JAKARTA, DDTCNews – DDTC memproyeksikan realisasi penerimaan pajak pada 2018 kembali tidak tecapai. Estimasinya berkisar antara Rp1.219,2 hingga Rp1.242,1 triliun, atau hanya 85,6%–87,2% dari target sebesar Rp1.423,9 triliun dalam APBN 2018.
Kepala DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji mengatakan dengan estimasi tersebut maka jumlah shortfall yang ada di 2018 setidaknya adalah Rp181,8 triliun. Pertumbuhan realisasi penerimaan pajak nominal akan berkisar antara 6%–9%.
Selain itu, dia memprediksi bahwa hingga akhir tahun, uang pajak yang bisa dikumpulkan hanya berkisar antara Rp1.126,6 triliun hingga Rp1.145,0 triliun, yaitu antara 87,8% hingga 89,2% dari target. Shortfall diperkirakan di kisaran Rp147 triliun, atau jauh lebih rendah dari rapor tahun lalu yang mencapai Rp250 triliun.
"Target penerimaan pajak tahun depan sulit dicapai. Paling tidak harus ada pertumbuhan penerimaan pajak sebesar Rp278,9 triliun atau 24,4%. Padahal rata-rata pertumbuhan realisasi nominal pada kurun waktu 2014-2017 saja hanya berkisar 5,6%," ujarnya dalam konferensi pers di Tjikinii Lima Restaurant & Cafe, Jakarta, Kamis (21/12).
Menurutnya, pemerintah sudah memiliki dua modal besar untuk mengejar target penerimaan di tahun depan, antara lain basis data hasil program pengampunan pajak dan data dari pertukaran informasi pajak. Poin pentingnya adalah bagaimana data yang diperoleh tersebut dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan penerimaan pajak.
Selain itu, lanskap pajak di 2018 juga sepertinya diwarnai dengan dinamika perubahan yang cepat. Di sisi global, reformasi pajak Amerika Serikat (AS) ala Trump perlu jadi sorotan. Di awal Desember 2017, Senat telah memberikan lampu hijau mengenai rencana Trump walau dengan sedikit perubahan.
"Selain itu, faktor politik nasional perlu diawasi. Walau Pemilihan Umum Presiden masih di 2019, sepertinya suhu politik nasional akan panas lebih cepat. Energi elite yang sepertinya akan dihabiskan untuk isu kepemimpinan nasional, bisa saja mengurangi upaya untuk mengawal agenda reformasi pajak," katanya.
Dalam kondisi ini, yang harus dilakukan oleh Pemerintah adalah tetap fokus pada agenda reformasi pajak nasional sembari tetap memperhatikan penerimaan tahun berjalan. Akan tetapi, jangan sampai ambisi untuk mencapai target penerimaan pajak, justru merugikan wajib pajak.
"Prinsip mencabut bulu angsa tanpa membuat angsa berteriak tetap perlu dipertahankan. Menjaga kepastian hukum sekaligus kestabilan lanskap pajak adalah dua modal utama untuk menjaga kepatuhan. Selain itu, menggali sumber-sumber pendanaan dari luar pajak harus dilakukan, misalnya komitmen untuk memperluas objek cukai," pungkasnya. (Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.