RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Koreksi DPP PPN atas Penyerahan Konsinyasi

Redaksi DDTCNews | Jumat, 06 Oktober 2023 | 15:50 WIB
Sengketa Koreksi DPP PPN atas Penyerahan Konsinyasi

RESUME Putusan Peninjauan Kembali ini merangkum sengketa pajak mengenai koreksi dasar pengenaan pajak (DPP) PPN atas penjualan barang titipan yang belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT).

Dalam perkara ini, otoritas pajak berpendapat terdapat PPN atas penjualan yang tidak dilaporkan oleh wajib pajak. Pernyataan otoritas pajak didukung dengan bukti berupa faktur pajak yang diperoleh dari mitra dagang wajib pajak, yaitu PT X.

Sementara itu, wajib pajak berpendapat tidak semua sepeda motor yang ada di lokasi kantornya merupakan barang miliknya sendiri. Dalam hal ini, sebagian sepeda motor tersebut merupakan barang titipan dari PT X.

Baca Juga:
Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Sesuai dengan perjanjian perdagangan dengan PT X, atas penjualan barang titipan tersebut wajib pajak akan mendapatkan komisi sebesar 1% hingga 1,5%. Oleh karenanya, terhadap barang titipan yang terjual tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN-nya.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk menolak permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Kemudian, pada tingkat PK, Mahkamah Agung juga menolak Permohonan PK yang diajukan oleh wajib pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.

Baca Juga:
Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat atas koreksi DPP PPN yang ditetapkan oleh otoritas pajak sudah tepat.

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan menolak permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 62717/PP/M.VA/16/2015 tanggal 30 Juli 2015, wajib pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 24 November 2015.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi DPP PPN masa pajak Mei 2008 senilai Rp1.286.795.981 yang dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

Pendapat Pihak Yang Bersengketa

PEMOHON PK selaku wajib pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Sebagai informasi, Pemohon PK merupakan agen jual beli sepeda motor. Dalam menjalankan bisnisnya, Pemohon PK membeli sepeda motor dari PT X selaku dealer utama untuk dijual kembali kepada konsumen.

Pada 2008, berdasarkan data yang tersedia, terjadi kelebihan permintaan sepeda motor di daerah Pemohon PK berada. Sementara itu, kuota pembelian milik Pemohon PK dari PT X tidak dapat memenuhi permintaan konsumen. Oleh karenanya, Pemohon PK meminta tambahan kuota kepada PT X selaku dealer utama.

Dengan mempertimbangkan situasi tersebut, PT X memutuskan untuk memberi kuota penjualan tambahan yang sebenarnya dimiliki dealer lain kepada Pemohon PK. Pemberian kuota tambahan tersebut dilakukan dengan syarat margin keuntungan yang diperoleh Pemohon PK atas penjualan sepeda motor dari kuota tambahan lebih kecil dari yang diperoleh atas penjualan kendaraan dari kuota asli Pemohon PK.

Baca Juga:
Sengketa atas Pengajuan Pengurangan Sanksi Bunga

Adapun atas kuota tambahan yang diterima oleh Pemohon PK tersebut dianggap sebagai barang titipan dari dealer lain yang diberikan melalui PT X. Selanjutnya, atas barang titipan tetap dijual atas nama Pemohon PK.

Berdasarkan kesepakatan dengan PT X, jika sepeda motor yang berstatus barang titipan tersebut terjual, maka Pemohon PK hanya menerima komisi sebesar 1% hingga 1,5% dari harga yang tertera dalam faktur pajak.

Dalam hal ini, Pemohon PK tidak menerima keuntungan secara langsung atas penjualan sepeda motor yang merupakan barang titipan. Oleh karena itu, Pemohon PK tidak melakukan pelaporan dalam SPT Masa PPN-nya atas transaksi penjualan sepeda motor yang berstatus barang titipan.

Baca Juga:
DPR Sebut Penundaan Kenaikan PPN 12% Bisa Bangkitkan Kelas Menengah

Selain itu, koreksi DPP PPN yang dilakukan oleh Termohon PK juga hanya didasarkan pada bukti tunggal berupa faktur pajak atas nama Pemohon PK dari PT X. Termohon PK tidak meneliti dokumen pendukung lain sebagai persandingan penghitungan pajak masukan dan pajak keluaran. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan Termohon PK tersebut tidak dapat dipertahankan.

Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju atas pernyataan Pemohon PK. Termohon PK menemukan adanya faktur pajak atas nama Pemohon PK yang diterbitkan oleh PT X yang tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN Pemohon PK.

Berdasarkan temuan tersebut, Termohon PK meminta bukti terkait transaksi penjualan sepeda motor kepada Pemohon PK. Terhadap data transaksi yang diterima dari Pemohon PK dan dibandingkan dengan data faktur pajak dalam SPT Masa PPN, diketahui Pemohon PK telah melakukan penjualan sepeda motor tetapi tidak melaporkannya dalam SPT Masa PPN.

Baca Juga:
Langganan Platform Streaming Musik, Kena PPN atau Pajak Hiburan?

Mengacu pada data tersebut, Termohon PK melakukan koreksi DPP PPN dengan menambahkan harga pembelian sesuai faktur pajak ditambah margin laba sebesar yang telah dilaporkan oleh Pemohon PK. Dengan demikian, Termohon PK menyatakan koreksi yang dilakukannya sudah benar dan dapat dipertahankan.

Pertimbangan Mahkamah Agung

MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 62717/PP/M.VA/16/2015 yang menyatakan menolak permohonan banding sudah tepat. Terdapat dua pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, alasan-alasan Pemohon PK terkait dengan koreksi DPP PPN senilai Rp1.286.795.981 tidak dapat dibenarkan. Sebab, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan oleh para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
PPN Rumah Masih Ditanggung Pemerintah, DJP Harap Ekonomi Meningkat

Kedua, Mahkamah Agung menyatakan konsinyasi merupakan bagian yang tidak dipisahkan dari definisi penyerahan barang kena pajak dan terutang PPN. Dengan begitu, terdapat putusan Pengadilan Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Oleh karena itu, koreksi Termohon PK tetap dipertahankan.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK dinilai tidak beralasan sehingga permohonan tersebut harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (Abiyoga Sidhi Wiyanto)

(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 16:00 WIB KEPATUHAN PAJAK

Punya Usaha Kecil-kecilan, Perlu Bayar Pajak Enggak Sih?

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 11:01 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja