TAJUK PAJAK

Respons Cepat Presiden

Redaksi DDTCNews | Rabu, 01 April 2020 | 18:28 WIB
Respons Cepat Presiden

Ilustrasi. (id.alieexpress.com)

DI LUAR dugaan, Selasa (31/3/2020) Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk merespons pandemi virus Corona atau Covid-19.

Pokok yang di luar dugaan tadi adalah masuknya materi Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Perpajakan (RUU Ketentuan Umum dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian), yaitu penurunan tarif pajak secara lebih cepat dan penerapan pajak digital.

Presiden Joko Widodo berpendapat Indonesia saat ini menghadapi situasi yang memaksa di tengah tantangan berat adanya pandemi Covid-19. Virus Corona bukan hanya membawa masalah kesehatan masyarakat, tetapi juga membawa implikasi pada ekonomi.

Baca Juga:
Kemenkeu Era Prabowo Tak Lagi Masuk di Bawah Koordinasi Menko Ekonomi

Perpu ini memberikan pondasi untuk melakukan langkah luar biasa dalam menjamin kesehatan masyarakat, menyelamatkan perekonomian nasional, sekaligus stabilitas sistem keuangan. “Karena yang kita hadapi saat ini adalah situasi yang memaksa,” kata Presiden.

Dalam Perpu itu, pemerintah menurunkan tarif PPh badan dari 25% menjadi 22% kemudian menjadi 20%. Tarif 22% berlaku mulai 2020-2021 dan menjadi 20% pada 2022, lebih cepat satu tahun dari jadwal RUU Omnibus Law Perpajakan, yang berlaku mulai 2021-2022, kemudian 2023.

Yang tidak kalah penting adalah penerapan pajak digital. Pemerintah semula berencana menunggu konsensus Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) yang ditarget Desember tahun ini, bersamaan waktunya dengan tenggat penyelesaian RUU Omnibus Law Perpajakan.

Baca Juga:
Kembali Dilantik Jadi Menkeu, Begini Pesan Sri Mulyani kepada Jajaran

Namun, pemerintah ‘mencuri start’ terlebih dahulu dengan memperkenalkan pajak pertambahan nilai dan pajak penghasilan (PPh) untuk transaksi digital melalui Perpu yang berlaku 31 Maret 2020 itu. Ini adalah terobosan yang jitu, baik untuk penerimaan maupun untuk prinsip keadilan.

”Transaksi elektronik melonjak tajam di tengah virus Corona karena masyarakat mengurangi mobilitas fisik. Oleh karena itu, pemerintah ingin memungut pajak pada perusahaan digital yang mendapatkan keuntungan besar dari masyarakat Indonesia,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Memang, Perpu ini masih harus diajukan ke DPR dalam persidangan yang berikutnya, atau pada sidang pertama DPR setelah Perpu ditetapkan. Kalau DPR setuju, Perpu ini ditetapkan menjadi UU. Namun kalau tidak setuju, Perpu ini harus dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Baca Juga:
Anggito: Belum Ada Pembagian Tugas yang Formal Antar Wamenkeu

Kalau kita berhitung secara politik, pemerintah jelas sudah memenangkan pertempuran untuk mengundangkan Perpu tersebut. Pemerintah praktis mengendalikan 6 dari 9 partai yang memiliki kursi di DPR atau setara dengan 77% kursi. Jumlah itu sudah lebih dari dua per tiga suara di DPR.

Di sisi lain, kalangan pelaku usaha yang tertekan dampak pandemi virus Corona—sehingga sudah berpikir untuk melakukan PHK—tentu akan bersuara positif terhadap Perpu tersebut. Karena itu, hampir muskil kita membayangkan ada penolakan masif di DPR terhadap Perpu tersebut.

Kita juga berharap Perpu ini bisa diterima DPR dan dilaksanakan sebaik-baiknya. Ingat, berdasarkan perkiraan terbaru The Economist Intellegence Unit, hanya Indonesia, India, dan China di negara G20 yang lolos dari resesi, meski dengan pertumbuhan masing-masing hanya 1%, 2,1%, dan 1%

Karena itu, sudah menjadi bagian dari mandat Presiden untuk ‘memajukan kesejahteraan umum’ sebagaimana tertulis dalam konstitusi. Untuk itu, perekonomian Indonesia harus diselamatkan, dan nyawa manusia jangan sampai dikorbankan.

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB PERPRES 139/2024

Kemenkeu Era Prabowo Tak Lagi Masuk di Bawah Koordinasi Menko Ekonomi

Selasa, 22 Oktober 2024 | 09:30 WIB KABINET MERAH PUTIH

Kembali Dilantik Jadi Menkeu, Begini Pesan Sri Mulyani kepada Jajaran

Senin, 21 Oktober 2024 | 16:15 WIB KABINET MERAH PUTIH

Anggito: Belum Ada Pembagian Tugas yang Formal Antar Wamenkeu

Senin, 21 Oktober 2024 | 09:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja