Pertanyaan:
PERKENALKAN, saya Ridwan. Saya adalah staf pajak salah satu perusahaan ritel di Jakarta. Perusahaan kami memiliki cabang di Malaysia dan telah memenuhi kewajiban perpajakan yang berlaku di sana, termasuk membayar pajak penghasilan (PPh) setiap tahunnya.
Pertanyaan saya, bagaimana tata cara pelaporan penghasilan dan pajak atas cabang kami di Malaysia dalam surat pemberitahuan (SPT) PPh badan?
Jawaban:
TERIMA kasih Bapak Ridwan atas pertanyaannya. Penghasilan dari cabang di Malaysia termasuk dalam objek pajak sesuai Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU PPh) yang berbunyi:
“Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun....”
Selanjutnya, tata cara pengkreditan pajak dari luar negeri diatur dalam Pasal 24 ayat (1), ayat (2) dan ayat (6) UU PPh sebagai berikut:
“(1) Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan Undang-Undang ini dalam tahun pajak yang sama.
(2) Besarnya kredit pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang ini.
(6) Ketentuan mengenai pelaksanaan pengkreditan pajak atas penghasilan dari luar negeri diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.”
Tata cara pengkreditan pajak atas penghasilan dari luar negeri saat ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 192/PMK.03/2018 tentang Pelaksanaan Pengkreditan Pajak atas Penghasilan dari Luar Negeri (PMK 192/2018). Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) PMK 192/2018 mengatur bahwa:
“(1) WPDN dikenai Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari sumber penghasilan di luar negeri.
(2) Dalam hal WPDN dikenai PPh luar negeri atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari sumber penghasilan di luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPh luar negeri tersebut dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang di Indonesia.”
Berdasarkan pada Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) PMK 192/2018, diketahui penghasilan dari luar negeri akan dikenakan PPh di Indonesia. PPh yang dibayarkan atas penghasilan dari luar negeri tersebut dapat dikreditkan di Indonesia.
Selanjutnya, penghitungan penggabungan penghasilan dari luar negeri diatur dalam Pasal 4 ayat (1) dan (2) PMK 192/2018 yang berbunyi:
“(1) Dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak, WPDN wajib melakukan penggabungan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari sumber penghasilan di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari sumber penghasilan di Indonesia.
(2) Besarnya penghasilan yang diterima atau diperoleh dari sumber penghasilan di luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan sebagai berikut:
Adapun jangka waktu penggabungan penghasilan neto dari luar negeri harus mengacu pada Pasal 5 ayat (1) PMK 192/2018 sebagai berikut:
“Penggabungan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari sumber penghasilan di luar negeri dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari sumber penghasilan di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dilakukan pada tahun pajak diterimanya atau diperolehnya penghasilan dari sumber penghasilan di luar negeri tersebut.”
Setelah melakukan penggabungan penghasilan neto dari luar negeri dengan penghasilan di Indonesia, selanjutnya wajib pajak dapat mengkreditkan PPh yang telah dibayar di luar negeri. Tata cara pengkreditan PPh luar negeri diatur dalam Pasal 6 ayat (1), ayat (4), dan ayat (7) PMK 192/2018 yang berbunyi:
“(1) PPh Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dapat dikreditkan pada Tahun Pajak dilakukannya penggabungan penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1).
(4) Besarnya PPh Luar Negeri yang dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan jumlah yang paling sedikit di antara:
(7) Dalam hal Penghasilan Kena Pajak lebih kecil dibanding jumlah seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri, besarnya PPh Luar Negeri yang dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling tinggi sebesar jumlah Pajak Penghasilan yang terutang atas Penghasilan Kena Pajak.”
Demikian jawaban kami. Semoga membantu.
(Disclaimer)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Bagaimana jika WPDN hanya menerima penghasilan dari luar negeri (tidak ada penghasilan dari dalam negeri)? maka tidak perlu ada penggabungan kan ya? Lalu bagaimana ketentuan pajaknya? apakah tetap mengikuti ketentuan PPh 21 seperti biasa? Terima kasih
Terima kasih untuk penjelasannya yang sangat rinci, hal ini sangat penting untuk diketahui oleh wajib pajak yang memiliki penghasilan dari luar negeri agar tetap melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan benar.