. Adapun metode konversi yang dilakukan Pemohon PK ialah dengan mengalikan nilai akhir pada biaya-biaya tersebut dengan kurs KMK yang berlaku 31 Desember 2008. Kurs yang digunakan Pemohon PK untuk menghitung besaran biaya-biaya tersebut membuat penghitungan PPh Pasal 21 nya berbeda dengan yang dihitung Termohon PK.

Baca Juga:
Optimalisasi Penerimaan Pajak Tak Boleh Sebabkan Peningkatan Sengketa

Selain persoalan perbedaan penggunaan kurs, Pemohon PK menyatakan Termohon PK juga tidak pernah mengajukan keberatan atas koreksi direct cost staff dan support staff (pegawai tetap). Dengan kata lain, koreksi ini telah disetujui dan tidak dapat dibahas di Pengadilan Pajak.

Kemudian, argumen dan dokumen terhadap koreksi legal and professional cost (atas nama Tuan A) dan direct cost (atas nama Tuan B) juga baru disampaikan pada saat proses banding. Argumen dan dokumen tersebut tidak disampaikan pada saat proses pemeriksaan dan keberatan sehingga tidak dapat dipertimbangkan.

Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju atas pernyataan Pemohon PK. Termohon PK berpendapat koreksi atas direct cost staff dan support staff (pegawai tetap), legal and professional cost (atas nama Tuan A), serta direct costs staff (atas nama Tuan B) terjadi karena perbedaan penggunaan nilai kurs.

Baca Juga:
Pajak Atas Gaji Kepala Daerah Ditanggung Pemerintah, Begini Aturannya

Sebagai informasi, Termohon PK melakukan pembukuan dalam mata uang dolar Amerika Serikat (AS). Adapun pembayaran gaji kepada karyawan dan lainnya dilakukan dalam mata uang rupiah dan dolar AS.

Berkaitan dengan kepentingan pembukuan, ketika membayarkan gaji bulanan dan pembayaran lainnya dalam mata uang rupiah, Termohon PK akan melakukan konversi dari mata uang rupiah ke mata uang dolar AS berdasarkan pada kurs yang berlaku saat itu.

Sementara itu, jika terdapat pegawai yang menerima penghasilan dalam bentuk dolar AS, Termohon PK akan mengonversikan mata uang dolar AS ke rupiah untuk kepentingan penghitungan pemotongan dan pelaporan PPh Pasal 21. Kurs yang digunakan ialah yang berlaku pada saat itu. Dengan demikian, kurs yang digunakan dalam setiap transaksi bisa jadi berbeda-beda.

Baca Juga:
Sengketa PPh Orang Pribadi Pasca Mendapat Hibah Properti

Persoalannya, ada perbedaan penggunaan besaran kurs antara Pemohon PK dan Termohon PK dalam menghitung gaji serta PPh Pasal 21 terutang. Menurut Termohon PK, metode yang diterapkan oleh Pemohon PK akan menimbulkan selisih atau perbedaan nilai PPh Pasal 21 atas direct cost staff dan support staff (pegawai tetap), legal and professional cost (atas nama Tuan A), serta direct costs staff (atas nama Tuan B).

Dengan demikian, Termohon PK berkesimpulan hasil penghitungan objek PPh Pasal 21 yang dilakukan Pemohon PK tersebut tidak tepat. Sebab, Pemohon PK mengesampingkan penerapan kurs yang berubah-ubah pada setiap transaksi.

Pertimbangan Mahkamah Agung

MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak No. Put .44612/PP/M.XVI/10/2013 yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding tidak tepat. Terdapat 2 pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Baca Juga:
Sengketa atas Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan

Pertama, alasan-alasan Pemohon PK terkait koreksi positif DPP PPh Pasal 21 senilai Rp1.881.805.075 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak sudah tepat dan benar.

Sebab, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan oleh para pihak, pendapat Pemohon PK dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak.

Kedua, terdapat putusan Pengadilan Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan Pemohon PK dinilai beralasan kuat sehingga Mahkamah Agung menyatakan mengabulkannya. Dengan demikian, Termohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (Abiyoga Sidhi Wiyanto/kaw)

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 19 Oktober 2024 | 11:01 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

Jumat, 18 Oktober 2024 | 20:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Pengajuan Pengurangan Sanksi Bunga

Jumat, 18 Oktober 2024 | 09:14 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

Kamis, 17 Oktober 2024 | 12:39 WIB DDTC EXCLUSIVE GATHERING 2024

Optimalisasi Penerimaan Pajak Tak Boleh Sebabkan Peningkatan Sengketa

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja