RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Utang yang Dianggap Penyerahan BKP

Hamida Amri Safarina | Jumat, 16 Oktober 2020 | 14:45 WIB
Sengketa atas Utang yang Dianggap Penyerahan BKP

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai peminjaman sejumlah dana dari pemegang saham oleh wajib pajak yang dianggap otoritas pajak sebagai penyerahan barang kena pajak.

Otoritas pajak menyatakan terdapat arus uang masuk di rekening wajib pajak senilai Rp116.964.279. Otoritas pajak menilai adanya arus uang masuk tersebut menandakan telah dilakukan kegiatan penyerahan barang kena pajak yang terutang PPN oleh wajib pajak dan tidak dilaporkan dalam surat pemberitahuan (SPT). Selanjutnya, dalam persidangan, wajib pajak tidak dapat membuktikan arus uang masuk itu adalah pinjaman dari pemegang saham atau direksi.

Sebaliknya, wajib pajak menyatakan kegiatan penjualan yang dilakukannya hanya untuk tujuan ekspor dan tidak dilakukan penyerahan dalam negeri. Adapun arus uang masuk senilai Rp116.964.279 merupakan pinjaman dari pemegang saham dan direksi sehingga tidak terutang PPN.

Baca Juga:
PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan mahkamah Agung atau di sini.

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat koreksi yang dilakukan otoritas pajak hanya berdasarkan asumsi saja tanpa bukti pendukung yang kuat sehingga tidak dapat dipertahankan.

Baca Juga:
Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Atas permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 47254/PP/M.IV/16/2013 tanggal 19 September 2013, wajib pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 30 Januari 2014.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi dasar pengenaan pajak (DPP) PPN pada masa pajak Desember 2007 senilai Rp116.964.279.

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Pemohon PK melakukan koreksi karena terdapat arus uang masuk di rekening Termohon PK senilai Rp116.964.279. Pemohon PK menilai adanya arus uang masuk tersebut menandakan telah dilakukan kegiatan penyerahan barang kena pajak yang terutang PPN oleh Termohon PK dan tidak dilaporkan dalam SPT.

Baca Juga:
Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Pada proses pemeriksaan, keberatan, sampai persidangan, Termohon PK berdalil arus uang masuk tersebut merupakan pinjaman dari pemegang saham dan direksi. Namun, Termohon PK tidak dapat membuktikannya.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, dapat diketahui, tidak terdapat perjanjian utang piutang antara Termohon PK dengan pemegang saham serta direksi. Dalam menjalankan bisnis, lazimnya setiap hal yang memengaruhi aktivitas perusahaan dan berhubungan dengan uang harus disertai dengan adanya surat perjanjian secara tertulis. Surat perjanjian itu memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

Dalam laporan SPT PPh badan Termohon PK juga tidak ditemukan adanya laporan rincian utang dengan pemegang saham dan direksi. Dalam persidangan, Termohon PK hanya mengajukan bukti berupa rekening koran tanpa bukti pendukung lainnya.

Baca Juga:
Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

Bukti berupa rekening koran tidak menunjukkan transaksi yang dilakukan Termohon PK dengan pemegang saham dan direksi berkaitan dengan utang-piutang. Dengan demikian, Pemohon PK menganggap transaksi utang piutang tersebut sebagai penyerahan barang kena pajak di dalam negeri yang harus dipungut PPN.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, dapat dibuktikan, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutus sengketa tidak berdasarkan aturan yang berlaku dan tidak berdasarkan fakta yang terjadi. Dengan demikian, amar putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah salah dan keliru sehingga harus dibatalkan.

Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan koreksi yang dilakukan Pemohon PK. Termohon PK menyatakan kegiatan penjualan yang dilakukannya hanya untuk tujuan ekspor dan tidak melakukan penyerahan barang kena pajak dalam negeri. Kegiatan ekspor tersebut telah dibuktikan dengan dokumen-dokumen ekspor barang.

Baca Juga:
Sengketa atas Pengajuan Pengurangan Sanksi Bunga

Adapun arus uang masuk senilai Rp116.964.279 merupakan pinjaman dari pemegang saham dan direksi sehingga tidak terutang PPN. Hal ini bukan karena adanya penyerahan barang kena pajak. Koreksi DPP PPN masa pajak Desember 2007 yang dilakukan Pemohon PK hanya berdasarkan asumsi. Oleh karena itu, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tersebut dinilai tidak dapat dipertahankan.

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil sudah tepat. Terdapat dua pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pertama, koreksi atas DPP PPN atas masa pajak Desember 2007 senilai Rp116.964.279 tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan oleh para pihak dalam persidangan, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
DPR Sebut Penundaan Kenaikan PPN 12% Bisa Bangkitkan Kelas Menengah

Kedua, dalam perkara a quo, penerimaan sejumlah dana pinjaman yang dianggap oleh Pemohon PK sebagai penyerahan adalah tidak berdasar. Oleh karena itu, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.*

(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 16:00 WIB KEPATUHAN PAJAK

Punya Usaha Kecil-kecilan, Perlu Bayar Pajak Enggak Sih?

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN