Kondisi lahan persawahan yang mengalami kekeringan di Cibadak, Lebak, Banten, Rabu (20/12/2023). Dinas Pertanian Kabupaten Lebak mencatat jumlah lahan sawah yang terdampak kekeringan mencapai 20 hektare sehingga terancam gagal panen. ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/aww.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah mewaspadai penurunan produksi pangan pada tahun depan akibat curah hujan yang tinggi. Apalagi, penurunan produksi pangan berpeluang dijadikan sebagai komoditas politik.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan risiko yang mengadang produksi pangan tak cuma mengancam Indonesia, tetapi juga banyak negara lain di dunia. Khusus di Indonesia, produksi pangan berpotensi terganggu akibat puncak musim hujan pada akhir Januari hingga Februari 2024.
"Menghadapi 2024 ini perlu ada tata kelola pangan dalam negeri. Meski ada impor 3 juta ton beras dari India dan Thailand, perlu ada persiapan agar tidak gagal tanam dan panen," kata Moeldoko dikutip pada Sabtu (30/12/2023).
Di sisi lain, Moeldoko menambahkan, kondisi politik nasional bisa juga berimbas pada persoalan pangan, atau sebaliknya. Pada tahun politik ujarnya, isu ketahanan pangan bisa bergeser ke ranah politik.
"Kita akan masuk tahun politik, kita pahami bahwa persoalan pangan itu bukan sekedar persoalan perut ini bisa digeser ke urusan politik," katanya.
Sementara itu, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebutkan bahwa secara berkala BMKG akan terus mengupayakan prediksi serta monitoring melalui satelit suhu muka laut perbulannya. BMKG akan melakukan pengawasan berkala sebanyak 3 kali per 10 hari.
Terkait dengan El Nino, Dwikorita menyebutkan fenomena alam tersebut masih akan berlangsung tetapi dampaknya tidak sebesar pada Juli-Oktober 2023.
"Terdapat angin dari arah Asia yang membawa uap air, dan ini akan meminimalisir El Nino dan hanya berpengaruh pada lambatnya musim hujan, yang seharusnya di bulan Oktober tetapi di bulan November," kata Dwikorita.
Pada Maret 2024, tambah Dwikorita, sektor pertanian di Jawa akan terdampak oleh curah hujan bulanan yang masuk kategori tinggi. Selain persoalan panen dan hortikultura, ujar Dwikorita, perlu diwaspadai terjadinya kebakaran hutan dan lahan pada 2024.
"Tetap terjadi kekeringan di bulan Juni-Juli sampai September, waspadai karhutla," jelasnya.
Menariknya, Dwikorita menyebutkan bahwa memang ada data empiris yang menunjukkan adanya kaitan erat antara fenomena El Nino dengan berbagai peristiwa politik di Tanah Air. Misalnya, Dekrit Presiden pada 1959, peristiwa G30S/PKI pada 1965, Malari pada 1974, petrus pada 1984, dan reformasi pada 1998.
"Perlu di waspadai kondisi cuaca dengan kondisi alam, terdapat data grafik yang menunjukkan kejadian El Nino yang mengakibatkan kekeringan itu ternyata korelatif dengan gangguan sosial politik," kata Dwikorita. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.