AUDIT BPK

Sasaran Program JKN Tidak Tercapai, Begini Pendapat BPK

Muhamad Wildan | Kamis, 11 Februari 2021 | 13:45 WIB
Sasaran Program JKN Tidak Tercapai, Begini Pendapat BPK

Tampilan awal pendapat BPK terkait dengan Jaminan Kesehatan Nasional. 

JAKARTA, DDTCNews – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menerbitkan pendapat khusus atas pengelolaan dan penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan Nasional.

Dalam laporan berjudul Pengelolaan atas Penyelenggaraan Program JKN, BPK menilai sasaran-sasaran yang ditetapkan oleh pemerintah dalam Peta Jalan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 2012-2019 masih belum sepenuhnya tercapai.

"Hasil pemeriksaan BPK mengungkapkan masih terdapat permasalahan mendasar dalam pelaksanaan program JKN, baik terkait dengan kepesertaan, pelayanan, maupun pendanaan," tulis BPK, dikutip Kamis (11/2/2021).

Baca Juga:
DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Dari aspek kepesertaan, BPK menilai pemerintah belum memenuhi target untuk mencapai universal health coverage. BPK menilai sistem database program JKN masih belum terintegrasi dengan sistem database milik kementerian dan lembaga (K/L).

Akibatnya, pemerintah masih belum mampu merespons dinamika perubahan kependudukan. Data kepesertaan program JKN juga belum disajikan secara valid dan real time.

Pada aspek pelayanan, peserta JKN dinilai masih belum mendapatkan pelayanan yang optimal akibat beberapa kendala. BPK menilai pendefinisian kebutuhan dasar kesehatan pada UU No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) masih belum jelas.

Baca Juga:
Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selanjutnya, pemberian pelayanan kepada pasien juga masih belum dapat dilaksanakan dengan cepat akibat kendala administrasi. Dari sisi regional, pelayanan kesehatan dan ketersediaan obat juga masih belum merata.

Dari sisi pendanaan, BPK menyoal defisit yang terus terjadi dalam pendanaan program JKN meski pemerintah telah menyuntikkan dana pada Dana Jaminan Sosial (DJS).

BPK menilai masalah pendanaan tersebut timbul karena BPJS Kesehatan masih belum memiliki mekanisme pengumpulan iuran yang optimal, terutama atas peserta pekerja penerima upah (PPU) dan pekerja bukan penerima upah (PBPU).

Baca Juga:
Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Pemerintah juga masih belum optimal menyelesaikan defisit keuangan DJS. Hal ini berdampak pada kualitas pelayanan kesehatan kepada publik. Kontribusi daerah melalui APBD dalam pendanaan program JKN pun dirasa belum optimal.

Dalam laporannya, BPK memberikan beberapa saran kepada pemerintah untuk mengatasi masalah ini. Pertama, pemerintah harus mewujudkan data tunggal peserta program JKN secara real time dan valid serta terintegrasi antar-K/L.

Kedua, target universal health coverage perlu dicapai melalui koordinasi kelembagaan dan penyempurnaan peraturan dengan memasukkan kriteria identitas kepesertaan program JKN sebagai syarat dalam pelayanan publik hingga perbankan.

Baca Juga:
Kembali Dilantik Jadi Menkeu, Begini Pesan Sri Mulyani kepada Jajaran

Ketiga, definisi kebutuhan dasar kesehatan pada UU SJSN perlu diperjelas agar sesuai dengan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas demi mewujudkan pelayanan program JKN yang optimal.

Pemerintah juga diminta untuk memperluas penerapan surat eligibilitas peserta hingga memperbaiki pengelolaan pemenuhan obat dengan melibatkan K/L, pemda, fasilitas kesehatan milik pemerintah dan swasta, dan lain-lain.

Selanjutnya, defisit keuangan DJS perlu diminimalisasi melalui mekanisme pengumpulan iuran yang efektif, reformasi pembayaran kapitasi, reformasi peran FKTP, penyempurnaan aplikasi verifikasi klaim pelayanan kesehatan pada BPJS Kesehatan, program mitigasi defisit DJS yang sesuai dengan kemampuan fiskal, dan penguatan peran APBD dalam berkontribusi pada program JKN. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN