KEBIJAKAN CUKAI

Rasionalkah Target Cukai 2021? Ini Kata Pengusaha dan Peneliti

Muhamad Wildan | Minggu, 30 Agustus 2020 | 14:17 WIB
Rasionalkah Target Cukai 2021? Ini Kata Pengusaha dan Peneliti

Sekretaris Jenderal Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Willem Petrus Riwu saat memberikan paparan dalam webinar bertajuk ‘Rasionalitas Target Cukai 2021’, Minggu (30/8/2020).

JAKARTA, DDTCNews—Meski target penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) hanya naik tipis, pelaku industri hasil tembakau menganggap target penerimaan cukai yang diusulkan pemerintah tahun depan masih terlalu tinggi.

Sekretaris Jenderal Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Willem Petrus Riwu mengatakan target penerimaan CHT sebesar Rp172,8 triliun tahun depan berpotensi membuat kondisi industri berada dalam status rentan atau survival.

"Jika kenaikan target penerimaan dibarengi dengan kenaikan tarif CHT, dampak beban mental bagi industri hasil tembakau pun makin meningkat," katanya dalam webinar bertajuk ‘Rasionalitas Target Cukai 2021’, Minggu (30/8/2020).

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Untuk itu, Willem mengusulkan target penerimaan CHT pada 2021 sebaiknya tetap dijaga pada level Rp165 triliun atau sama seperti target tahun ini. Tarif CHT juga diusulkan tidak naik setidaknya untuk 2021 dan 2022.

Untuk 2023, Willem mengusulkan pemerintah untuk tidak meningkatkan tarif CHT lebih tinggi dari inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Artinya, kenaikan tarif CHT harus sejalan dengan dua indikator perekonomian tersebut.

Selain itu, struktur tarif CHT sebanyak 10 lapisan tarif juga perlu dipertahankan karena struktur tarif tersebut dinilai mampu mempertahankan serapan tenaga kerja, volume produksi, serapan bahan baku lokal, termasuk menekan peredaran rokok ilegal.

Baca Juga:
Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Senada, Peneliti dari Universitas Padjadjaran Mudiyati Rahmatunnisa mengatakan target penerimaan CHT dan kebijakan-kebijakan turunnya seperti kenaikan tarif CHT sangat perlu mempertimbangkan dampaknya terhadap aspek ketenagakerjaan.

Sejak 2006 hingga 2015, ia mencatat total pabrik hasil tembakau telah berkurang drastis dari 4.198 menjadi 712 pabrik. "Mungkin jumlah pabrik ini bisa dibilang ideal, tapi efek lainnya terutama tenaga kerja ini perlu dipertimbangkan," ujarnya.

Lebih lanjut, Mudiyati menilai kenaikan tarif merupakan salah satu faktor yang menyebabkan pengangguran meningkat. Banyak industri hasil tembakau yang berskala kecil tidak mampu menutup biaya produksi dan kalah bersaing akibat kenaikan tarif CHT.

Baca Juga:
Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

"Jangan sampai pemerintah berhasil mengejar satu target [menekan prevalensi perokok], tapi ternyata gagal mencapai target yang lain [serapan tenaga kerja]," tuturnya.

Simplifikasi lapisan tarif CHT
SEMENTARA itu, Partner Research and Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji menilai target penerimaan CHT yang ditetapkan pemerintah tahun depan memberikan sinyal ekonomi Indonesia masih rentan.

“Apabila melihat perkembangan pertumbuhan rata-rata tarif CHT dan harga jual eceran (HJE) sebelumnya, target pertumbuhan [penerimaan] CHT tahun depan cukup realistis,” tuturnya.

Baca Juga:
Keputusan yang Dikirim via Coretax Dianggap Sudah Diterima Wajib Pajak

Bawono juga menyarankan Ditjen Bea Cukai (DJBC) untuk terus melanjutkan roadmap simplifikasi tarif CHT yang sudah pernah tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 146/2017.

Meski Indonesia sudah memangkas total layer tarif CHT yang mencapai 19 lapisan tarif CHT pada 2010 menjadi tinggal 10 lapisan tarif CHT, lanjutnya, lapisan tarif CHT masih perlu disimplifikasi lebih lanjut.

Sistem tarif CHT yang berlapis-lapis sudah tidak umum digunakan di yurisdiksi-yurisdiksi lainnya. Tercatat, hanya 16% dari 168 negara yang diteliti yang menerapkan tarif CHT lebih dari satu layer.

"Simplifikasi tarif CHT memberikan level playing field antarkarakteristik industri hasil tembakau. Jadi head-to-head sama supaya tidak terlalu banyak pihak yang memanfaatkan lapisan-lapisan tersebut," ujar Bawono. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:30 WIB THAILAND

Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak

Rabu, 25 Desember 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:30 WIB THAILAND

Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:00 WIB LAYANAN PAJAK

Kantor Pajak Telepon 141.370 WP Sepanjang 2023, Kamu Termasuk?