LAPORAN OECD

Sejak 2007, Tax Ratio Indonesia Masih Stagnan

Muhamad Wildan | Sabtu, 25 Juli 2020 | 15:01 WIB
Sejak 2007, Tax Ratio Indonesia Masih Stagnan

Ilustrasi. (Foto: Antara)

PARIS, DDTCNews - Data Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) menunjukkan tax ratio Indonesia masih cenderung stagnan terhitung sejak 2007 hingga 2018 lalu.

Data terbaru ini diungkapkan oleh OECD pada Revenue Statistics in Asian and Pacific Economies 2020 yang baru saja diterbitkan oleh OECD pada Kamis (23/7/2020).

"Rasio pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia menurun 0,4 poin persen dari 11,5% pada 2017 menjadi 11,9% pada 2018. Sejak 2007 hingga 2018, rasio pajak terhadap PDB turun 0,3 poin persen dari 12,2% menjadi 11,9%," tulis OECD dalam laporannya, dikutip Kamis (23/7/2020).

Baca Juga:
Pajak Minimum Global Bagi WP CbCR Bisa Dinolkan, Begini Kriterianya

Dalam kurun waktu tersebut, Indonesia mencatatkan tax ratio tertinggi pada 2008 yang mencapai 13%, sedangkan tax ratio terendah tercatat pada tahun 2009 sebesar 11%.

Dari tahun ke tahun, data yang dicantumkan OECD mengungkapkan tax ratio Indonesia selalu berada pada peringkat paling bawah dibandingkan dengan negara-negara Asia dan Pasifik lain yang disurvei oleh OECD kecuali pada 2008 dan 2014.

Pada 2008, tax ratio Indonesia mencapai 13% dan masih berada di atas Bhutan yang kala itu menduduki posisi terbawah dengan tax ratio 9,8%. Pada 2014, tax ratio Indonesia tercatat 12,2%, lebih tinggi dibandingkan dengan Nauru yang menduduki peringkat buncit dengan tax ratio 8,3%.

Baca Juga:
Penghindaran Pajak Lebih Rugikan Negara Berkembang daripada yang Maju

Pada 2018 lalu, tax ratio kedua negara itu melampaui tax ratio Indonesia. Tax ratio Bhutan berada sedikit di atas Indonesia di level 12,3%, sedangkan tax ratio Nauru meroket ke level 35,4%. Tahun 2018, tax ratio Nauru bahkan melampaui tax ratio rata-rata negara OECD sebesar 34,3%.

OECD mencatat Indonesia sudah mengupayakan beberapa bentuk reformasi perpajakan untuk memperkuat administrasi pajak, meningkatkan penerimaan, dan melepaskan diri dari ketergantungan terhadap minyak bumi.

Reformasi pajak yang dilakukan cenderung berfokus pada modernisasi proses bisnis dan sistem perpajakan, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, dan peningkatan integritas otoritas pajak. (Bsi)


Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 31 Januari 2025 | 19:00 WIB PMK 136/2024

Pajak Minimum Global Bagi WP CbCR Bisa Dinolkan, Begini Kriterianya

Kamis, 30 Januari 2025 | 17:55 WIB PAJAK INTERNASIONAL

Penghindaran Pajak Lebih Rugikan Negara Berkembang daripada yang Maju

Jumat, 24 Januari 2025 | 08:52 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Penjelasan DJP soal Hitung PPN dengan DPP 11/12 yang Tidak Otomatis

BERITA PILIHAN
Minggu, 02 Februari 2025 | 15:30 WIB PMK 119/2024

Bertambah! Aspek Penelitian Restitusi Dipercepat WP Kriteria Tertentu

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ajukan NPWP Non-Efektif, WP Perlu Cabut Status PKP Dahulu

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:30 WIB KEPALA BPPK ANDIN HADIYANTO

‘Tak Hanya Unggul Teknis, SDM Kemenkeu Juga Perlu Berintegritas’

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

DJP Terbitkan Buku Manual Coretax terkait Modul Pembayaran

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:15 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Lima Hal yang Membuat Suket PP 55 Dicabut Kantor Pajak

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:00 WIB KOTA BANTUL

Banyak Penambang Tak Terdaftar, Setoran Pajak MBLB Hanya Rp20,9 Juta

Minggu, 02 Februari 2025 | 12:00 WIB CORETAX DJP

PIC Kini Bisa Delegasikan Role Akses Pemindahbukuan di Coretax DJP

Minggu, 02 Februari 2025 | 11:30 WIB KOTA MEDAN

Wah! Medan Bisa Kumpulkan Rp784,16 Miliar dari Opsen Pajak

Minggu, 02 Februari 2025 | 10:30 WIB PMK 116/2024

Organisasi dan Tata Kerja Setkomwasjak, Unduh Peraturannya di Sini