RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Koreksi Positif atas Alokasi Biaya Kantor Pusat

Rinaldi Adam Firdaus | Jumat, 31 Maret 2023 | 15:33 WIB
Sengketa Koreksi Positif atas Alokasi Biaya Kantor Pusat

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai koreksi positif atas alokasi biaya kantor pusat yang dibebankan oleh wajib pajak.

Dalam perkara ini, wajib pajak merupakan bentuk usaha tetap (BUT) yang berdomisili di Indonesia. Adapun kantor pusatnya (X Co) berada di Singapura.

Dalam menjalankan usahanya, X Co mengeluarkan biaya-biaya untuk BUT-nya di berbagai negara, salah satunya Indonesia, terkait dengan keperluan operasional. Biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh X Co tersebut dibebankan oleh wajib pajak sebagai alokasi biaya kantor pusat dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan pajak penghasilan (PPh) badan.

Baca Juga:
Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

Otoritas pajak menilai alokasi biaya kantor pusat yang dibebankan oleh wajib pajak tidak memenuhi 3 syarat yang diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak KEP-62/PJ./1995. Oleh karena itu, otoritas pajak melakukan koreksi positif atas alokasi biaya kantor pusat yang telah dibebankan oleh wajib pajak dalam SPT Tahunan PPh badannya senilai Rp3.155.141.369.

Sebaliknya, wajib pajak berpendapat pihaknya berhak membebankan biaya yang berkaitan dengan kegiatannya di Indonesia. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (3) Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dan Singapura.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan seluruh permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Kemudian, pada tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Baca Juga:
Sengketa atas Pengajuan Pengurangan Sanksi Bunga

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan ID.

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak.

Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat alokasi biaya kantor pusat yang dibebankan oleh wajib pajak telah memenuhi ketentuan Pasal 2 KEP-62/PJ./1995. Oleh sebab itu, koreksi otoritas pajak atas alokasi biaya kantor pusat sebesar Rp3.155.141.369 tidak dapat dipertahankan.

Baca Juga:
Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

Terhadap permohonan banding itu, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan mengabulkan seluruh permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak No. 24061/PP/M.VII/15/2010 tertanggal 15 Juni 2010, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 12 Oktober 2010.

Terdapat 2 pokok sengketa dalam perkara ini. Pertama, berkaitan dengan putusan Pengadilan Pajak yang tidak sesuai dengan Pasal 88 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU 14/2002).

Kedua, berkaitan dengan koreksi positif harga pokok penjualan (HPP) atas alokasi biaya kantor pusat senilai Rp3.155.141.369 untuk tahun pajak 2000 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Optimalisasi Penerimaan Pajak Tak Boleh Sebabkan Peningkatan Sengketa

Pendapat Pihak yang Bersengketa

PEMOHON PK selaku otoritas pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, terdapat 2 pokok sengketa. Pokok sengketa pertama berkaitan dengan putusan Pengadilan Pajak yang tidak sesuai dengan Pasal 88 ayat (1) UU 14/2002.

Sebab, salinan Putusan Pengadilan Pajak No. 24061/PP/M.VII/15/2010 dikirim kepada Pemohon PK lebih dari 30 hari sejak putusan Pengadilan Pajak diucapkan. Oleh karena itu, Putusan Pengadilan Pajak yang dimaksud cacat hukum (juridisch gebrek) dan harus dibatalkan demi hukum.

Selanjutnya, pokok sengketa kedua dalam putusan ini membahas tentang koreksi penghasilan neto yang berasal dari koreksi positif HPP atas alokasi biaya kantor pusat. Pemohon PK menilai terhadap alokasi biaya kantor pusat tersebut seharusnya tidak dapat dibebankan.

Baca Juga:
Sengketa PPh Orang Pribadi Pasca Mendapat Hibah Properti

Menurut Pemohon PK, terdapat 3 persyaratan yang harus dipenuhi oleh Termohon PK agar alokasi biaya kantor pusat dapat dibebankan berdasarkan ketentuan dalam KEP-62/PJ./1995. Pertama, biaya alokasi kantor pusat berkaitan dengan usaha atau kegiatan BUT yang bersangkutan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara (3M) penghasilan.

Kedua, alokasi biaya kantor pusat yang diperbolehkan untuk dikurangkan dari penghasilan bruto di Indonesia setinggi-tingginya adalah sebanding dengan besarnya peredaran usaha suatu BUT di Indonesia terhadap seluruh peredaran usaha atau kegiatan di seluruh dunia.

Ketiga, kewajiban penyampaian laporan keuangan konsolidasi dari kantor pusat yang sudah diaudit oleh kantor akuntan publik sebagai lampiran SPT Tahunan PPh badan. Dalam laporan itu juga perlu mengungkapkan perincian peredaran usaha atau kegiatan perusahaan serta jenis dan besarnya biaya alokasi kantor pusat yang dibebankan kepada masing-masing BUT di negara tempat berusaha.

Baca Juga:
Sengketa atas Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan

Terhadap persyaratan tersebut, Termohon PK hanya memenuhi syarat kedua. Sementara itu, syarat pertama dan ketiga tidak terpenuhi. Berkaitan dengan persyaratan ketiga, Termohon PK hanya menyampaikan laporan keuangan konsolidasi dari X Co yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik Y di Singapura.

Termohon PK tidak menyerahkan bukti pendukung atau dokumen acuan dalam penyusunan laporan keuangan. Akibatnya, tidak dapat diketahui dengan pasti tentang biaya-biaya yang dijadikan dasar dalam perhitungan alokasi biaya kantor pusat.

Adapun surat pernyataan yang dibuat oleh kantor akuntan publik Y di Singapura tidak menjelaskan apakah alokasi biaya kantor pusat tersebut berhubungan atau tidak dengan kegiatan usaha Termohon PK di Indonesia.

Baca Juga:
BPN Dibentuk, Pengadilan Pajak Harus Hadir untuk Lindungi Hak WP

Selain itu, laporan keuangan konsolidasi yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik Y di Singapura dan daftar perincian alokasi biaya kantor pusat dari Termohon PK baru diserahkan pada saat dilakukan pemeriksaan.

Berdasarkan pada Pasal 3 ayat (1) KEP-62/PJ./1995, Termohon PK seharusnya menyampaikan laporan keuangan konsolidasi yang telah diaudit dan perincian alokasi biaya kantor pusat pada saat melaporkan SPT Tahunan.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Pemohon PK menyatakan koreksi yang dilakukannya sudah benar. Oleh karena itu, pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku (contra legem).

Baca Juga:
Pilih Pembukuan Usai PPh Final Habis, WP Siap-Siap Angsur PPh Pasal 25

Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan pernyataan Pemohon PK terhadap pokok sengketa kedua. Sebab, Termohon PK merupakan BUT yang berdomisili di Indonesia dan kantor pusatnya berada di Singapura. Oleh karena itu, ketentuan P3B antara Indonesia dan Singapura harus dijadikan sebagai acuan dalam hal kegiatan atau usaha yang dijalankan Termohon PK di Indonesia.

Berdasarkan pada ketentuan Pasal 7 ayat (3) P3B antara Indonesia dengan Singapura diketahui bahwa BUT yang menjalankan kegiatan atau usahanya di Indonesia berhak membebankan biaya atas kegiatan atau usaha di Indonesia. Oleh karena itu, Termohon PK dapat membebankan alokasi biaya kantor pusat.

Untuk membuktikan pendapatnya, Termohon PK telah melampirkan surat pernyataan dari kantor akuntan publik Y di Singapura. Surat pernyataan tersebut menyebutkan Termohon PK telah membebankan alokasi biaya kantor pusat sesuai dengan ketentuan Pasal 2 KEP-62/PJ./1995.

Baca Juga:
Sengketa PPh Pasal 23 atas Jasa Freight Forwarding

Adapun perincian alokasi biaya kantor pusat yang Termohon PK bebankan meliputi salaries and related expenses, insurance, mail and courier, office expenses, office rent, telephone and telex, traveling and transport, serta marketing, advertising, and RSO expenses.

Di sisi lain, perlu diketahui bahwa Pemohon PK telah menyetujui perhitungan atas pembebanan alokasi biaya kantor pusat pada tahun pajak 2004. Adapun metode yang digunakan untuk menghitung alokasi biaya kantor pusat untuk tahun pajak 2000 sama dengan metode yang digunakan untuk tahun pajak 2004.

Dengan demikian, Termohon PK menyatakan koreksi atas alokasi biaya kantor pusat senilai Rp3.155.141.369 untuk tahun pajak 2000 tidak benar sehingga harus dibatalkan.

Baca Juga:
Cartoon Caption: Belajar Audit dan Negosiasi Pajak yang Anti-Kaku

Pertimbangan Mahkamah Agung

MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak No. 24061/PP/M.VII/15/2010 yang menyatakan mengabulkan seluruh permohonan banding sudah tepat dan benar. Adapun terhadap perkara ini, terdapat 2 pertimbangan Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, alasan permohonan PK mengenai Putusan Pengadilan Pajak Nomor: PUT.24061/PP/M.VII/15/2010 yang tidak memenuhi Pasal 88 ayat (1) UU 14/2002 tidak dapat dibenarkan. Sebab, persoalan mengenai pengiriman salinan putusan Pengadilan Pajak yang tidak sesuai jangka waktu tidak dapat membatalkan putusan.

Kedua, alasan-alasan permohonan PK atas koreksi alokasi biaya kantor pusat juga tidak dapat dibenarkan. Menurut Mahkamah Agung, pertimbangan hukum dan Putusan Pengadilan Pajak No. 24061/PP/M.VII/15/2010 yang mengabulkan seluruh permohonan banding sudah tepat dan benar. Hal ini dikarenakan alokasi biaya kantor pusat Termohon PK sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 2 KEP-62/PJ./1995.

Dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan pada pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan Pemohon PK tidak beralasan sehingga harus ditolak dan Pemohon PK ditetapkan sebagai pihak yang kalah serta dihukum untuk membayar biaya perkara.

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 19 Oktober 2024 | 11:01 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

Jumat, 18 Oktober 2024 | 20:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Pengajuan Pengurangan Sanksi Bunga

Jumat, 18 Oktober 2024 | 09:14 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

Kamis, 17 Oktober 2024 | 12:39 WIB DDTC EXCLUSIVE GATHERING 2024

Optimalisasi Penerimaan Pajak Tak Boleh Sebabkan Peningkatan Sengketa

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN