BELANJA PERPAJAKAN

Sektor Apa yang Terima Fasilitas Perpajakan Terbesar? Cek di Sini

Redaksi DDTCNews | Rabu, 21 Agustus 2019 | 11:09 WIB
Sektor Apa yang Terima Fasilitas Perpajakan Terbesar? Cek di Sini

Ilustrasi industri manufaktur. 

JAKARTA, DDTCNews – Sektor manufaktur menjadi penerima terbanyak fasilitas perpajakan selama periode 2016—2018.

Hal ini disampaikan pemerintah dalam Nota Keuangan beserta RAPBN 2020. Estimasi belanja perpajakan sektor manufaktur pada 2018 senilai Rp39,2 triliun. Jumlah tersebut mencatatkan kenaikan dibandingkan posisi 2016 dan 2017 senilai Rp33,1 triliun dan Rp33,6 triliun.

“Nilai belanja perpajakan untuk sektor manufaktur yang tinggi bukan hanya berasal dari insentif yang ditujukan kepada industri besar, tetapi juga kepada industri UMKM dan pengolahan kebutuhan pokok,” demikian pernyataan pemerintah, seperti dikutip pada Rabu (21/8/2019).

Baca Juga:
Veteran dan Pensiunan Dapat Insentif, Setoran PBB Tetap Capai Target

Kenaikan nilai fasilitas untuk sektor manufaktur ini sejalan dengan peningkatan total belanja perpajakan. Estimasi belanja perpajakan pada 2018 tercatat senilai Rp221,1 triliun atau sekitar 1,5% PDB. Nilai tersebut naik 12,3% dari estimasi 2017 senilai Rp196,8 triliun atau sekitar 1,5% PDB.

Setelah manufaktur, sektor paling besar kedua penerimaa fasilitas perpajakan adalah jasa keuangan. Estimasi belanja perpajakan sektor ini pada 2018 senilai Rp30,8 triliun. Angka tersebut mencatatkan kenaikan dibandingan dengan posisi 2016 dan 2017 senilai Rp25,7 triliun dan Rp26,8 triliun.

Selanjutnya, ada jasa transportasi yang pada tahun lalu mencatatkan estimasi belanja perpajakan senilai Rp24,3 triliun. Estimasi tersebut mengalami kenaikan dibandingkan estimasi belanja perpajakan untu tahun pajak 2016 dan 2017 senilai Rp16,9 triliun dan Rp23,7 triliun.

Baca Juga:
Diperpanjang hingga 2030, Lahan Pertanian di Negara Ini Bebas Pajak

Pemerintah mengatakan besarnya belanja perpajakan sektor jasa keuangan dan transportasi memiliki nilai belanja perpajakan terbesar karena termasuk dalam jenis jasa dan barang yang dikecualikan sebagai jasa kena pajak (non-JKP).

“Demikian pula untuk sektor pertanian dan perikanan. Sebagian besar barang yang dihasilkan oleh sektor ini merupakan barang yang dikecualikan dari barang kena pajak (non-BKP),” imbuh pemerintah.

Adapun penjelasan mengenai konsep dan prinsip, serta komparasi tax expenditure bisa dibaca juga dalam Working Paper DDTC bertajuk ‘Tax Expenditure Atas Pajak Penghasilan: Rekomendasi Bagi Indonesia’ yang diterbitkan pada 2014.

Baca Juga:
Jasa Layanan QRIS Kena PPN 12%, Pembeli Tak Kena Beban Pajak Tambahan

Berikut rincian estimasi belanja perpajakan berdasarkan sektor perekonomiannya:



Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:30 WIB KOTA BATAM

Ada Pemutihan, Pemkot Berhasil Cairkan Piutang Pajak Rp30 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Bagaimana Cara Peroleh Diskon 50 Persen Listrik Januari-Februari 2025?

Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan