RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Koreksi HPP dan Perbedaan Penggunaan Kurs

Hamida Amri Safarina | Rabu, 21 Oktober 2020 | 15:44 WIB
Sengketa atas Koreksi HPP dan Perbedaan Penggunaan Kurs

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai koreksi harga pokok penjualan (HPP) dan perbedaan penggunaan kurs untuk menghitung besaran pembayaran.

Dalam perkara ini, wajib pajak melakukan pembelian garam dari perusahaan yang berdomisili di Australia, selanjutnya disebut X Co. Dalam kontrak diatur kerja sama pembelian bahan baku garam tersebut dilakukan selama tiga tahun, yakni 2007, 2008, dan 2009.

Otoritas pajak menyatakan terdapat perbedaan HPP yang tercantum dalam kontrak dengan yang dilaporkan dalam SPT PPh badan wajib pajak. Selain itu, penentuan kurs untuk pembayaran atas pembelian bahan baku dan kurs yang digunakan juga tidak tepat.

Baca Juga:
Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Sebaliknya, wajib pajak menyatakan seharusnya otoritas pajak tidak dapat melakukan koreksi berdasarkan perhitungan HPP dengan menggunakan harga yang tercantum dalam kontrak. Sebab, harga yang tertera dalam kontrak hanyalah harga indikasi pada saat ditandatanganinya kontrak dan bukan harga yang disepakati saat dilakukan pengiriman barang. Selain itu, menurutnya, kurs yang digunakan sudah tepat.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan mahkamah Agung atau di sini.

Baca Juga:
Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat jurnal penyesuaian yang dibuat wajib pajak berkaitan dengan penyesuaian harga atas pembelian garam. Terhadap jurnal penyesuaian yang dibuat wajib pajak tersebut sudah tepat.

Lebih lanjut, angka persediaan awal dan persediaan akhir dalam SPT tahunan PPh badan tahun pajak 2008 telah sesuai dengan yang tertulis dalam laporan keuangan wajib pajak. Berdasarkan pertimbangan tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat mempertahankan koreksi positif terkait jurnal penyesuaian yang dilakukan otoritas pajak senilai Rp718.781.250.

Meski demikian, atas permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 47976/PP/M.XI/15/2013 tertanggal 28 Oktober 2013, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 17 Februari 2014.

Baca Juga:
Sengketa atas Pengajuan Pengurangan Sanksi Bunga

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi positif atas jurnal penyesuaian yang dilakukan Pemohon PK senilai Rp718.781.250 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Pemohon PK melakukan koreksi koreksi atas HPP berkaitan dengan pembelian bahan baku garam curah dari Australia dan koreksi terkait penentuan besaran kurs mata uang. Terkait dengan hal ini, Pemohon PK tidak mengakui penyesuaian HPP bahan baku garam.

Berdasarkan penelitian, pembelian bahan baku garam curah dari Australia dilakukan berdasarkan kontrak kerja sama antara Termohon PK dengan dengan X Co. Dalam kontrak tersebut diatur kerja sama pembelian bahan baku garam dilakukan selama tiga tahun, yakni 2007, 2008, dan 2009. Termohon PK dengan X Co telah menyepakati terkait jumlah dan harga selama masa tiga tahun tersebut.

Baca Juga:
Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

Meskipun telah disepakati, pada 2008, Pemohon PK menemukan terdapat perbedaan HPP yang tercantum dalam kontrak dengan yang dilaporkan dalam SPT PPh badan. Apabila digunakan harga sesuai dalam kontrak maka jurnal penyesuaian yang dibuat Termohon PK tidak diperlukan dan dinilai tidak tepat.

Selain itu, Pemohon PK berdalil untuk menghitung besaran pembayaran atas pembelian bahan baku seharusnya menggunaan kurs saat pencatatan dilakukan. Termohon PK tidak memberikan rincian penggunaan kurs dan tidak memberikan bukti pendukung atas pembayaran yang dilakukannya.

Sebaliknya, Termohon PK tidak setuju dengan pendapat Pemohon PK. Termohon PK menegaskan bahwa barang yang dibelinya dari X Co ialah garam jadi, bukan bahan baku garam. Menurut Termohon PK, HPP yang dilaporkan Termohon PK dalam SPT PPh badan telah sesuai dengan pembukuan yang dibuatnya berdasarkan metode pembukuan atau akuntansi yang berlaku. Adapun pembukuan yang dibuat tersebut juga telah diaudit oleh kantor akuntan publik dan sudah dinyatakan wajar tanpa syarat.

Baca Juga:
Optimalisasi Penerimaan Pajak Tak Boleh Sebabkan Peningkatan Sengketa

Termohon PK berdalil seharusnya Pemohon PK tidak melakukan koreksi dengan menggunakan HPP yang tercantum dalam kontrak. Sebab, harga yang tertera dalam kontrak merupakan harga indikasi pada saat ditandatanganinya kontrak antara Termohon PK dengan X Co, yaitu harga pada 2007. Sementara perkiraan harga untuk 2008 dan 2009 belum dapat ditentukan.

Pada dasarnya, harga perkiraan yang tertuang dalam kontrak tersebut tidak mengikat kedua belah pihak. Adapun harga yang digunakan pada saat transaksi ialah harga yang berlaku saat pembelian dilakukan atau harga yang tercantum dalam invoice.

Apabila dibandingkan harga barang pada 2007, terjadi kenaikan harga pada 2008 sehingga perhitungan HPP juga berbeda. Perubahan harga tersebut disebabkan harga garam sebagai barang komoditi cenderung berubah-ubah sehingga diperlukan penyesuaian. Oleh karena itu, Termohon telah mencatat jurnal penyesuaian atas adanya perubahan tersebut.

Baca Juga:
Sengketa PPh Orang Pribadi Pasca Mendapat Hibah Properti

Termohon PK menyatakan kurs yang digunakannya sudah tepat, yaitu berdasarkan saat pembayaran dilakukan. Dengan demikian, menurut Termohon PK, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan.

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sudah tepat. Terdapat dua pertimbangan Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, koreksi positif atas jurnal penyesuaian yang dilakukan oleh Pemohon PK sebesar Rp718.781.250 tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam persidangan oleh para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Soal Kenaikan PPN Jadi 12%, UMKM Tagih Pemerintah Beri Alasan Kuat

Kedua, dalam perkara a quo, Termohon PK telah melaporkan penyesuaian harga dan informasi kurs dengan tepat. Adapun informasi tersebut juga telah diuji kebenarannya oleh Majelis Hakim Agung. Oleh karena itu, koreksi Pemohon PK tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan PK tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.*

(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 11:01 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

Jumat, 18 Oktober 2024 | 20:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Pengajuan Pengurangan Sanksi Bunga

Jumat, 18 Oktober 2024 | 09:14 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN